Depoedu.com-Kekerasan di sekolah terjadi kembali. Kali ini yang menjadi korban adalah Damianus Dolu, seorang guru Matematika, di SMA Negeri 1 Nubatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dua orang pria menyerobot masuk ke dalam kelas, menghampiri Damianus sambil meneriakkan kata makian dan secara membabi buta menyerang Damianus yang sedang mengajar. Ia tidak hanya dipukul di dalam kelas melainkan juga diseret ke halaman sekolah.
Kejadian itu membuat SMA Negeri 1 Nubatukan heboh. Para murid yang menyaksikan penganiayaan tersebut ketakutan. Kepada Kompas, Damianus mengatakan tidak menyangka, tegurannya bisa berujung penganiayaan terhadap dirinya.
Kekerasan tersebut terjadi pada tanggal 19 Februari 2024, bermula ketika Damianus Dolu, di awal pelajaran hari itu, memeriksa catatan murid-muridnya. Saat tiba giliran PAN, Damianus mendapati murid tersebut sibuk menulis.
PAN sibuk menyelesaikan catatannya yang belum selesai dikerjakan. Padahal catatan tersebut seharusnya sudah selesai dikerjakan seperti murid yang lain. Damianus kemudian menegur PAN, yang direspon PAN dengan gerutuan.
Selain catatan yang belum rampung, Damianus juga menemukan coretan nama lengkap PAN di baju seragamnya. Damianus mengingatkan agar PAN menjaga perilaku sambil menepuk pundak PAN. Karena menurut Damianus, mencoret baju merupakan bentuk perilaku yang tidak terpuji.
Baca juga : Mendorong Perubahan Di Masyarakat Melalui Pendidikan Tinggi
PAN yang tidak terima dengan teguran tersebut, keluar dari kelas 20 menit kemudian, tanpa izin kepada guru yang sedang mengajar di kelas. Tidak lama kemudian PAN masuk lagi ke dalam ruangan kelas bersama ayah dan kakaknya, lalu menganiaya Damianus.
Melalui rekaman suara yang diperoleh Kompas, PAN menjelaskan bahwa dirinya dipukul Damianus di punggungnya tanpa menjelaskan lebih detail tentang pukulan tersebut. Pada rekaman tersebut PAN mengaku kecewa pada gurunya Damianus.
Seperti dilansir pada laman Kompas.id, PAN mengaku kecewa karena setelah dipukul, Damianus tidak membujuk dirinya yang sedang menangis. PAN lalu keluar ruangan kelas, menelpon dan melaporkan kejadian tersebut pada ayah dan kakaknya. Mendengar aduan tersebut ayah PAN marah karena PAN sering sakit-sakitan.
Menurut PAN, ia tidak hanya dipukuli, Damianus juga menyebut dirinya bodoh dalam bahasa daerah. Kata PAN, kejadian tersebut disaksikan oleh beberapa temannya, yang ketika itu, sedang mengerjakan tugas kelompok bersamanya.
Selepas kejadian tersebut Damianus langsung melaporkan penganiayaan yang dialaminya ke Polres Lembata yang diterima oleh Ajun Inspektur Maxsi Y Siokain. Namun laporan tersebut hingga satu bulan tidak ditindaklanjuti. Damianus bahkan dilapor balik oleh keluarga PAN.
Sialnya, kata Damianus, laporan mereka atas dugaan kekerasan, malah ditindaklanjuti lebih dahulu oleh polisi. Ia dipanggil ke kantor polisi pada Rabu pagi (13/3/2024). Ia bingung dengan keadaan hukum saat ini. Bisa jadi ia malah terancam jadi tersangka.
Baca juga : Menelanjangi Problematika Mahalnya Biaya Pendidikan Di Indonesia
Tanggapan PGRI
Menanggapi perkembangan ini, Ketua PGRI Kabupaten Lembata, Yoakim Baran memberikan ultimatum kepada pihak kepolisian untuk segera menangkap pelaku pengeroyokan guru Damianus Dolu dalam 2 x 24 jam.
PGRI Lembata menyatakan akan serius memberikan dukungan pada guru Damianus, rekan seperjuangan untuk mendapatkan keadilan di mata hukum. Pada Kamis pagi (13/3/2024), sedikitnya 100 orang anggota PGRI mendatangi Polres Lembata untuk mengajukan permohonan audiensi dengan Kapolres.
Maksimus Masan Kian Ketua PGRI Kabupaten Flores Timur mengecam keras tindakan penganiayaan guru ini. PGRI Flores Timur mendesak agar pelaku penganiayaan segera ditangkap dan diproses secara hukum.
Kecaman juga datang dari Ketua PGRI Kota Kupang, Apolonia Dethan. Bagi Apolonia, tindakan penganiayaan guru merupakan tindakan yang tidak terpuji. Ia mengharapkan tindakan hukum segera dilakukan pada pelaku sehingga ada efek jera dan memberikan kenyamanan kembali bagi para guru dalam menjalankan tugas.
Harapan senada juga muncul dari Ketua PGRI Rote Ndao Alberd W. Dono, Ketua PGRI Kabupaten Sikka, Vitalis Sukalumba dan Ketua PGRI Sabu Raijua, Amos Come Rihi. Mereka sepakat mengecam keras orang tua yang main hakim sendiri, mendukung dan mendesak tindakan hukum untuk memberi pelajaran pada pelaku.