Formal Setengah Normal

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com: Dalam sebuah kesempatan, teman saya yang berprofesi sebagai guru menceritakan pengalaman yang dialaminya selama masa pandemi ini, terutama dalam tugas dan pelayanannya.

“Dari sekian banyak kisah pilu maupun canda tawa yang dialami selama kegiatan mengajar, yang menarik adalah pakaian yang saya pakai. Tidak seperti biasanya, masa pandemi ini membuat penampilan saya menjadi setengah formal. Seragam yang saya pakai itu hanya bajunya saja, sedangkan bawahannya kadang sarung dan pernah memakai kolor saja,” cetusnya sembari tertawa.

Baca juga: Membentuk Pendidikan Karakter Pada Masa Pandemi Covid-19

Cerita sahabat saya di atas (mungkin) juga dialami oleh orang lain baik yang berprofesi sebagai guru atau pun profesi lainnya yang mengharuskan perjumpaan dilakukan secara virtual (online).

Kita semua tentu menyadari akan bahaya besar dari pandemi covid-19 ini. Sistem dan pola kehidupan kita yang semula perlahan berubah untuk tujuan menghindari sekaligus menyelamatkan diri dari serangan virus yang mematikan ini.

Kegiatan persekolahan dengan terpaksa harus dirumahkan, maka dikenallah istilah PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) dan juga WFH (Work From Home).

Perjumpaan secara virtual pada akhirnya menjadi sebuah normalitas baru terutama yang dialami oleh para siswa dan guru, mahasiswa dan dosen yang sangat rutin melakukan tatap muka.

Baca juga: Tiga Perspektif Penting Dari Konsep Merdeka Belajar Yang Harus Dimiliki Guru

Meskipun dilakukan secara virtual, esensi dari perjumpaan (kegiatan belajar mengajar) tersebut tidak dikurangi nilainya.

Hal menarik yang kemudian menggugah saya untuk menarasikannya dalam wujud artikel ini adalah perihal gaya berpakaian atau pun fashion dan make up secara keseluruhan yang ditampilkan oleh para pelaku perjumpaan virtual ini.

Apakah para siswa maupun guru, dosen maupun mahasiswa seharusnya menggunakan pakaian yang formal dengan atribut lengkap yang seperti biasanya dilakukan saat mengajar secara offline di sekolah dan di kampus?

Ataukah mereka cukup menampilkan pakaian formal yang bisa terdeteksi oleh camera saja, semisal baju yang mereka pakai? Adakah sanksi akademik jika mereka tidak menggunakan pakaian formal lengkap sesuai dengan yang ditentukan oleh sekolah/ kampus?

Setengah Formal dan Normalitas Baru

Pandemi covid-19 membuat segalanya berubah. Interaksi dilakukan secara online. Seperti biasanya dan menjadi pengetahuan umum bagi kita bahwa perjumpaan secara virtual lekat dengan istilah face to face. Hal yang paling penting dan diutamakan adalah wajah.

Baca juga: Dirjen Guru Dan Tenaga Kependidikan Sebut, Banyak Guru Tidak Percaya Diri?

Seseorang yang hendak mengungkapkan rasa rindunya setelah lama tak berjumpa bisa dimediasi oleh smartphone dengan aplikasi WhatsApp misalnya. Dalam dunia pendidikan, ada cerita dari para guru yang mewajibkan para siswanya untuk selalu mengaktifkan camera pada saat pembelajaran online berlangsung.

Kewajiban untuk mengaktifkan atau menyalakan camera bertujuan untuk melihat secara jelas dan terang benderang tentang gerak-gerik dan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

Di sini kita bisa memetik satu kata kunci yaitu perihal trust atau rasa saling percaya yang rendah dari guru terhadap siswa.

Kekhawatiran seorang guru terhadap siswa yang tidak menyalakan atau mengaktifkan cameranya pada saat pembelajaran berlangsung selalu berawal dari pengalaman yang dialaminya ketika pembelajaran dilakukan secara offline (di dalam kelas).

Maka, tidak sedikit guru yang berkomentar demikian: jika pada saat pembelajaran offline saja banyak siswa yang tidur dan menyontek apalagi dalam situasi pembelajaran online seperti ini.

Komentar demikian juga hendak mengkonfirmasi kepada kita perihal kekurangan atau keterbatasan dari proses pembelajaran online. Di sini kita menemukan batas kelemahan teknologi yang menjadi penghubung antara individu satu dengan individu lainnya.

Baca juga: Rumah Rasa Sekolah Di Masa Yang Tidak Normal

Sorotan camera pada satu titik (wajah) kemudian berimplikasi pada pakaian yang sering digunakan baik oleh para guru maupun siswa. Cerita sahabat saya di atas memang benar terjadi.

Guru yang mengajar tidak pernah meminta para siswanya untuk mengarahkan camera ke bagian perut ke bawah. Untuk apa? Dalam perjumpaan ini tidak penting lagi seseorang berseragam lengkap atau tidak, yang dibutuhkan adalah kesiapan untuk mengikuti perjumpaan virtual.

Kontak face to face itu yang dibutuhkan. Coba dibayangkan jika seorang guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan siswa tersebut menjawab sambil mengarahkan cameranya kepada jari-jari kakinya, tentu tidaklah elok.

Sama seperti halnya ketika kita sedang berbicara dengan teman, sementara dia sibuk dengan gadgetnya. Kita pasti akan merasa tersakiti karena tidak dihiraukan.

Menatap lawan bicara baik secara offline maupun online bukan untuk tujuan menilai kualitas kecantikan atau pun kegantengannya, tetapi lebih kepada rasa saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya.

Memakai pakaian setengah formal pada masa pandemi ini terutama yang dialami oleh guru dan para siswa, dosen dan mahasiswa atau pun orang lain yang melakukan rapat secara online adalah hal yang normal atau sering dikenal normalitas baru.

Baca juga: Seni Mencintai Diri Di Tengah Pandemi Covid-19

Hal yang paling pokok adalah upaya untuk memaknai pertemuan tersebut. Para guru, dosen, siswa, dan mahasiswa menjalankan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya tanpa harus mengurangi esensinya.

Rasa saling percaya harus benar-benar tumbuh dan aktif dalam diri keduanya, sehingga bisa menciptakan sebuah ikhlim akademik yang berkualitas meskipun sedang dalam gempuran pandemi covid-19.

Foto : bbc.com

*Penulis adalah Alumni Program Studi Sosiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta*

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Formal Setengah Normal […]