12 Hambatan Komunikasi Orang Tua – Anak

Family Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Banyak orangtua mengeluh komunikasi dengan anak mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika tidak ditanya mereka enggan bercerita. Kalaupun bersedia biasanya mereka hanya mengungkapkan hal-hal di luar dirinya. Kenyataan seperti ini tentu jauh dari harapan kita sebagai orangtua. Keinginan untuk bisa dekat dengan anak selalu ada dalam hati kita yang terdalam. Hanlie Mulyani, M.Psi menyampaikan setidaknya  terdapat 12 roadblocks (penghambat komunikasi) yang sering tanpa sadar dilakukan orangtua saat berkomunikasi dengan anaknya. Harapan kami dengan berbagi informasi bisa menjadi pencerahan bagi kita semua.

  1. Memerintah, Mengarahkan.

Daripada memerintah atau mengarahkan untuk melakukan sesuatu, lebih efektif jika orangtua mendengar luapan emosi si anak dengan penuh empati sambil mengucapkan kalimat- kalimat yang menunjukkan pengertian. Situasi akan sangat berbeda bila orangtua memberikan respon seperti ini.

  1. Mengancam, Memperingatkan.

Roadblock ini adalah favorit orangtua pada umumnya dan seringkali dijadikan senjata saat berkomunikasi dengan anak. Roadblock ini terbentuk karena kelalaian kita untuk berubah. Kita lupa “anak kita bertumbuh makin dewasa”. Di usia balita melarang dengan tegas adalah cara terbaik untuk menghindarkan mereka dari bahaya yang tidak mereka sadari. Namun seiring bertambahnya kecerdasan dan pemahaman anak, peringatan yang kita berikan justru berubah menjadi penghalang komunikasi. Dalam hal ini anak akan merasa dipojokkan dan menjadi loser.

  1. Mendesak, Memberi Khotbah.

Sebagai orangtua kita tentu ingin agar anak kita tampil sebagai anak yang dinilai baik, sopan, pandai. Intinya sanggup menjaga nama baik keluarga. Karenanya, di dalam keseharian kita, hal-hal yang bernilai moral baik kita selalu ajarkan dan ulangi. Sangat disayangkan disaat ”anak ingin didengarkan dan dimengerti emosinya” justru tindakan memberi khotbah yang orangtua berikan. Hal ini bukannya berdampak positif tetapi malah menjadi penghalang komunikasi. Hubungan orangtua dan anak adalah sebuah hubungan yang unik.

  1. Menasehati, Memberi Penyelesaian atau Saran.

Kecenderungan budaya timur adalah menempatkan orang yang lebih tua di posisi yang lebih terhormat. Persepsi bahwa yang muda harus patuh pada yang tua sangat kental, karena dianggap lebih kaya pengalaman. Tetapi kenyataannya banyak orangtua yang tidak belajar dari pengalaman hidupnya. Bertambahnya pengalaman tidak diiringi dengan bertumbuhnya kematangan. Sehingga kebijakanpun tidak melekat pada sebagian besar orangtua. Roadblock seperti ini bisa terjadi karena terlalu cepatnya orangtua memberi nasehat dan solusi pada anaknya. Tujuan lain supaya si anak segera mendapat jawaban dan penyelesaian akan masalahnya. Tetapi kita lupa kalau “anak sebenarnya perlu diajarkan untuk memecahkan sendiri masalahnya”. Alangkah lebih baik kita sebagai orangtua lebih dulu bertanya, mendengarkan dan memahami pasti segalanya  akan berbeda.

  1. Memberi Kuliah, Mengajari, Memberi Alasan-Alasan Logis.

Roadblock  ini merupakan wujud dari usaha kita mempengaruhi anak dengan fakta, kontras argumen, logika, informasi atau pendapat pribadi. Crossroads, tidak pernah dalam hidup ini kita bebas dari persimpangan jalan. Salah satu yang sering terjadi adalah saat harus menentukan akan melanjutkan kuliah dimana. Idealnya anak  belajar di jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Namun “kebanyakan anak tidak mengerti apa yang diinginkannya” dan mereka kuliah hanya mengikuti arahan dan atau hanya demi menyenangkan orangtua. Terpenting adalah membawa pulang gelar sehingga tidak dicap sebagai anak yang tidak tahu membalas budi orangtua. Padahal penentu sukses tidaknya anak di dunia kerja adalah gabungan passion dan profesionalisme.

  1. Mencemooh, Membuat Malu.

           “Dasar anak malas”.

           “Begitu saja kok tidak bisa”.

           “Baiklah anak manis”.

Kalimat diatas adalah contoh dari roadblock ini. Membuat anak merasa bodoh, malu, bahkan menggolongkan anak ke dalam suatu kategori. Pada hal kalau kita mau sabar sedikit saja menghadapi anak-anak maka kita dapat memilih alternatif kalimat yang  tidak menjatuhkan, dan membuat perbedaan besar pada diri anak kita.

  1. Membuat Interpretasi, Analisis, Diagnosis.

Merasa lebih tahu pikiran dan perasaan anak, mendorong kita sering mengatakan pada anak apa yang menjadi motivasinya. Tidak berhenti disini kitapun dengan cepat akan menganalisa mengapa dia melakukan atau mengatakan sesuatu. Lalu memberitahu kalau kita melakukan diagnosis tentang dirinya.

