Depoedu.com – Tahun 1983, ketika sedang kuliah, saya sempat mengikuti penataran P4. Ada satu hal yang tidak pernah saya lupakan yaitu bahwa Pancasila adalah dasar dan tujuan dari Negara Indonesia.
Pancasila begitu komplit, sebagai dasar sekaligus tujuan, sebagai jiwa bangsa sekaligus cita-cita bangsa.
Tapi mengapa sekarang ketika DPR mengajukan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), terjadi kontroversi di antara kita? Di luar gedung DPR, gagasan ini dikritik beberapa kalangan tetapi di dalam gedung seolah berjalan mulus. Bahkan kesannya terburu-buru.
Sebelumnya, pihak yang menolak menghendaki agar pembahasan ditunda. Ketika pemerintah menyetujui untuk menunda pembahasan, kini pengunjuk rasa menuntut untuk dihentikan.
Beda Tafsir
Soekarno adalah orang pertama yang menafsir Pancasila ketika beliau berpidato di depan sidang BPUPKI, 1 Juni 1945. “Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini”.
“Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? Gotong royong”.
Sebenarnya, Soekarno sudah suka nama dasar negara yaitu, Pancasila, tetapi kemudian dia menawarkan nama lain, itupun kalau hadirin suka. Trisila dan Ekasila, nama yang juga ditawarkan tapi bukan menjadi pilihan utama.
Dengan menggabungkan lima sila menjadi Trisila dan Ekasila, belum tentu mewakili Pancasila seperti yang dimaksud. Bagi saya itu tafsiran pertama yang kemudian oleh anggota BPUPKI tidak digubris.
Membaca latar belakang pengajuan RUU HIP seperti dikatakan oleh pihak pendorong HIP, “bahwa saat ini belum ada undang-undang sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan Undang-undang tentang Haluan Ideologi Pancasila”.
Baca Juga : Apa Itu Survey Karakter Dan Bagaimana Survey Karakter Dilakukan
Pernyataan ini juga merupakan sebuah tafsiran. Bagaimana mungkin DPR berpikir untuk merancang sebuah undang-undang yang mengatur Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum?
Pasal 7 draf RUU HIP, yang menjadi polemik karena berpotensi mereduksi Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Ayat (1) mengatakan, Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
Ayat (2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Ayat (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Rasa takut bahwa pasal 7 melenceng dari UUD 1945, meniadakan roh sila pertama Pancasila dan bisa menjadi pintu masuk komunis, juga merupakan sebuah penafsiran.
Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Pancasila sebagai perjanjian luhur bermakna : satu, bahwa Pancasila dibentuk dari kesepakatan rakyat. Dua, Pancasila sudah ditetapkan sebagai dasar Negara. Tiga, Pancasila adalah keputusan final untuk melaksanakan, mengamalkan dan melestarikannya.
Pertanyaannya, apa yang membuat kita saling bertentangan dan bertolak belakang soal Pancasila? Karena kita sering menafsir Pancasila berdasarkan sudut pandang kita pribadi.
Hentikan menafsir dan mulailah memaknai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jangan-jangan perbedaan yang tajam di atas tidak hanya sekedar beda tafsir tetapi malahan salah tafsir?
Memaknai Pancasila
Pergumulan kita sekarang adalah bagaimana membudayakan Pancasila, bagaimana mengamalkan dan melestarikan Pancasila. Kita menjalankan Pancasila sebagai sebuah perjanjian luhur bangsa, bahwa Pancasila adalah kesepakatan rakyat dan sebagai dasar negara sudah final, tinggal dijalankan.
Sudah sejauh mana, kita menjalankan Pancasila selama 75 tahun Indonesia merdeka? Menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen dimulai dari pemaknaan kita
Baca Juga : Empat Cara Merdeka Batin
- Keadilan
Saya memaknai 5 sila itu dengan satu kata masing-masing, yaitu sebagai, Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Kata utama yang menjadi inti adalah Keadilan. Pada mulanya, bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah milik rakyat banyak tapi dikuasai penjajah.
