Depoedu.com – Publik pasti masih ingat kejadian ini, seorang murid SMP PGRI Wringinanom Gresik, Jawa Timur, tak terima ditegur oleh gurunya lantaran merokok di dalam kelas ketika pengajaran tengah berlangsung. Murid tersebut lantas menantang gurunya berkelahi. AA, nama murid tersebut nekat memegang kerah baju dan kepala gurunya. AA pun lantas mengeluarkan kalimat tantangan untuk berkelahi. Nur Khalim, Sang guru, tidak merespon tantangan tersebut.
Kejadian itu direkam dan diunggah di youtube oleh teman-teman AA. Video tersebut kemudian viral dan menuai reaksi dari berbagai kalangan. Selang satu jam setelah diunggah, video itu dibagikan hingga 956 kali. Pada akhirnya, AA, murid kelas XII tersebut memeluk Nur Khalim, dan meminta maaf, menyesali kesalahannya.
Peristiwa lain terjadi di salah satu SMA di Wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Entah apa konteksnya, seorang murid merekam dan berusaha menarik perhatian seorang guru Matematika yang tengah berbicara dengan dua murid lainnya, menggunakan kata-kata kotor dan tidak sopan. Video itu kemudian diunggah oleh account dramaha, yang kemudian viral dan menuai reaksi dari berbagai pihak. Buntutnya, yayasan pengelola sekolah mengeluarkan murid yang berkata-kata kotor tersebut dari sekolah. Murid yang bersangkutan kemudian menyadari kesalahannya, menyesalinya, dan meminta maaf melalui video yang diunggah ke publik.
Kejadian berikutnya terjadi di SMPN 2 Takalar. Entah bagaimana caranya, 5 orang murid SMPN 2 Takalar mendatangi petugas cleaning service, Faisal Daeng Pole, dan mengejeknya. Ia dikatai anjing dan pegawai najis. Kesal dengan umpatan tersebut. Faisal menampar salah seorang murid berinisial I. Murid yang ditampar kemudian pulang, dan mengadukan perlakuan tersebut pada orang tuanya. Selang beberapa saat, orang tua I mendatangi dan memukul korban, serta memerintahkan para murid untuk ikut memukul Faisal. Tindakan pemukulan itu kemudian dilaporkan ke polisi.
Kasus lain terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat. Audry, seorang murid SMP, dikeroyok oleh 3 orang murid SMA. Peristiwa pengeroyokan itu ditonton oleh 9 orang murid SMA. Mereka malah menertawakan dan tidak berupaya untuk melerai pengeroyokan. Mereka adalah teman dari ketiga pelaku.
Awalnya terjadi saling berbalas komentar di media sosial, terkait sepupu korban yang adalah mantan pacar dari pacar salah satu pelaku. Percakapan di media sosial memanas hingga akhirnya pelaku merencanakan penjemputan yang berujung pada penganiayaan terhadap Audry. Kasusnya hingga sekarang masih berlanjut di pengadilan.
Benang Merah
Kejadian pertama dan kejadian kedua agak mirip. Dua-duanya terjadi di kelas. Di sana ada murid lain, dan ada guru sebagai pemegang otoritas di kelas. Pada kasus pertama, pelaku dengan berani menantang guru lantaran guru menggunakan otoritasnya untuk mendisiplinkan pelaku yang merokok di dalam kelas.
Pada kasus kedua, kata-kata tak senonoh si murid ditujukan pada guru, namun tampaknya yang ia lakukan sesunggguhnya adalah untuk menarik perhatian, entah dari murid yang sedang berbicara dengan guru, ataupun dari murid-murid lain di kelas. Dua pelaku ini sedang menunjukkan pada murid-murid lain, betapa mereka berdua berani. Untuk apa? Mungkin kedua pelaku berada di luar kelompok dan berusaha untuk masuk ke dalamnya.
Ini adalah salah satu ciri yang menonjol dari remaja. Pada remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya, merupakan hal yang sangat penting. Mereka berusaha melakukan apapun agar diterima oleh kelompok. Dua remaja yang bertindak nekat dalam dua kejadian di atas bisa jadi pernah menangkap penolakan atau bahkan pernah mengalami penolakan dari kelompok. Mereka berusaha untuk masuk dalam kelompok.