Contohnya:

–   “Kamu sebenarnya tidak mau melakukan itu”.

–   “Kamu merasa seperti itu karena kamu tidak menyelesaikan dengan baik pekerjaanmu di

       sekolah”.

–   “Kamu ngomong seperti itu untuk membujuk mama kan?”.

Anak akhirnya akan merasa lelah karena seakan-akan dicurigai dan tidak dipercaya. Tidak heran mereka dengan cepat menutup komunikasi, bahkan cenderung menghindar dari percakapan yang menurutnya hanya akan membuatnya diperlakukan sebagai objek analisis.

  1. Meyakinkan, Memberi Simpati, Menghibur, Mendorong.

Melihat anak kita pulang dengan wajah sedih, tentu secara naturally kita ingin membantunya lepas dari perasaan tidak nyamannya. Kita akan berusaha membuatnya senang plus memberinya dorongan. Tetapi anak yang sedang merasa sedih ”sebenarnya membutuhkan penerimaan” terlebih dahulu. Emosi yang masih memenuhi hati dan kepala tidak bisa begitu saja diabaikan. Satu-satunya cara adalah dengan memberinya kesempatan untuk bercerita, mengeluarkannya agar kelegaan memenuhinya. Dan akhirnya akal sehatnya akan kembali mengambil kendali.

  1. Menyelidiki, Mengusut.

“Terlalu sedikit informasi”. Itu yang biasanya kita alami saat anak sedih atau marah karena suatu hal. Padahal kita ingin sekali membantunya menyelesaikan masalah. Hanya saja kita tidak dapat menolong bila kita tidak tahu apa-apa. Langkah yang paling realistis adalah mencoba mendapat informasi dengan beberapa pertanyaan. Lalu tanpa disadari dengan cepat kita akan mendominasi percakapan.  Sedangkan anak akan semakin irit bicara, sebelum anak akan menutup diri sama sekali. Menyisakan kekecewaan, kekesalan pada kita yang sudah bersusah payah menunjukkan niat baik untuk membantunya.

  1. Percakapan Investigasi.

Inilah roadblock yang menunjukkan siapa yang tidak suka berada dalam percakapan beraroma investigasi. ”Anak merasa seperti tersangka”. Seakan tidak ada space memadai untuk sedikit saja memenangkan diri. Andaikan kita mampu mengendalikan diri dan memberi ruang agar anak-anak perlahan menceritakan masalahnya , maka kita akan terkejut melihat keterbukaan yang mereka tunjukkan.

  1. Menghindar, Mengalihkan Perhatian, Menertawakan, Membelokkan.

            “Bullying” di media sosial sedang menjadi trend (negatif) yang memprihatinkan. Saat anak dibully karena komentar tidak sopannya di twitter miliknya, biasanya orangtua hanyalah berusaha menjauhkan anak dari masalah, menarik anak dari persoalan, mengalihkan perhatian, dan mengesampingkan masalah. Padahal bullying di media sosial sangat serius. ”Harus dicari solusi dan penyelesaiannya”. Kalau tidak bullying akan merembet ke bullying di realita sehari-hari, dan membuat si anak semakin tertekan. Dengan mencoba mendengar keluhan serta melontarkan ide meminta maaf, maka orangtua telah memberi inspirasi tentang cara menyelesaikan masalah yang sebenarnya disebabkan oleh kecerobohan dirinya. Ketika orangtua mengalihkan pembicaraan dimana anak sedang membicarakan masalahnya, meskipun untuk tujuan yang baik, namun sesungguhnya pada saat itu anak merasa tidak didengarkan, tidak dipahami, dan merasa masalahnya tidak dianggap penting, atau disepelekan orangtuanya.

  1. Menilai, Mengkritik, Tidak setuju, Menyalahkan.

Orang tua kerapkali mengkritik, tidak setuju atau menyalahkan pandangan, pilihan, komentar anak tentang hal tertentu. Situasi seperti ini membuat anak menjadi apatis dan menutup diri karena apapun yang ia sampaikan selalu dikritisi oleh orang tua. Akhirnya komunikasi dua arah tidak terjadi. (Oleh: F. Prasongko / Foto: blogmodel.com).  

5 2 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
5 Comments
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
Senuken
Senuken
5 years ago

Satu Kondisi yg selama ini sepertinya kurang menjadi perhatian para pendidik termasuk org tua adalah mendidik anak” tuk mengelolah masalah apapun menjadi energy positif. (Jamaludin Kowa Bala – Guru Sekolah Bina Maju Bangsa / Bent Tree School – Jakarta Utara)

Sipri Peren
5 years ago
Reply to  Senuken

Mengajar dan mendidik itu peristiwa komunikasih, siapapun yg dapat berkemunikasi yg baik ia akan menjadi pendidik dan pengajar yg baik; mengelola masalah apapun menjadi energi positif untuk pertumbuhan anak dididik.

trackback

[…] 12 Hambatan Komunikasi Orang Tua – Anak […]

trackback

[…] Baca Juga: 12 Hambatan Komunikasi Orang Tua – Anak […]

trackback

[…] Baca Juga : 12 Hambatan Komunikasi Orang Tua – Anak […]