Depoedu.com: Apa yang paling kuat di semesta ini? Jika ditanya dengan pertanyaan seperti itu, lantas akan dijawab dengan jawaban yang seperti apa? Apakah uang? Apakah status sosial? Apakah gelar? Apakah otoritas?
Jika ditanya dengan pertanyaan seperti di atas, saya akan menjawab bahwa yang paling kuat di semesta ini adalah takdir.
Mengapa takdir yang paling kuat di semesta ini? Takdir menjadi jawaban tunggal yang paling pasti atas apa yang paling kuat, pun mungkin terbentuk atas repetisi persepsi dari sekian banyak orang.
Hingga kemudian membentuk sebuah stereotipe dan terus mengakar, bahwa jawaban yang paling pasti atas semua keberhasilan dan kegagalan adalah takdir.
Pernahkah teman-teman mendengar ungkapan seperti ini “Yaa, mungkin sudah takdir dirimu untuk tidak diterima bekerja di sana,” “Mungkin sudah menjadi takdir bahwa hidup Anda akan menjadi seperti ini.”
“Ya… mungkin sudah menjadi takdir Anda tidak berjodoh dengan dia.” Takdir seoalah-olah dijadikan alasan atas keberhasilan, pun juga kegagalan.
Baca juga: Seni Mencintai Diri Di Tengah Pandemi Covid-19
Begitulah kenyataannya. Kita hidup dalam budaya yang menuntut kita untuk taat pada persepsi bahwa, segala kegagalan dan keberhasilan, kiranya sudah menjadi takdir untuk kehidupan kita.
Baiklah, begitupula alasan takdir yang terjadi karena repetisi persepsi, saya pun mencoba mereorganisasi pikiran yang saya miliki. Apakah kita harus menuruti takdir atau menciptakan takdir?
Seorang anak yang bercita-cita menjadi seorang pengusaha hebat, akan tetapi setiap hari ia selalu horizontal body di atas kasur dan bermalas-malasan, bermain game sampai lupa waktu. Lupa mandi, lupa makan dan lalai dalam belajar.
Apakah mungkin ketika cita-citanya tidak tercapai, takdirkah yang harus disalahkan? Atau apakah itu sudah menjadi takdirnya?
Baiklah, langsung saja saya menjawab bahwa kitalah yang menciptakan takdir, bukan menuruti takdir. Kalau menuruti takdir, memangnya semua manusia sudah mengetahui jalan hidupnya akan menjadi seperti apa? tentu tidak bukan? Lalu bagaimana dengan menciptakan takdir?
Takdir seseorang biasanya tidak akan lari jauh dari apa yang dipikirkan, apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Oleh karena itu, berpikirlah yang baik-baik. setelah berpikir, ungkapkanlah yang baik-baik. Setelah itu lakukan apa yang diungkapkann itu. Buatlah menjadi komitmen.
Sekecil apapun komitmen itu, lakukan dengan sungguh-sungguh. Setiap hari, setiap saat, terus menerus agar bisa mencapai otomatisasi. Setelah menjadi kebiasaan tentu hal ini kemudian akan memunculkan sikap hingga membentuk karakter.
Setelah menjadi karakter, maka akan mengantarkan kita pada sebuah nasib, yang kita namai dengan takdir.
Oleh karena itu, berpikirlah yang baik, karena dari pikiran akan melahirkan sebuah perkataan. Berkatalah yang baik, karena dari perkataan akan melahirkan sebuah perilaku.
Berperilakulah yang baik, karena perilaku akan mengantarkan kita pada kebiasaan. Biasakanlah yang baik, karena dari kebiasan akan membentuk sikap kita, dan bersikaplah yang baik, karena sikap akan membentuk karakter hingga kemudian mengantarkan kita pada nasib, yang kita jadikan sebagai takdir hidup kita.
Baca juga: Bayang-Bayang, Antara Dulu, “Kini” Dan Kelak
Jadi ketika terjadi kegagalan, jangan salahkan takdir, tapi benahi dulu pikiran, perkataan, dan kebiasan kita. Karena dari semua itu akan membentuk karakter yang mengatarkan kita pada nasib masing-masing, yang kita sebut sebagi takdir hidup.
Jangan salahkan tadir, takdir tidak akan pernah salah. Refleksikan dulu pikiran dan kebiasanan kita masing-masing selama ini. Kalaupun ada yang perlu disalahkan, tentu kita pribadilah yang paling pantas untuk disalahkan.
Terlahir dalam keadaan yang penuh perjuangan tidak akan menjadi masalah, yang akan menjadi masalah adalah meninggalkan semesta dalam keadaan yang menyedihkan. Jadi, buatlah takdrimu sendiri.
Penulis adalah guru pada SMP Kolese Kanisius Jakarta