Depoedu.com – Semua orang tua menginginkan anaknya menjadi orang terdidik. Itulah yang membuat semua orang tua, apapun kondisi ekonominya, berjuang untuk menyekolahkan anaknya. Ada skema pendidikan dasar, yang di Indonesia berlangsung selama 9 tahun.
Kini 9 tahun ternyata tidak lagi cukup. Orang perlu 12 tahun sekolah, bahkan ditambah 4 tahun di universitas. Tahun-tahun pendidikan ini ternyata tidak otomatis membuat para murid menjadi lebih terdidik.
Ini terjadi karena skema penyekolahan ini ditempuh ketika seorang sedang tumbuh dari masa anak-anak hingga remaja. Pada usia remaja orang terhalang untuk sungguh-sungguh menjadi terdidik.
Mengapa demikian? Karena pengalaman membuktikan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menjadi sungguh terdidik, jika belum ada kematangan dan kedewasaan secara psikis.
Baca Juga : Guru Pembelajar Sepanjang Hayat
Hanya melalui kesediaan menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan orang dewasa, seseorang menjadi lebih matang, dan kematangan tersebut dapat membuat orang menjadi lebih siap dididik dan terdidik. Peletakan dasar untuk menjadi terdidik dilakukan melalui persekolahan.
Pada sisi lain, pendidikan adalah suatu proses sepanjang hayat di mana penyekolahan hanya satu bagian yang kecil tetapi perlu dan penting. Penyekolahan dengan jenjang-jenjangnya harus saling berkesinambungan. Masing-masing akan berakhir, tetapi belajar harus terus dilakukan dan terus berjalan.
Ini terjadi karena tujuan akhir dari proses pendidikan adalah membantu orang untuk menjadi orang-orang terdidik. Penyekolahan adalah tahap persiapan. Oleh karena itu, penyekolahan harus bertujuan membentuk kebiasaan belajar untuk meneruskan upaya belajar sepanjang hayat.
Dengan menyelesaikan penyekolahan bahkan hingga universitas, itu berarti pendidikan sudah dimulai tetapi belum dituntaskan. Penyekolahan bahkan hingga ke universitas pun, jika tidak berhasil membuat para murid memiliki kebiasaan belajar sepanjang hayat, maka penyekolahan itu telah gagal.
Bagaimana dengan sekolah kita?
Dalam waktu hampir empat dekade pengajaran di sekolah-sekolah kita tidak menanamkan keterampilan belajar pada para murid. Guru tidak merangsang dan menantang para murid untuk berpikir dalam proses belajar. Kesenangan membaca dan minat menjelajah dunia ilmu pengetahuan tidak didorong secara serius dan berkesinambungan.
Ini terjadi karena sistem ujian yang berorientasi pada penguasaan konten, itupun pada domain tingkat rendah. Praktek ini menyebabkan murid tidak menganggap belajar dengan proses yang benar sebagai proses yang penting.
Sebagai efeknya, para murid kemudian tidak menguasai keterampilan belajar, kemampuan berpikir tidak berkembang, kegemaran membaca tidak menjadi habit.
Ini menggambarkan kegagalan sekolah-sekolah kita secara fundamental. Tujuan penyekolahan menjadi arena membantu murid untuk menjadi pribadi yang terdidik, tidak tercapai.
Baca Juga : Apa Isi Rekomendasi KPAI Terkait Aduan Home Learning Yang Diterima Oleh KPAI?
Padahal tuntutan real kehidupan yang kemudian mereka hadapi adalah keharusan untuk terus belajar. Mengapa? Karena semua aspek yang mempengaruhi kehidupannya juga terus berkembang, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Inilah yang membuat kita ikut medorong agar terjadi perubahan dalam praktek pendidikan dan pengajaran kita. Maka paket kebijakan merdeka belajar yang didorong oleh Kementerian Pendidikan, yang salah satunya adalah menghentikan ujian nasional, kita sambut gembira.
Mudah-mudahan pada era sekolah tanpa ujian nasional, pengajaran guru menghantarkan murid untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Praktek ini akan membuat murid menguasai keterampilan belajar, melatih murid untuk berpikir, dan menumbuhkan habit membaca.
Ini mengembalikan sekolah pada fitrahnya, menyiapkan murid untuk belajar sepanjang hayat. Ini adalah cara untuk sungguh-sungguh menyiapkan murid menjadi terdidik, yang menjadi fitrah sekolah.
Foto : rijal09.com
[…] Baca Juga : Mengapa Sekolah Kita Perlu Kembali Ke Fitrahnya? […]
[…] Baca Juga : Mengapa Sekolah Kita Perlu Kembali Ke Fitrahnya? […]
[…] Baca Juga: Mengapa Sekolah Kita Perlu Kembali Ke Fitrahnya? […]