Depoedu.com – Hari Senin, 13 Juli 2020 secara nasional tahun ajaran baru dimulai. Anak didik mulai dari TK sampai SMA sederajat kembali ke sekolah masing-masing. Ada harapan tetapi juga kecemasan pada peserta didik mengalami semester baru ini.
Tahun ajaran baru kali ini berbeda dibanding dengan tahun ajaran sebelumnya. Pandemi Covid 19 yang belum reda sampai sekarang, memaksa sekolah-sekolah secara nasional mengambil sikap melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari perspektif guru atau belajar di rumah dari perspektif siswa.
Para guru dengan luar biasa bekerja keras mempersiapkan PJJ. Persiapan peserta didik tidak kalah luar bisanya. Persiapan mereka bahkan lebih berlipat ganda. Mulai dari persiapan materi sampai persiapan mental. Berdasarkan pengalaman semester yang lalu, ada banyak hal yang perlu dievaluasi.
Baca Juga : Mewaspadai Modus Penipuan Yang Membahayakan Dan Merugikan Orang Tua
Pertama, metode PJJ rasa pembelajaran di ruang kelas. Ada banyak guru melakukan pembelajaran jarak jauh rasa pembelajaran di ruang kelas. Guru memberikan tugas dan mengumpul pada jam pelajaran itu juga. Para guru lupa berbagai keterbatasan dan kondisi peserta didik di rumah.
Ada pengandaian yang terbatas para guru terhadap peserta didik, yaitu semua peserta didik dianggap sama kondisinya. Kondisi ini membuat peserta didik tidak nyaman bahkan tertekan.
Kedua, tugas tanpa evaluasi dan umpan balik. Para guru memberikan tugas kepada siswa tetapi jarang bahkan tidak pernah memberikan evaluasi dan umpan balik terhadap tugas tersebut.
Dua jenis tugas yang umum diberikan oleh guru pada masa PPJ namun justru menjadi beban bagi siswa adalah merangkum isi video pembelajaran dan membuat video. Peserta didik tidak mendapat evaluasi dan umpan balik dari tugas-tugas tersebut.
Praktek semacam ini mengakibatkan peserta didik tidak mendapat gambaran kemajuan atau keberhasilan dari pekerjaannya. Hal ini dapat menurunkan semangat dan motivasi belajar peserta didik.
Ketiga, keterbatasan orang tua menjalankan peran guru di rumah. PJJ atau belajar di rumah memaksa orang tua atau wali menjalankan peran guru. Mereka harus mengajar, mendampingi, dan mengevaluasi pekerjaan peserta didik.
Dengan berbagai keterbatasan orang tua atau wali menjalankan peran sebagai guru membuat kualitas pembelajaran menjadi kurang efektif dan membuat anak tidak nyaman.
Keempat, lemahnya koordinasi antara guru dan orang tua atau wali. Ketika sekolah dipindah ke rumah dan sebagian peran guru dijalankan oleh orang tua atau wali, seharusnya koordinasi ditingkatkan. Tetapi yang terjadi, komunikasi antara guru dan orang tua atau wali sangat kecil. Jikapun ada, sifatnya hanya informatif.
Hal ini menyebabkan orang tua atau wali tidak mendapat arahan yang jelas dari sekolah tentang peran mereka, apalagi latar belakang pendidikan orang tua atau wali sangat beragam. Akibatnya, mereka menjalankan peran guru tanpa arah yang jelas.
Kelima, keterbatasan sarana dan prasarana peserta didik. Hal ini menjadi hal yang paling utama ketika pembelajaran dilakukan jarak jauh. Ada beberapa peserta didik yang tidak dapat menjangkau pembelajaran tersebut karena sarana dan prasarana seperti android pintar, jaringan internet, dan kuota tidak memadai.
Kebutuhan ini sesungguhnya mutlak dalam PJJ. Karena hal ini, PJJ menjadi tidak berjalan dengan baik.
Semester ini, sebagian besar sekolah akan menempuh PJJ. Para siswa belajar dari rumah. Dengan kata lain, semester ini rumah akan dikondisikan menjadi sekolah.
Baca Juga : Hilangnya Disiplin Sekolah Cikal Bakal Kemunduran Pendidikan
Semua rumah di pelosok negeri ini, yang memiliki anak usia sekolah, akan disulap menjadi sekolah. Dalam setengah tahun ke depan ribuan bahkan jutaan rumah akan menjadi sekolah alias rumah rasa sekolah.
Semua pihak berharap PJJ semester ini menjadi lebih baik dari semester yang lalu. Untuk menciptakan rumah rasa sekolah pasti tidak mudah. Ada berbagai hal yang harus diperhatikan baik oleh sekolah, maupun oleh orang tua atau wali.
Menimbang berbagai evaluasi pembelajaran jarak jauh semester yang lalu, berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan oleh sekolah dan orang tua untuk menciptakan rumah rasa sekolah bagi peserta didik, dan menjamin mereka mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan menyenangkan.
Pertama, mendesain PJJ yang ramah ekonomi dan ramah anak. Banyak platform yang menawarkan teknologi untuk mendukung PJJ. Teknologi-teknologi tersebut canggih dan membuat para guru dan orang tua berdecak kagum.
Tetapi, kecanggihan yang ditawarkan platform tersebut belum tentu ramah ekonomi dan ramah anak. Oleh karena itu, guru sebaiknya mendesain pembelajaran dan memilih teknologi yang dapat diakses oleh semua peserta didik dan orang tua.
Salah satu contoh platform yang merakyat adalah Whatsapp, dan Telegram. Platform ini ekonomis dan ringan. Peserta didik mulai dari kelas rendah pada SD sampai SMA dan sederajat familiar dengan platform ini.
