Depoedu.com- Pemerintah pada tanggal 30 Maret 2021 telah mengumumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Hal tersebut dilakukan mengingat telah muncul banyak dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Di antaranya, pembelajaran jarak jauh telah menimbulkan stress, tidak hanya di kalangan peserta didik, tetapi juga guru dan orang tua murid.
Stress terutama yang dialami oleh orang tua murid, memicu tindakan kekerasan pada murid. Di samping itu, pembelajaran jarak jauh telah menimbulkan peningkatan angka putus sekolah.
Dan yang paling menguatirkan adalah munculnya learning loss di kalangan peserta didik, yang karena berbagai hambatan PJJ, menyebabakan tidak efektifnya proses PJJ.
Baca Juga : Butir-Butir Evaluatif Seputar Masalah Pembelajaran Daring
Di samping itu, berdasarkan data UNICEF Education tahun 2020, dari 27 negara di Kawasan Asia Timur dan Pasifik, 23 negara telah melakukan proses belajar tatap muka. Tinggal 4 negara, termasuk Indonesia belum melakukan proses belajar tatap muka.
Bahkan 85 persen negara di Asia Timur dan Pasifik, seperti Vietnam, RRT, Kamboja dan Laos telah melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh.
Hal hal inilah yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, sebagai dasar hukum bagi sekolah untuk menyiapkan proses belajar tatap muka, pada pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi, mulai bulan Juli tahun 2021.
Beberapa Data
Bersama dengan SKB tersebut, di banyak daerah, sekolah-sekolah melakukan uji coba pembelajaran tatap muka. Dari uji coba-uji coba tersebut kita menyimpulkan bahwa karena masalah disiplin, pembelajaran tatap muka ternyata tidak mudah dilakukan.
Hal tersebut diungkap oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, ketika melakukan sidak ke SMAN 1 Solo. Pengalaman saat menggelar uji coba PTM di SMK di Jawa Tengah, ratusan murid terkonfirmasi positif covid.
“Mereka ternyata tertular oleh gurunya yang tidak disiplin. Problemnya ternyata tidak di muridnya. Kita ngawal murid, ternyata kebobolan karena gurunya yang kurang disiplin”, tegas Ganjar.
Baca Juga: Menyiapkan Sekolah Tatap Muka Di Bulan Januari, Apa Yang Menjadi Tantangan Yang Paling Utama
Lain lagi di SMA 1 Sumatera Barat, di SMA berasrama ini, 61 siswa terpapar covid. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, Nuryanuwar, munculnya kluster penularan covid di sekolah ini diduga akibat kunjungan orang tua, di mana orang tua dan warga sekolah yang dikunjungi, tidak taat terhadap protokol kesehatan.
“Ketika orang tua berkunjung, orang tua dan warga sekolah tidak mematuhi protokol kesehatan selama berkunjung. Mereka sangat dekat seperti bersalaman dan cium pipi. Oleh karena itulah, resiko penularan dari orang tua ke anak tinggi”, jelas Nuryanuwar seperti dikutip Kompas.co.
Data yang hampir sama muncul pula di sekolah berasrama lain di Jambi dan di Solo. Di SMA Titian Teras, Muara Jambi, 56 murid dan guru terkonfirmasi positif covid. Sedangkan di Pondok Pesantren di Surakarta, 38 santri dan guru juga terkonfirmasi positif covid.
Baca Juga : Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Dan Gerakan Radikalisme Di Sekolah
Sementara itu di Indonesia, data yang dilansir oleh satgas covid-19, anak-anak termasuk kelompok yang cukup rentan. Hal ini terlihat dari jumlah anak-anak berbagai usia terjangkit covid-19.
Per 29 Maret 2021, 14 persen atau 181.637 dari total kasus covid-19 nasional, berasal dari anak-anak, mulai dari anak PAUD, hingga anak SMA.
Data-data ini menunjukkan bahwa pembelajaran tatap muka di tengah pandemi covid-19 merupakan dilema yang tidak mudah dikelola. Oleh karena itu, perlu disiapkan dengan cermat.
Menyiapkan Pembelajaran Tatap Muka
Dari data di atas, tampak bahwa keputusan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar tatap muka bukan opsi yang mudah. Namun membiarkan proses belajar jarak jauh dalam jangka panjang pun bukan merupakan pilihan yang bijak.
Baca Juga : Apa Isi Surat Keputusan Bersama 4 Menteri, Terkait Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021
Oleh karena itu, meskipun sulit, pembelajaran tatap muka tetap harus menjadi opsi. Opsi tersebut dibuka oleh pemerintah daerah, dengan beberapa pertimbangan seperti:
- Tingkat resiko penyebaran covid-19 di wilayah tersebut.
- Kesiapan fasilitas kesehatan dan pelayanan kesehatan.
- Kesiapan satuan pendidikan dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka sesuai dengan pemenuhan daftar periksa.
- Akses terhadap sumber belajar/kemudahan belajar dari rumah.
- Kondisi psikososial peserta didik.
- Kebutuhan layanan pendidikan bagi anak yang orang tua/walinya bekerja di luar rumah.
- Ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan.
- Tempat tinggal warga satuan pendidikan.
- Mobilitas warga dan kondisi geografis.
Dengan pertimbangan sebanyak ini, pemerintah daerah pun tidak otomatis pukul rata, mengizinkan semua sekolah di daerah tersebut menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.
Sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, jika telah memenuhi daftar periksa seperti ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, atau hand sanitizer dan desinfektan.
Selain daftar periksa di atas, sekolah harus dapat mengakses pelayanan kesehatan, kesiapan dan kesediaan warga sekolah menerapkan ketentuan wajib pakai masker, ketersediaan alat pengukur suhu badan (thermogun) yang berfunsgsi.
Sekolah juga harus memiliki data dari hasil pemetaan kondisi kesehatan warga satuan pendidikan atau keluarga yang memiliki komorbid yang tidak terkontrol. Jika daftar periksa ini telah terpenuhi pun, sekolah wajib mendapatkan persetujuan dari komite sekolah.
Baca Juga: Tiga Kriteria Bagi Pembukaan Pembelajaran Tatap Muka Semester Dua 2021
Penerapan daftar periksa yang ketat seperti ini dilakukan untuk menegaskan dan memastikan bahwa kesehatan dan keselamatan peserta didik, tenaga pendidikan dan keluarga mereka, merupakan prioritas utama.
Belajar dari masa uji coba pembelajaran tatap muka, jika sekolah diizinkan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, faktor yang sangat penting mendapat perhatian adalah disiplin warga sekolah, termasuk orang tua, dalam menerapkan protokol kesehatan.
Ini merupakan kunci yang paling penting dan menentukan. Dan keberhasilan menciptakan disiplin, tergantung pada sosialisasi protokol kesehatan di awal, pada semua pihak, pengawasan dalam proses implementasi, dan tindak lanjut yang tegas terhadap temuan pengawasan implementasi.
Tanpa rangkaian ini, pembelajaran tatap muka justru dapat menjadi kluster baru penyebaran covid-19 yang sangat membahayakan semua warga sekolah, termasuk orang tua murid.
Foto: liputan6.com