Depoedu.com-Bagi para akademisi pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah kurikulum. Di Indonesia sendiri ada beberapa kurikulum yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan, diantaranya adalah kurikulum 1947, kurikulum 1994, kurikulum 2006, hingga kurikulum 2013.
Namun apakah sebenarnya kurikulum itu? Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin “curir” yang berarti palri dan “curere” yang berarti tempat berpacu. Sehingga kurikulum dapat diartikan sebagai trek atau lajur yang harus diikuti seseorang untuk mencapai tujuannya.
Pengertian kurikulum juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 19 yaitu: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2022 ini akan menambah jangkauan penerapan kurikulum, yang diklaim sebagai kurikulum paradigma baru, yang selanjutnya dijuluki Kurikulum Prototipe.
Kurikulum ini sudah diterapkan secara terbatas pada kelas tertentu di sekitar 2.500 satuan pendidikan (sekolah penggerak) mulai dari jenjang pendidikan dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), hingga sekolah menengah atas (SMA) serta sekolah menengah kejuruan pusat keunggulan (SMK-PK).
Kurikulum Prototipe disebutkan bukanlah kurikulum baru sebagaimana ‘dituduhkan selama ini’. Sebaliknya, Kurikulum Prototipe ini, menurut Kemendikbudristek, hanyalah merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2013 yang sampai saat ini masih tetap berlaku dan dapat digunakan.
Baca Juga : Membumikan Tajuk Kesehatan Mental Melalui Media Sosial
Kurikulum Prototipe pada 2022 hanya akan ditawarkan sebagai alternatif atau pilihan acuan pembelajaran bagi satuan pendidikan yang berminat atau siap. Jadi, bukanlah suatu keharusan atau ‘mandat’.
Dalam kurikulum prototipe, terdapat tiga karakteristik utama. Berikut penjelasannya:
- Pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills)
Keterampilan non-teknis adalah perkembangan kemampuan dengan EQ dan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi para siswa. Pada kurikulum prototipe, tidak hanya diajarkan pada keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang ditekuni siswa saja, tetapi bisa lintas minat.
Pada kurikulum prototipe, siswa Sekolah Dasar (SD) paling tidak dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Sedangkan siswa SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan tiga kali penilaian proyek. Namun demikian, sekolah tetap diberikan keleluasaan untuk pengembangan program kerja tambahan.
- Berfokus pada materi esensial
Dengan pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi.
Dengan begitu, para siswa atau murid tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut. Materi yang esensial didefinisikan sebagai materi dasar, penting, pokok, yang perlu dipahami atau dikuasai oleh siswa, akan dilihat dari berbagai kacamata praktis.
Sebagian dari kacamata ini adalah kurikulum, standar kompetensi lulusan, dan modus soal ujian sebelum. Selain itu, sudah tidak ada lagi jurusan ilmu sosial (IPS), alam (IPA), dan bahasa di jenjang pendidikan SMA.
Baca Juga : Tiga Karakteristik Utama Kurikulum Prototipe
Siswa juga bebas dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan yang diminatinya. Hal ini didasarkan pada kurikulum prototipe yang mengedepankan pengembangan karakter dan kompetensi esensial siswa.
- Memberikan fleksibilitas bagi guru
Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian.
Penyesuaian tersebut berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik Prinsip fleksibilitas memiliki dua sisi: fleksibel dalam memilih program pendidikan serta fleksibilitas dalam mengembangkan program pengajaran.
Fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik. Apa yang diharapkan dalam kurikulum ideal kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada.
Bisa saja ketidaksesuaian itu ditunjukkan oleh kemampuan guru yang kurang, latar belakang atau kemampuan dasar siswa yang rendah, atau mungkin sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada.
Foto:ainamulyana.com
[…] Baca Juga : Mengenal Lebih Jauh Kurikulum Prototipe […]