Depoedu.com – Revolusi Industri 4.0 menyebabkan sangat banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Ini memungkinkan kita untuk hidup dalam dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia maya.
Apabila dulu kedua dunia itu terlihat seperti dua dunia yang sungguh-sungguh terpisah, maka dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kini kedua dunia itu sudah semakin terjembatani. Apa yang terjadi di dunia maya, akan berdampak konkrit dalam dunia nyata kita.
Tapi, segala sesuatu, termasuk teknologi, selain ada dampak positifnya, pasti juga ada dampak negatifnya. Berkat teknologi, cukup dengan menekan tombol telepon genggam, banyak aspek kehidupan kita dipermudah.
Tapi berkat teknologi pula, cukup dengan menekan tombol telepon genggam, kita juga bisa menjadi sasaran kejahatan. Dan di situlah letak kengerian dari kejahatan milenial, yang mampu menjangkau kita, bahkan saat kita bersantai dan merasa aman berada di dalam rumah.
Seperti halnya banyak orang lain di era digital ini, saya juga mempunyai beberapa akun sosial media. Salah satu sosial media yang saya gunakan adalah LinkedIn, yang diperuntukkan bagi kaum profesional.
Dulu saya beranggapan bahwa LinkedIn adalah sosial media yang eksklusif, terbebas dari berbagai foto selfie yang narsistik, serta menjadi wahana untuk melakukan promosi ataupun diskusi secara profesional.
Tapi ternyata kesan itu perlahan-lahan mulai luruh, karena saya lihat ada beberapa konten atau komentar di LinkedIn yang terlihat kurang pas dengan imej LinkedIn itu sendiri.
Baca Juga: Enam Bidang Teknologi Baru yang Akan Mempengaruhi Karier di Era Revolusi Industri 4.0
Ditambah lagi dengan pengalaman aneh yang baru-baru ini saya alami, yaitu bertemu hantu milenial, yang menyamar sebagai agen perekrut tenaga kerja di LinkedIn.
Awal kejadiannya adalah saat saya tiba-tiba dikontak seseorang via LinkedIn, yang memperkenalkan dirinya sebagai Ahmed Aljariri, salah satu petinggi di perusahaan minyak ENOC dari Uni Emirat Arab.
Orang itu mengatakan bahwa perusahaannya sedang menjadi sponsor untuk program pendidikan di negaranya, dan ia ingin memastikan bahwa program itu dijalankan oleh orang-orang yang punya idealisme tinggi.
Itulah sebabnya ia ikut mengecek profil beberapa orang di LindkedIn, untuk mencari orang-orang yang punya idealisme tinggi, untuk berpartisipasi dalam program pendidikan yang disponsori perusahaannya.
Saya sempat terpukau dengan pesan itu, dan berpikir, “Wah, masak sih orang sepenting dia kok mau kontak saya secara langsung?”.
Lalu saya lihat dia punya satu shared connection dengan saya, dan kebetulan shared connection itu adalah orang yang saya tahu pasti memang benar ada sosok nyatanya, bukan manusia fiktif.
Saya juga tahu bahwa shared connection saya itu adalah orang yang punya idealisme tinggi terhadap permasalahan di dunia pendidikan. Maka saya bertanya tentang sosok ‘Ahmed Aljariri’ ini kepadanya.
Shared connection saya berkata bahwa dia tidak kenal dengan Ahmed, dan dia baru diajak berteman via LinkedIn beberapa hari sebelumnya, dan dia juga ditawari untuk berpartisipasi di program yang sama, tapi dia tidak berminat untuk tinggal dan bekerja di kawasan Timur Tengah.
Saya merasa penasaran, karena walau sudah beberapa kali mendengar tentang berbagai modus penipuan online, tapi biasanya itu terjadi di sosial media semacam Facebook atau situs shopping. Maka saya memutuskan untuk mencoba mengikuti penawaran ini untuk melihat bagaimana kelanjutannya. Saya pikir toh selama saya tidak mau keluar uang, maka saya tidak ada kerugian apapun juga.
Maka saya bertanya pada orang itu, apabila saya tertarik untuk berpartisipasi dalam program itu, apa yang harus saya lakukan. Orang itu kemudian memberi saya alamat email freshspring@worker.com dan menyuruh saya mengirim email ke sana.
Saat saya bertanya tentang website nya, orang itu mengatakan bahwa freshspring workers adalah agensi yang khusus dikontrak perusahaannya untuk rekruitmen pegawai, sehingga memang tidak ada websitenya.
Saya pikir kok aneh dan misterius sekali, tapi karena penasaran, saya iseng-iseng mengirim email ke alamat itu, dengan tembusan ke alamat gracier.group@yandex.com sesuai yang diinstruksikan.
Kemudian saya mengecek profil ENOC di LinkedIn, dan ada tulisan bahwa Ahmed Aljariri bekerja di situ. Followers akun itu juga banyak, dan penampilan akun itu terlihat sangat profesional.
Keesokan harinya saya mendapat balasan dari email yang saya kirim, yang meminta saya untuk menjawab sepuluh pertanyaan yang pada dasarnya terkait pekerjaan dan penanganan masalah pekerjaan.