Kejadian ketiga dan keempat menggambarkan ciri lain yang menonjol pada masa remaja. Pada kejadian ketiga, remaja ini datang berlima menemui petugas cleaning service. Remaja yang bermasalah dengan petugas cleaning service hanya satu orang. Empat orang lainnya ikut datang untuk menunjukkan solidaritas dalam pertemanan mereka. Hal yang sama terjadi pada kasus keempat. Yang bermasalah dengan korban satu orang saja, namun yang menganiaya tiga orang, bahkan didampingi sembilan remaja lainnya. Ini adalah tanda solidaritas dalam kelompok mereka.
Jadi, empat kasus yang ditampilkan pada intinya menggambarkan remaja tidak mau berada di luar kelompok. Mereka akan melakukan apapun agar dapat masuk sebagai anggota kelompok. Dan jika telah berada di dalam kelompok, kohesi kelompok mereka sangat kuat, karena ada solidaritas yang tinggi. Sebaliknya, berada di luar kelompok berarti stress, sedih, dan frustrasi.
Namun pengaruh kelompok ini bisa positif, bisa negatif. Penelitian menggambarkan bahwa remaja yang memiliki ikatan yang aman dengan orangtuanya, juga pada tahap perkembangan sebelumnya, cenderung dapat memiliki ikatan yang positif dengan teman sebayanya (Santrock, 2003 : 221).
Kelompok Remaja yang Positif
Empat kasus yang ditampilkan pada awal tulisan ini, oleh mata awam pasti dikategorikan sebagai kasus kenakalan, bahkan pelanggaran hukum. Namun jika dilihat motifnya, kasus-kasus itu terjadi sebagai upaya mereka untuk masuk dalam kelompok, atau upaya untuk terus berada dalam kelompok mereka. Karena pada fase perkembangan ini, peranan kelompok sangat penting. Pentingnya peranan kelompok bagi remaja digambarkan oleh J.W. Santrock (2003 : 220), sebagai berikut.
Pertama, Pada usia remaja, remaja sangat membutuhkan sebaya karena kelompok teman sebaya menyediakan informasi yang paling remaja percayai mengenai dunia di luar keluarga. Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja belajar tentang apakah yang mereka lakukan, apakah lebih baik, sama baiknya, atau bahkan lebih buruk, daripada apa yang dilakukan remaja lain. Menurut Santrock, remaja sulit mempelajari hal ini di rumah, karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda.
Kedua, melalui hubungan dalam kelompok, remaja belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara. Di samping itu, remaja menggali prinsip hidup seperti kejujuran dan keadilan melalui interaksi kelompoknya, di antaranya dengan cara mengatasi penolakan atau ketidaksetujuan dalam relasi dengan teman sebaya. Hubungan yang harmonis dengan teman sebaya pada masa remaja, membentuk kesehatan mental yang positif pada usia dewasa pertengahan. Oleh karena itu, mengutip Sulivan, Santrock menegaskan bahwa hubungan dalam kelompok yang sehat akan terbawa terus, dan berguna membantu menciptakan landasan yang kokoh bagi terciptanya hubungan dalam pernikahan.
Meskipun demikian, bukan cuma dua hal itu yang diperoleh remaja dari kelompoknya. Banyak hal negatif bisa mereka peroleh melalui kelompok, bergantung pada apakah anggotanya merupakan remaja-remaja yang memiliki ikatan yang aman atau tidak aman dengan orang tua mereka sebagaimana ditegaskan Santrock pada bagian sebelumnya. Jika mayoritas anggota kelompok atau anggota kelompok yang dominan tidak memiliki ikatan yang aman dengan orang tua mereka, maka banyak banyak hal negatif dapat terjadi dalam kelompok tersebut.
Di sinilah letak peran lembaga pendidikan, sekolah, dan keluarga, juga lembaga lain terkait remaja, untuk menerima remaja dan kasusnya secara proporsional. Meskipun kelompok yang mereka masuki bisa positif, bisa pula negatif, namun remaja tetap membutuhkan kelompok teman sebaya. Tugas orang dewasa adalah mendampingi agar kelompok mereka menjadi arena pertumbuhan yang mengantar mereka meraih kedewasaan. (Foto: sekarungopini.com)
[…] Ayo Baca Juga: Lebih Mengenal Remaja melalui Beberapa Kasus […]
[…] Baca juga : Lebih Mengenal Remaja Melalui Beberapa Kasus […]