Depoedu.com – Belajar dapat didefenisikan sebagai, perubahan pada kecendrungan perilaku yang bersifat relatif permanen yang disebabkan oleh latihan. Sebagaimana defenisi istilah belajar yang dijelaskan, batasan belajar dapat diuraikan sebagai berikut.1) belajar adalah perolehan,
2) belajar adalah penanaman informasi atau keterampilan, 3)penanaman menyangkut sistim penyimpanan, ingatan, organisasi kognitif, 4) belajar melibatkan perhatian yang sadar dan aktif terhadap dan bertindak sesuai dengan peristiwa di dalam dan di luar dirinya,
5) belajar bersifat relatif permanen tetapi dapat terkena proses lupa, 6) belajar bersifat sebentuk latihan, yang mungkin saja berupa latihan yang diperkuat, 7) belajar adalah perubahan perilaku.
Selanjutnya menurut Boring Langefeld, akibat dari proses belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku secara keseluruhan.
Dengan demikian, seseorang yang belajar akan mengalami perubahan dalam segenap aspek perilakukunya, baik yang kognitif, konatif, afektif, dan motoris yang dimanifestasikan dalam bentuk (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) kebiasaan, (4) keterampilan, (5) apresiasi, (6) emosional, (7) hubungan sosial, (8) jasmani, (9)etis, atau budi pekerti, dan (10) sikap (attitude).
Mencermati uraian pada batasan belajar yang disebutkan di atas, maka pada dasarnya belajar memiliki arti, fungsi, dan tujuan yang amat penting dalam memengaruhi kehidupan seseorang dalam berbagai aspek perilakunya.
Tidak heran, kalau kemudian dimana-mana didirikan berbagai jenjang pendidikan yang bertujuan untuk menjamin berlangsungnya efektifitas belajar bagi para peserta didik.
Hadirnya lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TK, SD, SLTP, SLTA, sampai Perguruan Tinggi (PT) adalah bagian dari upaya yang dilakukan secara maksimal untuk mewujudkan misi belajar yang telah dipahami secara permanen dari waktu ke waktu sejak zaman lampau hingga zaman moderen.
Selain sistem pendidikan formal yang telah disebutkan di atas, di berbagai tempat, kota, dan wilayah telah menjamur didirikan sitem pendidikan non formal berupa, lembaga kursus, balai latihan kerja, atau lembaga bimbingan belajar yang tentu saja bertujuan yang sama yaitu dalam rangka membantu perwujudan misi belajar.
Memaknai arti, tujuan dan fungsi belajar bagi kehidupan anak kelak kemudian, maka para orang tua (keluarga) berlomba-lomba untuk berupaya membekali “ilmu belajar” sebesar-besarnya pada diri putera dan putrinya.
Tujuannya memang baik dan mulia, namun kemudian akhirnya beban atau tugas-tugas belajar yang kapasitasnya berlebihan, berdampak pada gejala psikis berupa stres pada diri anak. Dapat dibayangkan, para siswa Full day School, masih lagi ditambah les privat cabang ini, cabang itu, dan atau bimbingan belajar lainnya, adalah suatu kapasitas tugas belajar yang melampaui kapasitas yang dimiliki oleh anak.
Keadaan demikian tentu perlu diperhatikan orang tua sehingga tidak menimbulkan “pemaksaan” belajar pada diri anak. Anak-anak kemudian menjadi sangat sibuk dengan berbagai tugas yang dijadwalkan oleh gurunya, belum jadwal tambahan dari orang tua. Anak menjadi pelajar yang supper sibuk.
Cicilia Evi, seorang psikolog dari National Hospital mengatakan bahwa, “pelajar yang supper sibuk tidak dapat menjamin tumbuh kembangnya anak”. Secara ilmiah, beban belajar anak di setiap perkembangan sudah diatur. Dalam dunia psikologi dikenal dengan teori psikologi perkembangan.
Patokan yang perlu diperhatikan antara lain, usia, perkembangan fisik, minat, kondisi emosional, serta psikologis anak. Selain itu keterbatasan anak. Intinya orang tua perlu memahami bahwa setiap anak memiliki perbedaan individu.
