Gara Gara Murid Berbohong, Seorang Guru Sejarah dibunuh Teroris di Perancis

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Publik di Indonesia pasti masih ingat kasus pemenggalan guru Sejarah di Paris, Perancis, pada 17 Oktober 2020 yang lalu. Pembunuhan tersebut lantas memicu pro kontra dan kehebohan di seluruh dunia, termasuk pula di Indonesia. Saat ini kasus tersebut sedang disidang di pengadilan Perancis.

Pembunuhan tersebut berawal dari diskusi yang dilakukan oleh Samuel Paty, sang guru di kelas Pelajaran Sejarah, 10 hari sebelum kejadian, terkait  karikatur Nabi Muhammad SAW yang diterbitkan oleh Charlie Hebdo.

Samuel Paty pada kelas hari itu membuka diskusi tentang “dilema menjadi atau tidak menjadi Charlie Hebdo.” Charlie Hebdo adalah media yang kantornya diserang teroris pada Januari 2015, lantaran media itu mempublikasikan kartun Nabi Muhammad SAW. Serangan itu menewaskan 12 orang staf di kantor tersebut.

Baca Juga: Waspada! Banyak Kejahatan Online Menebeng Corona

Samuel Paty menggunakan peristiwa itu untuk membuat pelajaran Sejarah menjadi kontekstual. Namun, upaya tersebut menjadi awal malapetaka baginya selama 10 hari kemudian.

Murid yang berada di kelas Samuel Paty pada hari itu, dalam kesaksian di pengadilan belum lama ini menyatakan, bahwa pelajaran hari itu berjalan dengan sangat baik, karena Samuel Paty adalah guru yang bijaksana dan disukai para murid. Menurut mereka tidak ada hal yang kontroversial dalam pelajaran hari itu.

Dua hari kemudian, seorang siswi berinisial Z memberitahu kepada ayahnya, bahwa Samuel Paty meminta murid muslim meninggalkan ruangan kelas sebelum dia menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga: Menangkal Radikalisme Dalam Dunia Pendidikan

Kepada ayahnya, murid tersebut mengatakan telah menyatakan ketidaksetujuannya atas tindakan Samuel Paty, dan sebagai akibatnya Paty malah memberi dirinya skorsing selama dua hari.

Mendengar penuturan putrinya, Brahim Chnina, sang ayah sangat marah. Pria imigran Maroko ini kemudian merekam dan mengunggah dua video di Facebook yang isinya, menyerukan pihak sekolah memecat Samuel Paty, dan menuduh Samuel Paty melakukan diskriminasi dan mendorong islamophobia di sekolah.

Video ini kemudian menyebar luas dan memicu kehebohan hingga diakses oleh Abdoullakh Anzorov, seorang remaja berusia 18 tahun yang teradikalisasi. Imigran asal Chechnya inilah yang kemudian pada tanggal 17 Oktober 2020 membunuh Samuel Paty ketika ia sedang dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya.

Baca Juga: Strategi Tepat Hadapi Kebohongan Si Kecil

Ternyata Putri Brahim Chnina Berbohong

Fakta yang mucul di pengadilan ternyata membuktikan bahwa putri Brahim Chnina berbohong untuk menyenangkan ayahnya. Pada hari itu bahkan dia sebetulnya tidak mengikuti kelas yang diselenggarakan oleh Samuel Paty, karena sedang menjalani skorsing.

Penyebab ia diskorsing adalah karena ia sering bolos sekolah dan memiliki perilaku buruk yang lain. Namun dia tidak berani menceritakan fakta yang sebenarnya kepada sang ayah.

Fakta lain di pengadilan membuktikan bahwa Samuel Paty tidak meminta siswa muslim untuk meninggalkan kelas seperti yang ia ceritakan sebelumnya. Bahwa pengajaran hari itu sangat kontekstual, menarik dan justru berupaya mendorong sikap toleransi dan saling menghargai.

“Jika saya tidak berbohong kepada ayah saya, semua ini tidak akan terjadi dan tidak akan menyebar dengan begitu cepat,” ungkap Z ketika memberi keterangan kepada hakim anti-teroris seperti dilansir oleh Detik.com. Karena kebohongan ini Z didakwa menyebarkan fitnah.

Baca Juga: Urgensi Pendidikan Karakter Sejak Dini

Sedangkan Brahim Chnina bersama teroris didakwa ikut terlibat dalam pembunuhan Samuel Paty. Menyadari kesalahan fatalnya kepada polisi setempat, Chnina menyebut dirinya idiot dan bodoh.

“Saya tidak pernah mengira pesan saya akan dilihat oleh teroris. Padahal dengan pesan itu, saya tidak ingin menyakiti siapapun. Sulit membayangkan bagaimana kita sampai di sini, bahwa kita kehilangan seorang professor Sejarah dan semua orang menyalahkan saya,” kata Chnina seperti dikutip Detik.com

Pengacara putrinya (Z), Mbeko Tabula menyebut reaksi Chnina terhadap cerita anaknya sangat emosional, ceroboh, dan tidak proporsional. Menurut Mbeko, harusnya sebagai orang dewasa reaksinya tidak seperti itu.

