Depoedu.com – Kemarin saat mengisi webinar online tentang pembelajaran matematika yang bermakna tiba-tiba ada salah satu peserta (kemungkinan penyusup) mengirim spam link webinar pembelajaran matematika yang menyenangkan.
Dia mengirim link berkali-kali dan itu mengganggu jalannya webinar. Sebab saya sering memanfaatkan kolom chat untuk berinteraksi dengan peserta. Spam itu membuat saya kesulitan melakukan tanya jawab dengan peserta.
Moderator kemudian mengingatkan peserta tersebut agar tidak melakukan spam. Tapi masih juga dilakukan. Akhirnya sebagai si bangsat idealis, saya turun tangan. Keluarlah kata-kata mutiara yang tajam, “Jangan mudah percaya dengan orang yang mempromosikan pembelajaran yang menyenangkan.
Kebanyakan malah gak bermanfaat”. Dan benar perkataan itu membuat perasaan si penyusup tergores. Hahaha. Dia langsung menyalakan microphone, “eh bapak jangan fitnah ya. Ini benar ada manfaatnya ya”. Omelannya berikutnya saya gak terlalu dengar. Kemudian microphonenya dimatikan oleh pak moderator.
But, if you know me, you know me. Saya menanggapinya santai saja. Saya sampaikan kalau mau diskusi hayok. Kita adu gagasan saja. Saya pengen tahu sejauh mana pembelajaran matematika yang menyenangkan itu.
Biar sekalian peserta yang lain juga tahu, syukur-syukur sadar. Kalau memang tidak bisa diskusi saat itu ya hayuk, saya sediakan zoomnya. Wong zoom sehari juga cuma 5000 kan. Tapi tidak tanggapan. Kemungkinan dia sudah keluar dari zoom.
Kenapa saya tantang dia untuk mendiskusikan pembelajaran matematika yang menyenangkan? Sebab saya sendiri juga penasaran. Saya benar-benar tidak tahu pembelajaran matematika yang menyenangkan itu seperti apa.
Indikator menyenangkan itu seperti apa. Teori apa yang mendasarinya? Siapa pencetusnya? Sejauh mana kajian akademiknya. Dikira bikin model/metode pembelajaran itu kayak bikin adonan keripik terong. Buat teman-teman yang tahu teori pembelajaran yang menyenangkan boleh kasih tahu saya dong.
Sebab selama ini saya nggak pernah membaca kajian akademiknya. Kebetulan di semester pertama kuliah s3 saya berkesempatan belajar banyak teori dalam belajar, matematika terutamanya. Dari sejak era awal memunculkan psikologi sampai perkembangannya. Teori belajar yang berubah-ubah dari kognitif, ke behaviour, ke kognitif lagi, behaviour lagi dst.
Tapi saya tak pernah menemukan teori pembelajaran yang menyenangkan. Lalu pembelajaran menyenangkan ini teorinya siapa woy?
Bagi saya belajar itu tidak harus menyenangkan. Sebagaimana main game. Apakah anda selalu senang saat main game? Nggak? Ada momen dimana anda dibuat kesulitan, membuat kesalahan, dan melakukan coba-coba.
Itu semua tidak menyenangkan. Perasaan senang muncul ketika anda berhasil menyelesaikan tantangan itu. Belajar pun demikian termasuk matematika. Murid harus merasakan struggling (perjuangan/kesulitan). Seringkali mereka harus dihadapkan dengan kesalahan yang baik disengaja atau tidak. Sebab dari sanalah mereka belajar.
Baca Juga:Bagaimana Guru Matematika Singapura, Sukses Mengajar Mata Pelajaran Matematika?
Menurut neuroscience, yang saya baca di Mathematical mindset dan a Mind for Number, kesulitan dan kesalahan yang dilalui murid ketika belajar matematika adalah kesempatan paling baik agar otak mereka berkembang.
Agar sel-sel otak mereka semakin aktif dan sehat. Anak belajar paling banyak ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan kesulitan itu. Ketika mereka berhasil melalui kesulitan itu, percayalah perasaan senang yang orisinil keluar dengan sendirinya.
Tugas guru bukan seperti badut. Tugas guru itu mendidik bukan menghibur. Badut melakukan segala upaya untuk menghibur orang seperti melucu, membuat mainan-mainan yang atraktif, atau melakukan hal konyol agar diri mereka ditertawakan.
Guru jangan mau seperti badut. Jangan bertujuan menghibur murid. Didiklah mereka sesuai dengan apapun yang diamanahkan ke kalian. Tidak perlu joget-joget. Tidak perlu melakukan hal konyol. Tidak perlu membuat alat-alat atau media yang cuman jadi gimmick.
Jangan mudah percaya dengan tagline pembelajaran yang menyenangkan. Seringkali cuma jualannya para trainer atau motivator yang cuma ahli jual ludah tapi ngajar di kelas saja mereka gak pernah. Cukup tertawakan mereka sebagaimana anda menertawakan badut di acara pesta. Sudah.
Penulis Adalah Guru Matematika dan Founder Matemagis / Foto : pikiran-rakyat.com