Percaya Pada Talenta

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Secara etimologis kata talenta berasal dari budaya Timur Tengah dua abad yang silam. Talenta merupakan satuan mata uang , satu talenta setara dengan 3000 dinar. Sedangkan satu dinar merupakan upah kerja seorang pekerja dalam satu hari. Jika dipadankan dengan keadaan sekarang, anggaplah di Indonesia upah rata-rata kerja sehari Rp 100.000. Satu talenta nilainya = 3000 dinar, jadi 3000 x rp 100.000 = Rp 300.000.000.

Kata talenta ini mulai mendapat makna baru ketika digunakan dalam perumpamaan yang diungkapkan Yesus (Nabi Isa A.S.) dalam Al Kitab Perjanjian Baru. Perumpamaan ini menyampaikan kepada kita bahwa setiap orang secara inhern (dari sononya) sudah dibekali ‘karunia’ yang tak ternilai harganya. Karunia itu diberikan secara gratis (minimal tiga ratus juta rupiah). Tugas setiap manusia adalah mengembangkan bagaimana agar harta ini tidak sia-sia dan pada saatnya nanti bisa dipersembahkan kepada Sang Maha Pemberi.

Dari contoh perumpamaan di atas, talenta semestinya dipahami sebagai seluruh potensi yang sudah tertanam pada setiap orang secara unik. Talenta semestinya dipahami sebagai sesuatu yang positif yang pada setiap orang sudah ada sebagai bawaan. Dalam istilah pendidikan sekarang disebutnya kecerdasan entah yang bersifat intelektual (IQ), emosional (EQ), maupun spiritual (SQ).

Saya percaya bahwa tidak ada orang yang tidak punya keahlian atau bakat dalam dirinya. Setiap orang sudah diperlengkapi dengan semua kemampuan atau bakat yang sekiranya akan dibutuhkan olehnya untuk meraih prestasi puncak dalam hidup seturut dengan rencana Tuhan untuk setiap kehidupan kita. Seringkali banyak orang berkata bahwa mereka tidak memiliki bakat atau keahlian. Seringkali pula ada orang-orang yang merasa dia tidak sebaik orang lain dalam suatu bidang tertentu. Secara pribadi, saya tidak percaya pada pernyataan yang pertama bahwa seseorang tidak memiliki bakat. Memang setiap dari kita diciptakan unik sesuai dengan rencana-Nya dalam hidup kita. Sang Pencipta telah melengkapi kita dengan semua talenta yang akan kita butuhkan untuk hidup. Kenyataannya memang ada orang yang lebih berbakat dalam bidang tertentu dibandingkan kita.

Kebenarannya adalah bahwa setiap orang dianugrahi oleh Tuhan dengan karunia secara unik. Keyakinan ini akan menuntun kita pada sikap saling menghargai kemampuan atau potensi yang dimiliki seseorang. Namun, yang menjadi masalah utama bukanlah apakah kita lebih berbakat dalam bidang tertentu dibandingkan orang lain atau kita kalah berbakat dibandingkan orang lain dalam bidang yang lain. Masalah yang paling utama yang perlu kita renungkan adalah : Sudahkah kita semua mengembangkan atau memaksimalkan semua talenta yang sudah Sang Pencipta beri ?

Sebagai orang tua dan juga pendidik, saya semakin tergerak dan sekaligus terus diingatkan untuk memotivasi generasi-generasi muda untuk terus mengembangkan diri. Saya sudah memulainya dengan memotivasi anak-anak saya di rumah, lalu juga para kawula muda yang menajdi anak didik saya baik di sekolah, bimbingan belajar, atau di gereja. Saya benar-benar ingin melihat mereka mencapai potensi terpenuh yang ada dalam diri mereka. Saya ingin melihat mereka jadi orang-orang hebat di lingkungannya.

Berawal dari kesadaran bahwa mengembangkan talenta adalah suatu tanggung jawab lain yang berikan Sang Pencipta pada kita, maka sebagai orang tua dan sekaligus pendidik, saya juga memotivasi orang tua lain untuk bersama-sama memberikan semangat kepada putri-putranya untuk juga semampu mungkin mengembangkan talentanya.

Namun, bagi orang tua atau para pendidik dan pembimbing hendaknya menghindari pemaksaan kehendak untuk menanamkan sebanyak mungkin kemampuan kepada anak-anak menurut ukuran orang dewasa. Talenta setiap orang berbeda-beda, tidak bisa diukur dengan cara yang seragam. Keyakinan ini juga memotivasi kita untuk terus berupaya mengembangkan diri dan juga mendukung anak-anak mengembangkan diri mereka sesuai dengan talenta yang dimilikinya.

Anak-anak adalah seperti yang Khalil Gibran katakan bagai anak panah yang siap dibidikkan dengan bebas, mereka adalah pribadi yang bebas. Kita, orang tua bertugas membawa mereka untuk menjadi pribadi yang dewasa dalam kebebasan mereka. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan talenta mereka seoptimal mungkin. Kita berusaha, selebihnya biarlah Sang Pencipta yang berkreasi memenuhi rancangan-Nya pada hidup anak-anak kita. (Foto:ireneayu.wordpress.com)

 * Sebuah catatan setelah membaca buku Mendidik dengan Hati karya Paul Subiyanto

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments