Depoedu.com – Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Eva Yuliana mengapresiasi upaya KPK memasifkan pendidikan anti korupsi di tengah masyarakat.
Salah satu yang diapresiasi misalnya penerbitan buku cerita anak tentang kejujuran dan kemandirian, di buku serial KUMBI, dan pembuatan edisi audio-visualnya.
Menurut Eva Yuliana, secara materi dan substansi, buku cerita audio visual dan board game yang dibuat KPK sudah sangat lengkap, namun menurutnya, sosialisasi dan pelaksanaannya belum menyeluruh.
Baca Juga: Menggagas Pendidikan Anti Korupsi Sejak Usia Sekolah
Dalam rangka sosialisasi tersebut, Eva Yuliana lantas mengusulkan agar KPK menggandeng Kemendikbud dan Kemenag, karena dua institusi ini membawahi lembaga pendidikan yang memungkinkan pendidikan dini anti korupsi dapat dilakukan.
Untuk generasi dan angkatan baru, pendidikan dini anti korupsi perlu terus didorong, hingga angkatan tersebut menyelesaikan pendidikannya hingga ke jenjang pendidikan terakhir. Namun pendidikan dini anti korupsi saja tidaklah mencukupi untuk mencegah munculnya perilaku korupsi.
Diperlukan upaya lain di luar upaya pendidikan, agar upaya pendidikan anti korupsi di sekolah lebih efektif mencapai tujuannya. Ini tidak hanya diperlukan, namun bahkan sangat mendesak. Upaya lain tersebut adalah menciptakan dan mendorong iklim keteladanan.
Iklim Keteladanan
Yang saya maksud dengan iklim keteladanan adalah tindakan bertanggung jawab yang dipraktekkan ketika terjadi interaksi dalam kolaborasi antara para tokoh politisi, pelaku bisnis, dan para birokrat, yang berpegang pada integritas masing-masing, dalam upaya mewujudkan tercapainya kesejahteraan bersama.
Dalam berkolaborasi, mereka bertindak jujur, adil, karena menurut mereka, hanya dengan bertindak adil dan jujur, kesejahteraan bersama dapat terwujud. Jika ini dipraktekkan pada semua level, akan tercipta iklim keteladanan.
Baca Juga: Arah Baru Reformasi Pendidikan Kita; Catatan Pendidikan Pada Hari Pendidikan Nasional
Sejarah korupsi di Indonesia terjadi karena kondisi sebaliknya. Secara tidak bertanggung jawab dan dengan sadar, para elit politik, birokrat, dan pelaku bisnis melanggar integritas, berlaku tidak adil dan tidak jujur secara kolaboratif, untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka.
Dengan demikian, jika iklim koruptif yang dominan dalam sebuah masyarakat, maka pengajaran anti korupsi tidak hanya menjadi tidak efektif, tetapi menjadi sangat kontra produktif. Oleh karena itu, mendorong pengajaran anti korupsi tanpa mendorong pembentukan iklim keteladanan adalah tindakan kontra produktif.
Bagaimana Menciptakan Iklim Keteladanan?
Iklim keteladanan tercipta karena para politisi, pelaku bisnis, birokrat, ramai-ramai berlaku adil, bertindak jujur, dan memilih bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan umum, daripada kepentingan pribadi dan golongan mereka.
Ini tidak dapat muncul dengan sendirinya. Di Indonesia, para politisi membutuhkan biaya yang sangat besar untuk meraih jabatan politik tertentu, padahal tidaksemua politisi tersebut punya modal.
Oleh karena itu, bisa terjadi dari awal para politisi berkolaborasi dengan pelaku bisnis yang mempunyai kepentingan tertentu. Korupsi telah terjadi dari awal, bentuknya dapat berupa proyek atau kebijakan yang menguntungkan pelaku bisnis, ketika mereka menduduki jabatan politik tersebut.
Oleh karena itu, biaya politik harus diatur sehingga semua orang yang memiliki potensi intelektual dan kapasitas moral dapat menduduki posisi politik. Di samping tentu saja jangan sampai partai merekrut kader berdasarkan besarnya biaya yang disediakan, bukan kapasitas intelektual dan kapasitas moral kader.
Baca Juga: Pendidikan Karakter Dan Upaya Melawan Perilaku Korupsi
Ini mencegah keterlibatan para businessman untuk mempengaruhi objektivitas para politisi untuk berkolusi. Dan bagi para birokrat, sistim rekrutmen harus berdasarkan kriteria yang profesional, dan negara harus menyediakan gaji yang memadai, agar dengan gaji tersebut mereka dapat hidup sejahtera.
Terakhir, upaya penegakan hukum yang seadil-adilnya dan efektif bagi para pelaku korupsi. Jangan sampai keputusan hakim dapat dibeli, sehingga menghasilkan keputusan yang tidak adil. Oleh karena itu, pengawasan yang baik perlu diterapkan pada para penegak hukum, di samping gaji yang memadai, sesuai dengan besarnya tanggung jawab mereka. Upaya upaya ini diharapkan mencegah para koruptor melancarkan aksinya.
Jika upaya menciptakan iklim keteladanan ini tidak dikerjakan, upaya pendidikan anti korupsi sedini apapun, tidak akan efektif. Karena akan selalu dirusak oleh para koruptor yang adalah elit politik, birokrat dan bisnismen.
Foto: dindik.jatimporv.go.id