Begitu kita merdeka, semuanya perlu diatur dan dikelola sendiri, maka dipilihlah beberapa orang untuk mengelolanya. Mereka adalah para pemimpin kita, wakil kita. Mereka itu adalah dari rakyat, dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk rakyat.
Maka rakyat yang terpilih seharusnya bersikap ADIL dalam mengelola kekayaan negara ini. Sebaliknya rakyat pemilih juga bersikap ADIL. Masing-masing kita melakukan kewajiban dan berhak menerima sesuatu sesuai hak (Keadilan).
- Persatuan
Pertanyaannya, mengapa kita harus adil? Jawabannya adalah, satu, kita adil karena kita satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa (Persatuan kebangsaan). Dua, kita adil karena kita adalah sesama manusia, Meskipun orang lain punya bangsa, tanah air dan bahasa sendiri, tetapi kita bersatu sebagai sesama manusia (Persatuan kemanusiaan).
Tiga, kita adil karena kita sama berharga di mata Allah, karena kita percaya Allah yang Maha Esa (Persatuan keimanan). Kata utama yang kedua dari Pancasila adalah Persatuan.
Baca Juga : Bersama Membangun Bangsa (Refleksi Hari Kemerdekaan Indonesia)
Pengalaman merebut kemerdekaan dari penjajahan juga menyadarkan kita bahwa hanya dengan persatuan sebagai sebuah bangsa, kita dapat mengusir penjajah, (Kebangsaan).
- Ketuhanan
Hanya dengan semangat dan kekuatan bambu runcing, belum tentu kita dapat mengusir penjajah. Pemboman Nagasaki dan Hirosima, merupakan campur tangan Tuhan dalam perjuangan kemerdekaan kita. Peristiwa itu membuat Jepang menyerah kalah tanpa syarat dan kita bisa menggunakan momentumnya untuk memproklamirkan kemerdekaan (Ketuhanan).
Pembukaan UUD 1945, alinea ke-3, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Baca Juga : Merdeka Belajar Adalah Kemerdekaan Berpikir
Penjajah sudah mengeruk harta kekayaan kita berabad-abad lamanya, rakyat kita dibuat miskin, menderita dan sengsara beratus-ratus tahun, telah membangkitkan harapan bahwa setelah merdeka kita bisa hidup damai dan sejahtera.
Itu tujuan Pancasila. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Untuk mencapai tujuan itu, kita mengandalkan campur tangan Tuhan, seperti saat kita merebut kemerdekaan sebelumnya.
- Kunci Indonesia Maju
Tema 75 tahun Indonesia merdeka tahun ini adalah “Indonesia Maju”. Indonesia Maju, selalu didengungkan bapak Jokowi bersama kabinetnya. Untuk menjawab gagasan bapak Jokowi tentang “Indonesia Maju”, kita harus menjalankan lima sila secara murni dan konsekuen : Keadilan, Kerakyatan, Persatuan, Kemanusiaan, dan Ketuhanan.
Kalau kelima sila itu diperas lagi menjadi Trisila, maka 3 dasarnya itu adalah, Keadilan, Persatuan, dan Ketuhanan. Bersikap adil dan mau Bersatu, serta selalu mengandalkan Tuhan. Kalau tiga sila diperas menjadi Ekasila, maka sila itu adalah Keadilan.
Bersikaplah adil. Berikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya demikian juga kepada Allah, apa yang menjadi hak Allah.
Indonesia adil sejahtera barangkali masih terlalu jauh, tetapi Indonesia maju, sangat mungkin dan terukur. Mari kita bangun negeri ini dengan sikap adil, kita bangun dalam semangat persatuan dan selalu mengandalkan Tuhan.
Musuh Negara adalah yang tidak bersikap adil dalam mengelola Negara dan yang suka mencabik cabik persatuan dan kesatuan serta suka membeda-bedakan Tuhan.
Foto : kompas.com
[…] Baca Juga : Pancasila Dan 75 TAHUN Indonesia Merdeka […]
[…] Baca Juga : Pancasila Dan 75 TAHUN Indonesia Merdeka […]