Depoedu.com-Sejak tahun 1997, Singapura mulai memperkenalkan sejumlah inisiatif penggunaan teknologi dalam upaya mengantisipasi perkembangan dan perubahan di bidang teknologi, termasuk perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi.
Upaya mendorong inisiatif yang bersifat antisipatif tersebut dilakukan oleh Singapura pada saat banyak negara tidak melakukan antisipasi untuk mencegah mandeknya perkembangan dunia pendidikan, di tengah dahsyatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kementerian Pendidikan Singapura pada tahap pertama, berupaya menghasilkan solusi digital yang diintegrasikan ke dalam kegiatan belajar mengajar. Pada tahap berikutnya guru-guru kemudian dilatih memanfaatkan perangkat teknologi tersebut bersama dengan upaya membangun infrastruktur teknologi di sekolah.
Di antaranya, pengadaan akses internet di sekolah-sekolah, diikuti dengan pelatihan guru di Singapura, bagaimana memanfaatkan internet dalam proses belajar mengajar. Tentu saja diikuti dengan upaya peningkatan kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi di level siswa.
Proses tersebut memakan waktu kurang lebih 5 tahun. Hingga tahun 2030 nanti, Singapura giat mendorong proses yang berfokus pada kesetaraan, inklusi, peningkatan kualitas dan efisiensi dalam proses pendidikan dan pengajaran.
Oleh karena itu, saat ini, seperti dilansir pada laman www.detik.com, Singapura menyediakan platform pembelajaran daring nasional, yang menyediakan sumber belajar mandiri untuk konten kurikulum formal maupun informal.
Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah mendorong penguatan pemakaian edutech oleh guru seperti e-pedagogi dan penggunaan artificial intelligence (AI) dalam upaya menyusun dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi; pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap siswa.
Baca juga : Apa Sajakah Yang Berubah Dari SNBP Dan UTBK-SNBT Tahun 2024?
Tentu saja untuk semua proses ini, pemerintah menggelontorkan dana yang superjumbo. Belum lagi untuk semua sekolah dasar dan menengah pemerintah menggelontorkan hibah sebesar 65 juta dolar Singapura atau Rp. 743 miliar, bagi semua sekolah untuk menyediakan ruang belajar cerdas, dilengkapi dengan fitur digital dan multifungsi.
Dampak Dari Proses Reformasi
Proses reformasi tersebut masih akan berjalan hingga tahun 2030, namun banyak pihak mengatakan kebijakan antisipatif melalui reformasi pendidikan sudah mulai menampakkan hasilnya. Setidaknya dapat terlihat dari dua indikator.
Indikator pertama, Singapura adalah satu negara yang tidak mengalami efek negatif dari pandemi covid-19 seperti learning loss, sebagaimana dialami oleh hampir semua negara di dunia. Ini terjadi karena kebijakan reformasi pendidikan yang antisipatif sehingga guru dan siswa di Singapura, dapat menghadapi pandemi secara positif.
Ini tidak hanya terjadi pada kelompok siswa kelas menengah ke atas tetapi juga terjadi pada kelompok siswa kelas bawah. Dengan dukungan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang baik, dan kesiapan kompetensi guru, sekolah dan guru dapat menyelenggarakan pembelajaran dengan baik sepanjang pandemi covid-19.
Indikator kedua, Singapura menduduki peringkat pertama di bidang Matematika, Sains, dan kemampuan membaca dalam Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2022, setelah pada tes tahun 2018 menduduki peringkat kedua setelah China.
Hasil tes PISA tahun 2022 menunjukkan bahwa kemampuan belajar siswa usia 15 tahun di Singapura menunjukkan peningkatan. Hasil dari tes PISA tersebut, seperti dilansir dari laman CNBC Indonesia, memperlihatkan bahwa Singapura memiliki banyak siswa berprestasi; 41 persen di bidang Matematika, 24 persen di bidang Sains.
Dalam hal membaca, 89 persen menunjukkan peningkatan atau hanya 11 persen berprestasi rendah dalam hal membaca. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa upaya reformasi di bidang pendidikan melalui upaya antisipatif menunjukkan keberhasilan.
Baca juga : Di Jepang, Usia Harapan Hidup Panjang, Bisa Jadi Masalah Serius
Sekolah dan guru telah siap mendukung proses pembelajaran yang melatih penalaran matematis, dapat membedakan informasi yang relevan, menggunakan pemikiran komputasional saat memecahkan masalah yang menjadi salah satu tujuan penting dari proses reformasi pendidikan, mulai menunjukkan keberhasilan.
Apa yang kita pelajari?
Jika dicermati, keberhasilan proses reformasi mendorong proses transformasi pendidikan di Singapura yang bermula dari inisiatif birokrasi pendidikan pendidikan yang visioner dan transformatif. Oleh karena itu, birokrasi pendidikan Singapura aktif melakukan prediksi dan melakukan berbagai langkah antisipatif melalui berbagai program transformatif.
Meskipun pusat perubahan tetap berada di sekolah dan di tangan guru karena kompetensi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran yang fokus pada kesejahteraan dan pertumbuhan siswa, namun lokomotif pendorong perubahan tetap birokrasi pendidikan.
Pendekatan tersebut bertolak dari pendalaman permasalahan yang kontekstual sekaligus antisipatif sehingga birokrasi pendidikan dapat mendorong guru dan sekolah siap menghadapi perubahan ketika perubahan tersebut datang, melalui berbagai program.
Inilah salah satu pangkal masalah pendidikan kita. Oleh karena itu, harus dilakukan reorientasi dan transformasi birokrasi pendidikan kita agar birokrasi pendidikan kita lebih lateral, lebih visioner atau tidak pasif, tidak linier dan tidak kontekstual seperti selama ini.
Inilah yang menjelaskan kenapa banyak guru penggerak belum berhasil mendorong perubahan di sekolah, karena cara berpikir para pelaku birokrasi pendidikan yang menjadi lokomotif pendorong perubahan masih belum kompatibel dengan cara berpikir guru penggerak.
Foto: AP/Young Teck Lim