Demikianlah terjadi beberapa kali korespondensi antara saya dan alamat email itu, dan saya menunggu kapan akan ada proses interview melalui video call sehingga saya bisa melihat orang yang berkorespondensi dengan saya.
Saat itu saya mulai bercerita pada anak-anak saya, karena sebagai orangtua generasi milenial terkadang saya merasa was-was saat melihat mereka duduk manis dan fokus pada gawainya, karena saya tidak selalu tahu apa yang sedang mereka lakukan dan dengan siapa mereka sedang berinteraksi.
Saya berharap bahwa apa pun yang terjadi dalam petualangan online saya ini bisa menjadi pembelajaran nyata bagi mereka.
Ternyata tanpa proses interview melalui video call, saya dinyatakan lolos seleksi dan saya memperoleh surat kontrak kerja yang dikirim melalui email. Surat kontrak itu diketik di atas kertas berkop ENOC dengan bahasa hukum yang formal dan berisi rincian gaji serta tunjangan-tunjangan lain yang menggiurkan.
Sepertinya surat itu sengaja dibuat dengan bahasa yang berbelit-belit, supaya tidak mudah dipahami orang awam.
Kemudian saya diminta mengontak infovanburenxx@gmail.com untuk mendapat informasi lebih lanjut, karena saya harus membayar sejumlah uang untuk memproses pengurusan dokumen kerja saya.
Di sinilah saya tidak mau lagi mengikuti intruksi mereka, karena sudah melibatkan permintaan sejumlah uang.
Tapi ada satu hal yang masih membuat saya bertanya-tanya, karena sebagai orang yang tidak terlalu melek teknologi, saya merasa bingung dengan akun ENOC di LinkedIn yang terlihat profesional dan punya banyak followers itu.
Baca Juga: Pendidikan Nasional dan Revolusi Industri 4.0
Maka saya mengontak beberapa teman yang lebih paham teknologi, dan bertanya tentang pendapat mereka terkait akun di LinkedIn yang sudah saya screenshot itu. Dari mereka saya baru tahu bahwa ternyata ada bisnis penjualan followers di dunia maya, dan bahwa memalsukan website dan sebagainya adalah hal yang mudah dilakukan di jaman now.
Saya juga berdiskusi dengan tetangga saya, seorang wanita Amerika, tentang pengalamannya saat pertama kali datang ke Indonesia untuk bekerja. Dia berkata bahwa walaupun mayoritas komunikasi dilakukan secara online, tapi dia pernah bertemu satu kali dengan perekrutnya, dan segala biaya termasuk biaya pengurusan dokumen kerjanya ditanggung oleh perekrutnya.
Malamnya, saya dikontak lagi oleh orang itu, untuk menanyakan apakah saya sudah mengikuti instruksinya untuk mengontak alamat email infovanburenxx@gmail.com untuk membahas mengenai pembayaran uang pengurusan dokumen kerja saya.
Saya katakan pada orang itu bahwa saya sudah membaca kontrak kerja saya, dan ada satu bagian yang menyatakan bahwa saya akan menerima gaji dua bulan kerja sekaligus bahkan sebelum saya mulai kerja. Jadi, kalau ada biaya apapun juga ambil saja dari gaji dua bulan yang dibayar di awal itu.
Orang itu terkesan jengkel dengan jawaban saya, dan berkata bahwa gaji dua bulan itu baru bisa dicairkan setelah dokumen kerja saya dibereskan. Maka saya berkata bahwa saya tidak punya uang, dan tidak bisa bayar.
Orang itu berusaha mengiming-imingi saya dengan berbagai fasilitas wah yang bisa saya nikmati jika bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di program yang disponsori perusahaannya, dan bahwa saya akan menyesal kalau kehilangan kesempatan bekerja di sana. Saya diam saja, tidak bereaksi.
Beberapa jam kemudian dia mengontak saya lagi dan mengatakan bahwa dia sudah mengontak alamat email infovanburenxx@gmail.com untuk membantu saya, sehingga saya mendapat keringanan biaya pengurusan dokumen kerja sebanyak 50%.
Tapi saya katakan pada orang itu bahwa saya tidak mau dan tidak akan pernah mau membayar biaya apa pun juga, dan tidak apa-apa saya kehilangan kesempatan bekerja di ENOC, anggap saja itu bukan rejeki saya.
Keesokan harinya saat saya cek akun yang mengontak saya itu, ternyata akun itu sudah lenyap tak berbekas. Saya tunjukkan itu pada anak-anak saya, dan berharap bahwa mereka bisa memaknainya sebagai suatu pembelajaran nyata, bahwa di era digital ini, ada hantu milenial yang bisa menjangkau kita bahkan saat kita duduk manis di rumah.
Sebagai orangtua, saya berharap anak-anak saya bisa lebih bijaksana dan berhati-hati saat mengembara di dunia maya, yang tetap memerlukan kewaspadaan kita, seperti halnya saat kita berjalan-jalan di dunia nyata.
[…] Baca Juga: Pengalaman Bertemu Hantu Milenial di LinkedIn […]