Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan pada Hari Pendidikan Nasional

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

9miDepoedu.com – Menurut Sindunata, pada zaman kolonial, bangsa kita pernah melahirkan sistem pendidikan yang visioner, kultural, sehingga lulusannya memiliki nasionalisme dan patriotisme  yang tinggi. Hal yang sama kurang lebih terjadi pada zaman pendudukan Jepang.

Pada zaman itu, sistem pendidikan kita memperlihatkan kelenturan dan ketahanan yang terpuji. Sistem tersebut masih bertahan hingga zaman setelah merdeka, berlanjut hingga zaman revolusi fisik tahun 1950, bahkan hingga tahun 1959.

Selain lentur dan berdaya tahan, sistem pendidikan kita pada zaman itu memiliki watak kultural. Oleh karena itu, mengubah ke arah yang lebih baik, sekaligus antisipatif.

Tidak mengherankan jika pada periode itu, lahir tokoh nasional seperti Bung Karno, Bung Hatta, Dr. Soetomo, Ahmad Soebardjo, Wahid Hasyim, Ki Hajar Dewantoro, Sutan Sjahrir, Agoes Salim, hingga Adam Malik.

Faktor Penghancur Sistem Pendidikan

Namun sistem pendidikan tersebut perlahan-lahan memudar sejak tahun 1960, pada saat pembangunan nasional mulai berjalan. Disadari atau tidak, pada periode ini mulai terjadi apa yang disebut Sindhunata sebagai dekadensi sistem pendidikan kita.

Lembaga pendidikan yang tadinya memiliki watak kultural, perlahan-lahan memudar. Perubahan ini terus terjadi hingga zaman orde baru, berlanjut hingga zaman reformasi, bahkan hingga tahun 2020.

Baca Juga : Peluang bagi Dunia Pendidikan di Balik Krisis Covid-19

Ada banyak faktor yang menjadi pendorong perubahan tersebut. Pada tahun1960-an, setelah revolusi fisik berlalu dan pembangunan mulai berjalan, dengan pelaku pembangunan adalah bangsa sendiri.

Para birokrat yang bertanggung jawab dalam pembangunan waktu itu, adalah birokrat yang pada zaman Belanda dan Jepang berada di sekitar kekuasaan. Mereka mengetahui nikmatnya memiliki kekuasaan.

Tiba-tiba pada tahun 1960-an, ketika terjadi perubahan kekuasaan, kekuasaan itu berpindah ke tangan mereka. Mereka adalah warga kelas baru dengan gaya hidup yang baru.

Gaya hidup para birokrat baru tersebut jelas ada biayanya. Korupsi kemudian terjadi dalam konteks seperti itu. Karena di tangan mereka pula lah pengelolaan biaya pembangunan.

Kekuasaan mulai terpusat pada beberapa pribadi. Enaknya kekuasaan dan korupsi membuat mereka yang terlibat menjaga kekuasaannya. Birokrat yang berada di atas tetap mau di atas, birokrat yang berada di bawah tidak mau kehilangan posisinya. Nilai baru mulai muncul di tengah masyarakat.

Sekolah sebagai bagian integral dari masyarakatnya, pasti dipengaruhi oleh nilai-nilai baru tersebut, di mana sikap kritis tidak lagi menjadi penting, dan kepatuhan menjadi nilai yang jauh lebih penting.

Situasi ini bertahan hingga terjadi perubahan besar-besaran berikutnya, tahun 1966, dengan hadirnya orde baru. Kekuasaan orde baru adalah kekuasaan yang diperoleh secara tidak demokratis dan penuh rekayasa, serta melibatkan banyak pihak.

Situasi ini menjadi cikal bakal munculnya kroni-isme antara para penyokong perubahan, penguasa, dan para birokrat, di mana penguasa memiliki kebutuhan untuk mempertahankan kekuasaan selama mungkin.

Korupsi kemudian merajalela dalam situasi ini. Nilai-nilai yang muncul pada zaman orde baru berpengaruh lebih kuat dan memasuki hampir semua lembaga, tidak terkecuali lembaga pendidikan. Nilai dan semangat zaman pada periode ini adalah mengabdi dan menyenangkan penguasa.

Semangat menyokong perubahan dan sikap kritis semakin menghilang. Dalam situasi koruptif, perasaan tidak adil muncul, namun orang lebih aman mengambil sikap yang apatis. Semua lembaga dikuasai, mulai dari partai politik hingga sekolah.

