Depoedu.com – Filsuf Yunani, Aristoteles, dalam suatu kesempatan pernah mengungkapkan pikirannya demikian: mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali. Kita tentu punya cara tersendiri dalam melakukan interpretasi atas pernyataan tersebut.
Tetapi ada satu hal yang menurut saya penting menjadi konsesnsus bersama dari pernyataan tersebut yaitu perihal “mendidik” dan “pendidikan”. Tulisan ini mencoba untuk mengungkapkan realitas kerja “mendidik” kita hari ini melalui peran-peran lembaga sosial seperti keluarga, sekolah, teman bermain dan media massa.
Di samping itu, penulis juga sedikit menyinggung konteks kehidupan “bersosial” kita hari ini yang tengah “digebuk” oleh pandemi covid-19.
Baca Juga: Kebijakan Pendidikan Yang Berbasis Kebijaksanaan
Kerja Mendidik
Dalam konteks dan cara berpikir yang paling sederhana, kerja mendidik seringkali dikaitkan dengan orang tua. Anak yang baik dan cerdas adalah buah ketekunan dari orang tua. Kurang lebih ada pernyataan demikian yang selanjutnya menjadi sebuah kebiasaan dalam proses berpikir sebagian dari kita hingga saat ini.
Padahal jika dibaca secara lengkap, kerja mendidik merupakan kerja kolaboratif yang sekurang-sekurangnya melibatkan empat komponen penting yaitu keluarga, sekolah, teman bermain dan media massa.
Keluarga merupakan agen sosialisasi utama dan pertama yang “dinikmati” oleh seorang anak. Ketika seorang anak dilahirkan, ia akan mendapatkan sentuhan afeksi kemudian ada asupan kognitif yang tujuannya untuk bisa menjadi pribadi yang baik dan cerdas.
Pada tempat yang pertama ini, pembentukan karakter seorang anak benar-benar ditempa. Oleh karenanya, agar bisa mewujudkan pribadi yang ideal dan diharapkan serta diakui oleh semua pihak, maka jalinan “hati dan pikiran” benar-benar tumbuh subur dan berkembang dalam diri seluruh anggota keluarga.
Selanjutnya, modal asupan afeksi dan kognitif yang didapatkan seorang anak di lingkungan keluarga, selanjutnya diuji di sekolah. Pada lingkungan sekolah, seorang anak mendapatkan ruang pertemanan dan pergaulan yang lebih luas.
Baca Juga: Ekosistem Sekolah Penggerak
Perbedaan karakter menjadi sesuatu yang lumrah dan wajib hukumnya diterima oleh seorang anak. Untuk mengantisipasi gagalnya “melahirkan anak yang baik dan cerdas” atau hanya mengunggulkan salah satu aspek tetapi absen pada aspek lain, maka kehadiran guru sangatlah penting.
Seorang guru akan menjalankan tugas dan peran besar sebagai “orang tua kedua”. Disini, kerja mendidik yang dilakukan guru, bukan semata-mata hanya untuk “transfer ilmu pengetahuan”, melainkan juga “transfer nilai-nilai kehidupan”.
Cara mendidik yang sifatnya kolaboratif seperti ini akan menghasilkan anak yang “pikiran dan hatinya” menjadi seimbang.
Jejaring pertemanan adalah realitas sosial yang tak bisa terhindarkan. Seorang anak pasti membutuhkan pengakuan dari temannya. Keinginan adanya pengakuan seperti ini hanya dapat tercapai melalui proses sosialisasi dan interaksi yang sifatnya terus-menerus dan berkelanjutan.
Tentu, beribu harapan selalu saja lahir terutama dalam diri oran tua, bahwa anaknya harus bisa “berteman” dengan baik. Membangun tali persaudaraan serta jalinan komunikasi yang baik. Meski demikian, realitas lain terkadang tidak bisa terhindarkan.
Baca Juga: Dialektika Di Ruang Virtual
Misalnya praktek-praktek bullying yang saat ini masih menjadi kecemasan dan kegelisahan terbesar pada diri orang tua. Tetapi harus diakui juga, keberadaan teman juga menjadi “subyek” paling nyaman yang dirasakan oleh seorang anak untuk bisa membagi pengalaman (curhat).
Lalu satu hal yang paling penting sebagai bagian dari kerja mendidik adalah peran dan kekuatan media massa. Harus diakui bahwa kekuatan determinasi media saat ini sangatlah besar. Dalam banyak kesempatan, orang memanfaatkan media untuk kepentingan banyak hal.
Media sebagai bagian penting dari proses kerja “mendidik” diharapkan mampu memberikan nilai-nilai edukasi yang diperuntukan bagi perkembangan pengetahuan dan moral seorang anak.
Artinya, kerja media tidak semata-mata hanya berorientasi pada profit (keuntungan), melainkan juga untuk membangun peradaban dalam diri masyarakatnya.
Dalam Cengkeraman Covid-19
Realitas kehidupan kita hari ini tengah digebuk oleh pandemi covid-19. Bahkan yang terakhir ini, virus dengan varian baru bernama Delta telah menggerogoti banyak sesama saudara kita. Hal ini yang kemudian mengharuskan pemerintah mengambil langkah tegas, salah satunya adalah PPKM Jawa-Bali terhitung sejak tanggal 3-20 Juli 2021.
Sembari terus melantunkan doa dan nada pengharapan agar pandemi ini segera berlalu, penulis mengajak pembaca sekalian untuk sejenak melakukan refleksi perihal “kerja mendidik” dalam situasi pandemi ini.
Satu hal yang pasti tentang realitas kehidupan bersosial kita hari ini adalah tidak seperti biasanya. Pelukan dan suasana kedekatan fisik mendapatkan ruang pembatas yang jelas. Hal ini tak lain dan tak bukan sebagai bentuk atau cara untuk mengurangi rantai penyebaran pandemi covid-19.
Kecurigaan menjadi sesuatu yang normal dalam konteks seperti ini. Hal ini tidak terlepas dari kondisi virus yang tak nyata dan tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Karena itu, kecurigaan terhadap satu dengan yang lain merupakan satu dari sekian banyak langkah antisipatif.
Baca Juga: Mengapa Para Murid Suka Menutup Kamera Dalam Online Kelas?
Kerja-kerja kita hampir seluruhnya dilakukan dari rumah dan dimediasi oleh “teknologi”. Realitas “bermedia” menjadi hal baru yang menggantikan “realitas sosial secara fisik di lapangan”.
Meski perjumpaan kita dimediasi oleh “media”, tetapi hal tersebut tidak untuk mengurangi porsi tanggung jawab sekaligus rasa saling menghormati sesama kita. Seorang anak dalam kondisi pandemi seperti ini akan banyak menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah.
Sementara waktu bersama dengan teman dan juga para guru hanya terjadi melalui percakapan virtual. Hendaknya pandemi ini juga menjadi momentum bagi kita untuk senantiasa semakin mengasah hati dan pikiran.
Ketika hati dan pikiran berjalan secara serasi dan seimbang, maka hal tersebut akan membantu kita untuk bisa memaksimalkan kebijakan pemerintah yang mana muara dari semuanya adalah pandemi segera berakhir dari rahim ibu pertiwi.
Penulis adalah Penulis Buku Dialektika Ruang Publik: Pertarungan Gagasan