Depoedu.com – Sudah hampir 11 bulan murid terpaksa belajar dari rumah secara daring akibat pandemic Covid-19. Meskipun berbagai kebijakan telah diambil agar pembelajaran daring dapat terselenggara dengan baik, namun kebijakan-kebijakan ini ternyata tidak mampu menambal dan meningkatkan efektivitas pembelajaran daring tersebut.
Pembelajaran daring ternyata tidak mampu mencapai tingkat intensitas proses belajar seperti intensitas yang dicapai melalui proses belajar tatap muka pada masa normal, sebelum pandemi.
Hal tersebut dapat terjadi karena dalam pembelajaran daring, intensitas interaksi antara guru dan murid berkurang. Kondisi ini dikhawatirkan menyebabkan learning loss.
Learning loss adalah situasi yang terjadi pada pelajar dan mahasiswa ketika terjadi pengurangan perolehan pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil belajar. Pengurangan tersebut terjadi karena minimnya interaksi antara murid dan guru dan berakibat pula pada minimnya proses belajar.
Hal tersebut disampaikan oleh pengamat pendidikan dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Budi Santoso, seperti dilansir pada laman Kompas.com. Menurutnya, ada perbedaan signifikan ketika pembelajaran dilakukan secara tatap muka dan secara daring.
Baca Juga: Asesmen Nasional, Trasformasi Sekolah Dan Pengembangan Mutu Pendidikan
Pada pembelajaran tatap muka, ada waktu komunikasi intens dengan murid. Selain itu, proses belajar seperti praktikum dapat dilakukan di mana murid, dapat menjalani proses yang dapat membuat murid memahami kenyataan dari suatu teori.
Namun dengan adanya pembelajaran daring, semua dilakukan dengan media melalui komunikasi virtual. Oleh karena itu, banyak kesempatan praktek menjadi hilang.
Belum lagi karena kelemahan pembelajaran daring lainnya yakni, guru tidak dapat mengawal proses dan melakukan antisipasi untuk memaksimalkan proses belajar murid. Apalagi di banyak sekolah, tidak disusun protokol proses belajar mengajar untuk memandu proses pengajaran.
Oleh karena itu, guru mendesain proses belajar mengajar sebisanya. Dalam pengamatan penulis, aktivitas murid di banyak sekolah hanya absen dan mengerjakan lembar kerja.
Dalam percakapan dengan beberapa murid di beberapa sekolah, para murid tersebut tidak memperoleh umpan balik terkait lembar kerja yang mereka kerjakan. Kemungkinan besar lembar kerja tersebut tidak dikoreksi juga oleh guru.
Baca Juga: Dua Menteri Pendidikan, Bicara Tentang Bahaya Pembelajaran Daring
Oleh karena itu, banyak murid tidak mengerjakan sendiri lembar kerja tersebut. Jawaban yang mereka tulis di lembar kerja adalah jawaban yang mereka peroleh dari murid yang paling rajin di kelas mereka.
Hal yang sama terjadi ketika ulangan dan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah. Jawaban yang mereka tulis pada lembar jawaban adalah jawaban yang mereka peroleh dari murid paling pintar di kelas mereka.
Tentu dua praktek di atas tidak dilakukan oleh semua murid, namun lebih banyak murid melakuakan. Penyimpangan proses belajar mengajar seperti ini terjadi karena guru tidak melakukan antisipasi untuk mencegah penyimpangan dalam proses belajar murid.
Oleh karena itu, bisa jadi nilai yang diperoleh oleh murid selama masa pandemi adalah nilai yang bagus, namun tidak menggambarkan pencapaian pendidikan dan pengajaran yang sesungguhnya.
Memang ada sekolah yang menyelenggarakan proses pembelajaran daring dengan baik, dan umumnya sekolah tersebut adalah sekolah swasta namun jumlah sekolah seperti itu tidak sangat banyak.
Baca Juga: Butir-Butir Evaluatif Seputar Masalah Pembelajaran Daring
Kondisi proses seperti di atas yang menyebabkan terjadinya learning loss. Murid menyelesaikan pendidikan namun mereka tidak memiliki pengetahuan lebih banyak dan tidak jadi lebih terampil.
Keadaan ini membuat mereka tidak siap menghadapi tantangan mereka, baik terkait kelanjutan pendidikan mereka di level berikutnya maupun bagi lulusan perguruan tinggi di dalam menghadapi dunia kerja.
Mengomentari munculnya gelaja learning loss ini, Prof. Dr. Muhammad Nuh, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menuturkan, selain ketidaksiapan dalam belajar dapat terjadi juga yang ia sebut dropout rate.
Lebih jauh, ia menjelaskan yang pertama kali kena gejala learning loss adalah kelompok kaum marginal atau orang miskin. Maka nanti akan muncul generasi baru yang tidak memiliki masa depan dan ujung-ujungnya akan bermuara pada ketidakadilan.
Oleh karena itu, Prof. Mohammad Nuh berharap pemerintah membentuk tim khusus untuk menangani dampak learning loss ini. Tim ini diharapkan dapat merumuskan masalah terkait gejala ini dan memikirkan upaya untuk mencegah learning loss dan gap antar generasi tersebut.
Foto: Kompas.com