Sekolah dan Orang Tua Belajar Apa?

Dari rentetan peristiwa dan fakta yang terungkap di pengadilan, peristiwa pembunuhan Samuel Paty menyimpan banyak pelajaran yang sayang jika terlewatkan bagi sekolah dan orang tua murid di seluruh dunia.

Baca Juga: Pendidikan Berbasis Keberagaman Perlu Diterapkan Di Sekolah

Menurut hemat saya, harusnya pembunuhan Samuel Paty tidak perlu terjadi jika orang tua murid dan sekolah melakukan hal-hal berikut ini:

Pertama, orang tua tidak boleh tidak percaya sama sekali pada anak ketika anak menceritakan segala sesuatu pada orang tua, tentang guru, tentang sekolah, atau tentang teman sekolahnya.

Namun juga, jangan sampai orang tua langsung percaya pada cerita anak, karena semua cerita ada latar belakangnya. Belum tentu cerita tersebut benar seperti yang diceritakan. Anak punya kepentingan dengan semua yang ia ceritakan.

Sebuah peristiwa yang ia ceritakan bisa jadi benar bisa jadi salah, tergantung kepentingan, posisi, dan motivasi anak dalam cerita tersebut. Orang tua harus netral, tidak menilai ketika mendengar cerita anak. Jangan memihak anak, jangan memihak guru ataupun sekolah.

Kedua, sebisa mungkin untuk tidak melakukan tindakan apapun sebelum melakukan konfirmasi pada pihak sekolah. Sebaiknya, konfirmasi dilakukan melalui kepala sekolah, untuk memahami perkaranya terlebih dahulu.

Tindakan baru dilakukan setelah perkaranya dipahami, sehingga tindakan yang kita ambil, menyelesaikan masalah, bukan menimbulkan masalah baru.

Banyak peristiwa rumit menyusul terjadi karena orang tua memihak anak, menyalahkan guru atau pihak lain yang diceritakan anak. Padahal belum tentu benar, seperti pengalaman Brahim Chnina, pada kasus ini.

Ketiga, untuk kasus yang sensitif misalnya terkait masalah  SARA, sekolah harus bertindak cepat namun cermat, apalagi eskalasi kasus sudah merambah media sosial.

Empat, setelah jelas pokok masalahnya, panggil pihak-pihak terkait untuk merundingkan dan menawarkan upaya penyelesaian masalah.

Lima, dalam rangka pengendalian informasi, setelah jelas pokok masalahnya, lakukan konferensi pers. Undang semua wartawan untuk memberikan penjelasan resmi tentang peristiwa yang menjadi polemik.

Dalam kesempatan tersebut, buat rilisan secara tertulis, jangan biarkan pers membuat spekulasi sendiri tentang kasus yang sedang berkembang.

Mencoba memahami peran sekolah dalam kasus Samuel Paty, saya browsing untuk mencari tahu apa yang dilakukan sekolah dalam upaya penanganan kasus. Saya tidak menemukan sama sekali berita yang beredar terkait bagaimana kepala sekolah menangani kasus ini. Jangan-jangan kepala sekolah tidak berperan maksimal.

Enam, jika terkait masalah SARA, sekolah harus memperketat keamanan lingkungan sekolah. Bila perlu melakukan koordinasi dengan polisi bahkan minta pengamanan polisi.

Baca Juga: Tantangan Pendidikan Di Era Digital

Dari kasus ini kita belajar bahwa pembunuhan Samuel Paty harusnya tidak terjadi, jika orang tua murid tidak reaktif dan emosional menanggapi cerita anak dan memilih melakukan konfirmasi sebelum melakukan tindakan.

Di pihak lain, sekolah diharapkan membuka saluran komunikasi, sehingga orang tua tidak memilih menggunakan media sosial untuk menyalurkan aspirasi dan keprihatinan mereka. Dengan demikian tidak perlu ada lagi Samuel Paty yang lain, apalagi tragedi Samuel Paty terjadi di Indonesia.

Foto: tempo.co

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
3 Comments
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
Edih
Edih
3 years ago

Yaaa turut sedih…semoga aja ga dan kita berdoa ada kejadian yg sama seperti samuel paty khususnya di indonesia negri yg kita cintai dsn umumnya dunia

Sipri peren
3 years ago
Reply to  Edih

Benar Bang Edih. Anak bisa bohong, seandainya orang tuanya konfirmasi ke sekolah terlebih dahulu, sebelum ke media sosial. Masalah dengan sekolah harusnya di bicarakan dengan sekolah, bukan di posting di media sosial.

Sesilia
Sesilia
3 years ago

Orangtua harus cerdas, cermat & bijak dalam menelaah setiap cerita anak. Meluapkan amarah yang tidak pada tempatnya mengakibatkan kehilangan nyawa oranglain😢

Sipri peren
3 years ago
Reply to  Sesilia

Betul Ibu. Di kasus ini harusnya yg pertamakali dilakukan ketika dengar cerita anak adalah konfirmasi kebenarannya ke sekolah. Karena cerita anak belum tentu benar.