Depoedu.com – HUT RI ke-73, gaung 17-an telah menggema di seluruh tanah air. Aura semerbaknya semangat kemerdekaan telah kita rasakan dari setiap penjuru tanah air. Semua anak bangsa saling berlomba merayakannya, mulai dari baca puisi, karnaval, dan semua jenis perlombaan dalam rangka hari kemerdekaan, terutama di setiap sekolah negeri maupun swasta, hingga upacara-upacara. Namun, seringkali kita lupa menyentuh ruh dan maknanya. Perayaan 17-an hanya sebatas dimaknai penciptaan suasana ramai, meriah, dan gebyar. Semangat juang yang terkandung di dalamnya nyaris terlupakan.
Momentum Hari Kemerdekaan ini selalu menjadi peringatan yang begitu berarti bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab melalui momentum ini kita dapat melakukan refleksi mendalam tentang pendidikan kita saat ini yang nampaknya masih saja di hadapkan oleh banyak masalah yang pada akhirnya menempatkan masyarakat Indonesia sebagai korbannya. Bicara mengenai situasi pendidikan di Indonesia saat ini, ada banyak tolak ukur yang dapat kita lihat dari mulai prestasi akademis, fasilitas dan infrastruktur, ketersediaan guru, jumlah sekolah, dan lain sebagainya.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 2016- 2017 , lebih dari satu juta anak putus sekolah pada jenjang sekolah dasar (SD) dan tak melanjutkan ke tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Jika digabung antara yang tidak tamat SD-SMP, maka ada sekitar 4,3 juta anak yang tak mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun. Akibatnya, sekitar 40 persen angkatan kerja Indonesia merupakan lulusan SD. Kondisi itu tentunya menghambat upaya Indonesia untuk bersaing di kancah global.
Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan sebuah kegiatan pendidikan tidak terlepas dari peran masyarakat dan organisasi non-pemerintah. Salah besar rasanya jika kegiatan pendidikan hanya dibebankan dan ditumpukan hanya kepada penyelenggara negara. Walaupun pada hakikatnya negara-lah yang wajib menyelenggarakan kegiatan pendidikan sesuai cita-cita bangsa yakni “mencerdaskan kehidupan dunia”.
Mendikbud Muhadjir Effendy dalam satu diskusi menegaskan tahun 2018 ini merupakan tahun pembenahan pendidikan karena kompleknya permasalahan pada bidang tersebut yang perlu penanganan segera. Permasalahan dimaksud, kata dia, seperti ketimpangan pendidikan di Indonesia karena masih banyak daerah tertinggal di negeri ini yang masih perlu sentuhan langsung. Semua daerah di Indonesia tak sama. Kita harus akui itu, bukan untuk merendahkan, tapi sebagai motivasi untuk memperbaiki dan mengejar ketertinggalan,” katanya.
Permasalahan lain, kebijakan, model pendidikan, hingga kurikulum yang digunakan. Masyarakat juga memiliki pemikiran yang selalu menyeragamkan kemampuan seorang siswa. Dalam segi kebijakan, misalnya, kebijakan yang diterapkan saat ini masih memiliki celah kesalahan. Salah satunya terkait beban kerja guru yang sangat tidak masuk akal.
Lebih dalam pendidikan selama ini dirancang dengan mengedepankan proses perkembangan kognitif yang melibatkan otak rasional, sangat jarang bahkan mungkin langka melibatkan otak emosional yang dominan pada belahan otak kanan. Akibatnya, hasil pendidikan di Indonesia melahirkan lulusan yang pintar, tetapi kurang cerdas.
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvesional dan cara inovatif. Cara konvesional antara lain:
- Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
- Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya. Cara Inovatif antara lain: Sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau inpact sistem, sistem tersebut dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi, a) SD kecil pada daerah terpencil, b) Sistem guru kunjung, c) SMP terbuka, d) Kejar paket A dan B, e) Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka.
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan yang lebih baik. (Oleh: Celly Beto / Foto: Liputan6.com)