Kedua, waktu pembelajaran jarak jauh yang lebih fleksibel. Salah satu karakteristik PJJ adalah pembelajaran dilakukan di mana dan kapan saja. Para guru semestinya menggunakan karakteristik ini dalam mendesain, dan mengimplementasikan pembelajaran.
Dalam pembelajaran di kelas nyata, guru dapat memberi tugas dan mengumpulkan pada jam pelajaran itu juga. Tetapi dalam kelas PJJ praktek semacam itu menjadi kurang relevan dan efektif.
Dalam PJJ, instruksi, materi, dan tugas dapat diberikan pada pagi hari, misalnya. Sedangkan, pengerjaan dan pengumpulan tugas dapat dilakukan pada siang sampai sore hari dan waktunya lebih panjang.
Dengan demikian, peserta didik akan menjadi lebih gembira menjalankan aktivitas belajar karena tidak tertekan. Peserta didik secara tidak langsung masuk ke zona belajar efektif dan produktif.
Ketiga, pemberian tugas diikuti oleh evaluasi dan umpan balik. Dalam proses pembelajaran, evaluasi dan umpan balik menjadi salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran itu sendiri.
Selain itu, evaluasi dan umpan balik juga akan menciptakan motivasi belajar peserta didik. Untuk melakukan hal tersebut, para guru semestinya memberikan tugas yang realistik dapat dilakukan peserta didik dan sesuai dengan materi pembelajaran.
Selain itu, tugas yang diberikan juga harus realistik dapat dikoreksi, dievaluasi, dan diberikan umpan balik oleh para guru. Salah satu cara memberikan evaluasi dan umpan balik atas tugas peserta didik yang efektif oleh guru adalah evaluasi dan umpan balik klasikal.
Baca Juga : Iklim Keluarga Dan Sekolah Kita Tidak Mendidik Anak Kita Mandiri
Artinya, evaluasi dan umpan balik tidak dilakukan per pekerjaan peserta didik tetapi secara klasikal. Evaluasi dan umpan balik dilakukan guru setelah membaca pekerjaan peserta didik. Evaluasi dan umpan balik kemudian dibaca oleh guru sambal direkam menggunakan fitur rekam suara pada Whatsapp atau platform yang lain.
Hasil rekaman kemudian dikirim ke group Whatsapp kelas. Jika guru memiliki fasilitas yang lebih maju, misalnya laptop touch screen, guru dapat memberikan evaluasi dalam bentuk tulisan dan suara yang direkam menggunakan berbagai platform perekam video.
File rekaman evaluasi dan umpan balik tersebut kemudian dibagikan kepada peserta didik dan orang tua atau wali. Jika file terlalu besar, guru dapat mengunggahnya ke chanel Youtube. Link video tersebut kemudian dibagikan kepada peserta didik dan orang tua atau wali.
Keempat, menciptakan iklim sekolah di rumah. Walaupun sekolah di rumah, orang tua atau wali harus mampu menciptakan iklim rumah menjadi semirip mungkin iklim sekolah.
Beberapa iklim sekolah yang harus diterapkan di rumah, yaitu masuk sekolah, ruang belajar lengkap dengan meja, jam istirahat, dan jam pulang sekolah. Walaupun pembelajaran jarak jauh lebih fleksibel secara waktu, tetapi orang tua atau wali perlu secara tegas membagi waktu aktivitas-aktivitas tersebut.
Selain itu, untuk menciptakan iklim sekolah orang tua atau wali harus sungguh-sungguh hadir bersama peserta didik, khususnya untuk peserta didik SD.
Kelima, orang tua atau wali menjalankan peran guru secara profesional. Ketika menjadi guru di rumah, orang tua atau wali harus mampu memilah kapan berperan sebagai orang tua atau wali, dan kapan berperan sebagai guru.
Ketika berperan menjadi guru, orang tua harus bisa menjalankan semirip mungkin peran-peran guru, yaitu menjelaskan, mendampingi, dan memberikan evaluasi, serta umpan balik.
Pekerjaan ini tidak mudah, tetapi berpeluang untuk dilakukan. Untuk menjalankan peran ini, orang tua atau wali harus belajar secara otodidak bagaimana menjadi guru di rumah.
Mereka dapat belajar dari berbagai sumber di internet, atau sharing sesama orang tua atau wali. Mereka juga dapat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh sekolah, perguruan tinggi, atau komunitas-komunitas pemerhati pendidikan.
Keenam, koordinasi antara guru dan orang tua. Koordinasi antara guru dan orang tua atau wali menjadi aktivitas wajib di masa PJJ. Komunikasi dalam koordinasi ini tidak lagi komunikasi antara guru dan orang tua atau wali tetapi komunikasi teman sejawat sebagai guru. Dalam koordinasi ini, guru juga bisa mentransfer pengetahuannya sebagai guru kepada orang tua.
Baca Juga : Dampak Pemaksaan Belajar Pada Anak
Koordinasi terjadwal antara guru dan orang tua atau wali akan menjadikan PJJ lebih berkualitas. Koordinasi sebaiknya diinisiasi oleh pihak sekolah.
Demikian enam hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan rumah rasa sekolah. Guru, orang tua, dan peserta didik pada semester ini harus membangun kerja sama untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas di rumah.
Hal-hal tersebut dapat membantu guru dan orang tua untuk memastikan peserta didik mendapatkan pendidikan berkeadilan dan menyenangkan. Rumah adalah sekolah, sekolah adalah rumah. Semua adalah peserta didik, dan semua adalah guru.
*Penulis adalah Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma*
Foto : tirto.id
[…] Baca juga: Rumah Rasa Sekolah Di Masa Yang Tidak Normal […]