Pada zaman orde baru, sekolah kemudian menjadi bagian dari birokrasi pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan. Sekolah dan guru kehilangan otonomi dalam mendidik anak.

Baca Juga: Tantangan Pendidikan Di Era Digital

Kata Mochtar Buchori, situasi ini membuat para guru di lembaga pendidikan tidak lagi mampu bertindak sebagai pendidik yang berwibawa dan mandiri. Guru telah diturunkan derajatnya menjadi pelaksana belaka dari berbagai instruksi yang dikeluarkan birokrasi.

Guru pun tidak lagi memiliki kebebasan paedagogis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Situasi ini menjadi semakin sempurna ketika ujian nasional diberlakukan. Materi yang diujikan dalam ujian tersebut adalah materi yang berasal dari domain kognitif tingkat rendah, seperti mengingat dan menghafal.

Sistem ujian ini praktis mematikan proses belajar mengajar sebagai kegiatan latihan melakukan analisis, latihan evaluasi, latihan berpikir kritis, latihan menghadapi dan menyelesaikan masalah, karena dipandang tidak berguna. Mengapa? Karena tidak diuji dan tidak menentukan kelulusan.

Selain itu, nilai ujian nasional pun dijadikan masyarakat sebagai patokan untuk menilai mutu pendidikan, sebuah sekolah. Bahkan nilai hasil ujian nasional dijadikan tiket memasuki lembaga pendidikan di atasnya.

Guru semakin kehilangan kemampuan untuk mengajarkan anak berpikir kritis dan kreatif. Sekolah semata-mata cuma menjadi arena menyiapkan anak untuk ujian, bukan menyiapkan anak untuk hidup.

Meskipun ujian nasional berdampak buruk terhadap pencapaian tujuan pendidikan, upaya untuk menghentikannya menjadi perkara yang tidak mudah. Ini terjadi karena banyak pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan ujian nasional.

Mengapa? Karena ujian nasional merupakan proyek besar yang dibiayai dengan anggaran besar. Oleh karena itu, ada bisnis besar yang melibatkan banyak kepentingan.

Baca Juga: Apa Itu Survey Karakter dan Bagaimana Survey Karakter Dilakukan

Situsi sosial politik ekonomi ini membuat sistem pendidikan di Indonesia dalam dasa warsa yang panjang, menjadi tidak visioner, tidak kultural, tidak lentur, berdaya tahan buruk, tidak adaptif, apalagi antisipatoris. Oleh karena itu, tokoh-tokoh baru tidak lahir dari sistem pendidikan seperti ini.

Tanda-tanda munculnya reformasi pendidikan baru terjadi pada pemerintahan Presidan Joko Widodo periode pertama, dan semakin jelas kelihatan pada periode kedua.

Di antaranya dengan pembersihan birokrasi pemerintahan dari kolusi, nepotisme, dan korupsi, termasuk birokrasi pendidikan. Kebijakan pendidikan yang sangat reformis adalah penghapusan ujian nasional dari sistem evaluasi pendidikan kita.

Arah Baru Reformasi Pendidikan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengubah tatanan sosial sedemikian rupa sehingga memaksa siapapun untuk melakukan adaptasi dan antisipasi, agar dapat tetap bertahan.

Dunia pendidikan bertugas untuk membekali peserta didik dengan hard skills  dan soft skills. Dengan demikian, mereka dapat melakukan adaptasi dan antisipasi terhadap perubahan yang pasti selalu datang.

Peserta didik yang siap beradaptasi adalah peserta didik yang dapat bertahan dari gelombang perubahan, mengambil manfaat dari perubahan tersebut, bahkan ikut menentukan arah perubahan berikutnya.

Dunia pendidikan sekarang masih jauh dari ideal-ideal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan reformasi pendidikan, dengan arah reformasi yang baru.

  1. Mengembalikan Otonomi Paedagogis

Menurut Mochtar Buchori, reformasi pendidikan yang dibutuhkan adalah reformasi yang mampu mengembalikan otonomi paedagogis pada kepala sekolah dan guru. Itu berarti, fungsi-fungsi yang dirampas oleh birokrasi dari sekolah selama ini, harus dikembalikan kepada kepala sekolah dan guru.

