Depoedu.com – Tawuran yang melibatkan puluhan remaja berstatus pelajar SMA di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tanggal 1 September lalu menewaskan seorang pelajar SMA Muhammadiyah 15. Para pendidik dan orang tua terperangah dengan kesadisan yang dilakuakn para pelaku tawuran yang notabene adalah remaja pelajar SMA. Lantas kita mulai bertanya ada apa dengan anak-anak kita?
Komkisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam rilisnya beberapa tahun lalu menyebutkan bahwa data anak sebagai pelaku kekerasan terus menunjukkan peningkatan. Jika pada tahun 2014 terdapat 67 kasus anak yang menjadi pelaku kekerasan, maka tahun 2015 meningkat menjadi 79 kasus. Sedangkan kasus anak sebagai pelaku tawuran juga mengalami peningkatan. Bila tahun 2014 ada 46 kasus, tahun 2015 mencapai 103 kasus. (Sumber : www.kpai.co.id)
Beberapa hal ditengarai sebagai penyebab, kenapa anak melakukan kekerasan adalah:
1.Pola asuh
Pola asuh terhadap anak sangat menentukan tumbuh kembangnya. Perkembangan zaman yang semakin cepat, menuntut orangtua untuk menyesuaikan diri. Terkadang orangtua mengabaikan masalah pengasuhan anak, sehingga tidak terbangun kedekatan secara emosional terhadap anak. Tumbuh kembang anak berpotensi untuk terlewatkan, karena kesibukan orang tua yang sangat tinggi.
Minimnya keterlibatan orangtua dalam mengasuh anaknya, menyebabkan lemahnya pantauan dan kontrol orang tua. Maka, menjalin kedekatan dengan anak, memantau kegiatan anak, baik di sekolah maupun di rumah akan menutup kemungkinan bagi anak untuk tumbuh kembang dengan tidak normal. Anak yang di rumah kurang mendapatkan perhatian, dia akan mencari perhatian di tempat lain, mungkin dengan cara menunjukkan kekuatan fisiknya, dan inilah benih-benih kekerasan.
2.Menyelesaikan masalah tanpa berdialog
Ketika seorang anak tidak pernah belajar bahwa menyelesaikan masalah bisa dilakukan dengan dialog, maka dia hanya akan memahami bahwa menyelesaikan masalah haruslah dengan adu fisik. Itu yang tertanam dalam benaknya, bahwa menurutnya menyelesaikan masalah dengan bertarung fisik adalah yang benar. Dalam menyelesaikan perselisihan antar anak, sebaiknya kita, orangtua melatih mereka untuk berdialog, dengan berpikir dan bukan dengan fisik.
3.Masyarakat sekeliling
Masyarakat juga bisa menjadi faktor penyebab munculnya kekerasan terhadap anak. Semakin terkikisnya budaya saling peduli di dalam masyarakat menjadi pemicu suburnya tindak kekerasan terhadap anak.
Apa yang kamu lakukan ketika melihat anak saling mengejek dengan kekerasan verbal? Bahkan melakukan pertentangan dengan adu fisik?. Zaman sekarang, tentunya akan lebih banyak yang membiarkan dibanding mereka yang mengingatkan anak-anak itu. Pertimbangannya, toh mereka masih anak-anak. Pembiaran oleh masyarakat memicu anak untuk mengembangkan kegemarannya pada tindak kekerasan.
4.Media massa yang menayangkan kekerasan
Semakin mudahnya media diakses oleh masyarakat, masuk ke dalam bilik-bilik keluarga, dan tontonan tidak diseleksi, maka anak akan menonton apa saja yang disajikan oleh media audio visual.
Tidak sedikit media yang menayangkan kekerasan, baik melalui televisi, film dan games. Tontonan semacam ini tidak layak tonton untuk anak. Namun, tidak semua orangtua mendampingi ketika anak menonton tayangan kekerasan ini. Tanpa pendampingan, tanpa pengetahuan, maka anak akan penasaran dan berpotensi melakukannya di dunianya sehari-hari.
5.Pengalaman akan kekerasan fisik
Pengalaman ini bisa dialami secara langsung maupun dialami oleh lingkungan terdekatnya, dan anak menyaksikan dan merekamnya dalam pikiran. Misalnya saja orangtua yang mendidik anak dengan keras, berpotensi menanam dendam pada diri anak.
Seorang anak yang tidak mempunyai keberanian membalas kekerasan orang tuanya, dia akan melakukannya di luar rumah, bila ada situasi dan kondisi yang mendukung.
6.Penanaman image tentang gender laki-laki
Terkadang secara sadar maupun tidak, lingkungan sering menanamkan bahwa laki-laki harus kuat fisik, laki-laki harus bisa berkelahi, dan semacamnya.
Konsep yang ditanamkan sejak kecil tentunya akan tertanam dan bertahan dalam benaknya, sehingga menumbuhkan sifat agresif dalam diri anak laki-laki. Agresivitas inilah yang menjadi salah satu dasar, mudahnya anak melakukan kekerasan.
Jika diurai secara detail faktor penyebab kekerasan yang dilakukan anak tentu banyak sekali, namun orang tua dan masyarakatlah yang sebenarnya memegang kendali agar bibit-bibit kekerasan itu tidak tumbuh. Seorang anak yang melakukan tindak kekerasan adalah korban dari satu kelompok sosial, entah itu orangtuanya ataupun masyarakat. Karena seorang anak tak akan melakukan kekerasan tanpa adanya riwayat yang mendasarinya melakukan kekerasan. (disarikan oleh Enung Martina dari serempak.id dan sumber lain / Foto: liputan6.com)