Tiap anak memiliki perbedaan individual yang perlu dipertimbangkan sehingga keinginan orang tua untuk membekali mereka dengan berbagai ilmu dan kemampuan, tidak berdampak stres (buruk) pada diri anak. Oleh karenanya, proses belajar anak tidak bisa diseragamkan secara mutlak bagi setiap anak.
Pengetahuan orang tua tentang ilmu psikologi pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka mempersiapkan pendidikan putera puteri mereka. Jangan sampai anak menjadi supper sibuk belajar namun tidak bermaanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangannya.
Faktor usia, perkembangan fisik, minat, kondisi emosional, dan psikologis anak menjadi bagian yang tidak kalah penting dengan arti dan fungsi belajar, untuk dijadikan patokan utama bagi para orang tua agar tidak keliru dalam mengambil keputusan untuk membekali ilmu belajar kepada putera puterinya.
Ironisnya di Indonesia sistem pendidikan demikian masih berlaku. Misalnya siswa play group dibebani dengan keharusan menulis. Seharusnya mereka boleh diperkenalkan dengan aktivitas menulis sejak dini, tetapi tidak harus bisa menulis.
Menulis bisa diperkenalkan dengan melatih motorik halus. Misalnya, melakukan kegiatan meremas bola karet kecil atau kemampuan menggenggam alat tulis. Semakin muda usia anak semakin pendek jangka konsentrasinya. Sebuah kenyataan ini merupakan suatu contoh dari pemaksaan belajar pada anak.
Masih banyak contoh yang perlu diperhatikan, agar dalam memahami tentang ilmu belajar yang ditanamkan pada anak, tidak dapat ditentukan oleh banyaknya aktivitas pembelajaran yang dilakukan, melainkan aktivitas belajar yang sesuai dengan faktor perbedaan individual yang melekat pada diri anak itu sendiri.
Pada akhirnya perlu juga diketahui bahwa dampak-dampak pemaksaan belajar pada anak dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) anak tidak memiliki semangat bersekolah atau mengerjakan tugas. Perlu orang tua dan guru memahami bahwa kapasitas setiap anak berbeda-beda.
Memberikan tekanan yang melebihi kapasitas yang dimiliki anak, tidak berarti membuat anak lebih hebat. (2) perilaku anak tidak adaptif atau sering mengganggu. Dengan keterbatasan kemampuan anak untuk menyampaikan isi pikiran dan perasaan biasanya anak akan menunjukkan berbagai bentuk perilaku yang mengganggu pada lingkungan ia berada.
(3) rasa frustasi dan stres. Ketika materi belajar terlalu berat dan anak tidak mampu melakukannya, akan muncul rasa frustrasi dan stres dalam diri anak. (4) anak tidak percaya diri. Gangguan tidak percaya diri muncul dalam jangka waktu lama.
Perilaku ini merupakan manifestasi dari rasa frustrasi dan stres. Pengetahuan ini menjadi sangat penting bagi orang tua dan guru agar gejala-gejala perilaku belajar yang muncul pada diri anak (siswa) perlu dipahami secara cermat, sehingga tidak berdampak lebih lanjut pada pengambilan sangsi hukuman yang dijatuhkan pada anak.
Kita semua sepakat bahwa belajar itu sangat penting. Tapi kalau kemudian proses belajar yang dilakukan dibawa paksaan malah hasilnya menjadi tidak lebih bagus.
Dampak negatif belajar yang dipaksakan pada anak yang diabaikan oleh orang tua dan guru, juga berpengaruh pada hasil belajar yang diharapkan. Orang tua dan guru juga perlu menghargai kapasitas anak dalam pemahaman tentang perbedaan individual dari dimensi secara psikologis, sehingga proses belajar yang dilakukan tidak bernuansa “dibawa paksaan”.
Tugas-tugas pembelajaran yang diberikan kepada anak, perlu dipertimbangkan sebagai bagian tumbuh kembangnya anak dengan tidak mengabaikan kapasitas yang ada pada anak secara individu. Semoga bermaanfaat. (Oleh : Foto: Bacakilat.com)
ternyata dalam pembelajaran anak tidak boleh di paksa. Artikel yang menarik
[…] Baca Juga: Dampak Pemaksaan Belajar Pada Anak […]