Mengapa mengembalikan otonomi paedagogis kepada kepala sekolah dan guru menandai reformasi pendidikan? Alasan yang paling inti adalah karena pada dasarnya, pendidikan yang berhasil adalah pendidikan dengan pendekatan individual.

Baca Juga : Tiga Model Sinergi Orang Tua dan Guru, Dalam Pembelajaran Daring

Maka yang paling mengerti kebutuhan individual peserta didik adalah kepala sekolah, guru, dan orang tua murid, pada level sekolah. Dengan demikian, semua pendekatan top down yang selama ini berlangsung, diubah menjadi bottom up.

Ini dimulai dari kebijakan terkait kurikulum. Maka, kebiasaan pemerintah menyusun kurikulum hingga detail, agar dihentikan. Komponen kurikulum yang disusun oleh pemerintah cukup sampai pada komponen inti kurikulum dan kompetensi dasarnya saja.

Komponen indikator dan tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran, serta materi ajar, biar menjadi domain kepala sekolah dan guru. Namun karena hampir 50 tahun sekolah ditempatkan menjadi pelaksana, maka mungkin diperlukan proses dan masa transisi.

Termasuk dalam hal ini adalah mengembalikan otonomi guru dalam hal menilai hasil belajar peserta didik. Mulai dari penentuan standar evaluasi, hingga pembuatan soal dan pelaksanaannya, merupakan wewenang guru.

Oleh karena itu, kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meniadakan ujian nasional, merupakan kebijakan yang reformis.

  1. Kebijakan terkait Guru

Kebijakan penting yang lain dalam rangka reformasi pendidikan adalah terkait guru. Pertama, dalam rangka proses transisi dari pendekatan top down menjadi bottom up, kepala sekolah dan guru perlu dilatih.

Mengapa? Karena selama ini pendekatan top down sangat dominan, kepala sekolah dan guru adalah jajaran pelaksana. Mereka tidak terbiasa dengan pendekatan bottom up.

Kepala sekolah dan guru perlu dilatih menjabarkan kurikulum, menyusun program kerja tahunan, dan  materi pelatihan lain dengan pendekatan bottom up. Kebutuhan pelatihan ditentukan oleh kepala sekolah dan guru.

Kedua, keberpihakan pada nasib dan kesejahteraan guru menjadi kebijakan pokok yang penting dalam reformasi pendidikan. Memang ada pihak yang tidak setuju bahwa jika guru lebih sejahtera, mutu pendidikan akan ikut membaik.

Baca Juga: Mengapa Penguasaan Soft Skills Sangat Penting Bagi Karir Profesional Seseorang

Meskipun demikian, penulis tetap berpendapat bahwa akan sulit mendorong guru untuk fokus bekerja dan produktif, jika hidup guru masih jauh dari sejahtera. Cerita sukses pendidikan  Finlandia yang kita kenal sampai sekarang, kiranya bisa jadi acuan dalam hal ini.

  1. Reformasi Peran Birokrasi Pendidikan

Pada zaman orde baru, juga zaman reformasi, birokrasi pendidikan sering menempatkan diri sebagai perpanjangan tangan penguasa. Pada posisi ini, birokrasi pemerintah tidak menjadi mitra yang sejajar dari sekolah.

Ke depan, peran birokrasi pendidikan yang diharapkan adalah menjadi mitra sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka posisi birokrasi pendidikan adalah fungsi regulator yang menyediakan payung hukum, fungsi koordinatif, dan fungsi sebagai support system, agar sekolah efektif mencapai tujuan pendidikan nasional.

Di samping itu, birokrasi pendidikan perlu dibersihkan dari praktek nepotisme, kolusi, dan korupsi. Karena jika praktek nepotisme, kolusi, dan korupsi masih berlangsung, maka birokrasi pendidikan tidak akan efektif melakukan fungsinya dalam upaya bersama sekolah mencapai tujuan pendidikan.

Inilah tiga pokok reformasi pendidikan yang perlu kita renungkan pada saat merayakan Hari Pendidikan Nasional. Tulisan ini tentu saja jauh dari sempurna. Maka saya berharap tulisan ini dapat memantik diskusi lebih lanjut di antara para pelaku pendidikan. Selamat Hari Pendidikan Nasional! (Foto: justisia.com)

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
11 Comments
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga: Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga: Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]

trackback

[…] Baca Juga : Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional […]