Depoedu.com – Sekelompok murid kelas XII SMA 1 Kunto Darussalam, Kabupatan Rokan Hulu, Riau pada hari Sabtu 2 Mei 2020 berkumpul di tanah lapang, hendak melakukan konvoi untuk merayakan kelulusan. Konvoi tersebut bahkan dilakukan sebelum kelulusan mereka diumumkan oleh sekolah.
Mereka juga mencoret-coret pakaian yang mereka pakai dengan berbagai lukisan dan jenis gambar aneka warna, termasuk gambar yang tidak pantas.
Lukisan paling tidak pantas adalah lukisan pada baju seorang siswa dan pada rok seorang siswi. Pada baju bagian depan seorang siswa tersebut tergambar sosok wanita bertelanjang dada yang hanya menggunakan celana dalam.
Sedangkan lukisan yang menonjol lainnya tergambar pada rok seorang siswi bagian belakang berupa gambar yang menyerupai alat kelamin laki-laki.
Kumpulan siswa tersebut kemudian dibubarkan oleh polisi sebelum mereka melakukan konvoi. Sekolah padahal sudah melakukan antisipasi untuk menghindasri aksi coret-coret dan konvoi untuk merayakan kelulusan dengan mengalihkan pengumuman secara online pada malam hari.
Antisipasi tersebut juga berkenaan dengan himbauan Gubernur Riau melalui surat edaran yang sangat jelas melarang aksi coret-coret baju dan berkumpul di tengah pandemi Covid-19. Meskipun kepala sekolah mengakui tidak meneruskan surat edaran tersebut pada orang tua murid.
Mereka kemudian mengabadikan momen ini melalui foto dan video yang kemudian diunggah ke account media sosial mereka. Unggahan tersebut kemudian memantik reaksi dari berbagai kalangan.
Umumnya publik bukan hanya prihatin karena unggahan foto yang mereka unggah tidak pantas namun karena para pelajar ini dipandang tidak mengikuti arahan pemerintah terkait dengan physical distancing dalam rangka menghentikan penularan Covid-19.
Belakangan, setelah menghadapi gelombang reaksi dari netizen dan pemerintah daerah, bahkan kementrian pendidikan, muncul 2 video klarifikasi dari account instagram @hayatunjumainii dan @dhea_intan_27, dua orang peserta aksi tersebut.
Baca Juga: Kasus Live Show Remaja Tuban dan Krisis Lembaga Pendidikan Kita
Intinya mereka menyatakan bahwa aksi tersebut semata-mata untuk merayakan momen kelulusan yang cuma sekali dalam hidup. Namun mereka juga mengakui bahwa tindakan tersebut adalah tindakan yang salah dan meminta maaf atas kesalahan tersebut.
Kita berharap permohonan maaf dari 2 peserta ini mewakili semua murid yang hadir dalam peristiwa pada hari Sabtu 2 Mei 2020 tersebut, sebagai representasi dari hasil belajar dari kesalahan. Jika begitu ini adalah langkah maju yang bagus.
Namun menurut hemat saya, kejadian tersebut tidak hanya menggambarkan kekurangan dalam proses bertumbuh sekelompok remaja, namun juga merepresentasikan kondisi komunitas pendidikan yang lebih besar yang di dalamnya ada orang dewasa.
Artinya bisa jadi dalam peristiwa di SMA 1 Kunto Darussalam tersebut ada andil orang dewasa di dalamnya. Oleh karena itu saya mau mengajak komunitas pendidikan untuk melakukan refleksi melalui bagian tulisan berikutnya.
Menurut saya jika tidak terjadi refleksi dari para pendidik dan pembenahan pada dunia pendidikan kita, kejadian seperti di atas dapat terulang bahkan pada kejadian yang lebih dahsyat dampaknya.
Apa yang perlu dibenahi?
Dua hal yang menonjol dari kasus ini adalah rencana konvoi untuk merayakan kelulusan dan aksi coret-coret baik dengan tulisan dan lukisan. Ini adalah dua ruang untuk tampil, ruang untuk unjuk kebolehan.
Peserta konvoinya hanya sekelompok siswa bukan seluruh siswa angkatan tersebut. Dan saya duga pesertanya bukan tipe siswa yang akademis atau siswa lain yang punya saluran untuk menampilkan diri. Padahal kita tahu bahwa semua remaja butuh ruang untuk menemukan jati diri. Oleh karena itu sejatinya semua remaja butuh ruang untuk tampil.
Sementara diakui atau tidak, sekolah kita sangat akademis. Maka hanya anak-anak dengan kecerdasan akademislah yang memiliki ruang untuk tampil.
Anak dengan kecerdasan lain tidak memiliki ruang untuk tampil. Lukisan pada baju bisa jadi merepresentasikan desakan tampil bagi bakat seni para siswa yang tidak pernah dapat ruang tampil di sekolah.
Saya yakin, jika sekolah dapat lebih menyediakan area bagi pengembangan semua bakat dan beragam kecerdasan, maka kebutuhan untuk tampil dengan sendirinya terpenuhi, sehingga murid tidak lagi menciptakan ruang sendiri seperti pada kasus ini.
Tentu saja masih ada banyak hal lain yang dapat didiskusikan namun cukuplah sampai di sini saja karena pokok ini yang paling relevan dibahas pada kasus ini. Mudah-mudahan artikel ini memicu Eduers untuk melanjutkan diskusi yang lebih konstruktif, untuk pendidikan yang lebih baik. (Foto: jabar.tribunnews.com)
Ga ada otak kaoo… .. Paksa diri.. Bikin diri seolah tinggal negara maju, otak kosong ngomong Bahasa Inggris kosong kao👊
Komen ini terkait apa sih. Terkait artikel yg mana, konteksnya atau penulisnya?
[…] Baca Juga : Mengapa Mereka Merayakan Kelulusan Dengan Gambar Tidak Senonoh?https://www.depoedu.com/2020/05/07/edu-talk/mengapa-mereka-merayakan-kelulusan-dengan-gambar-tidak-s… […]