Depoedu.com – “Semester ini nilaimu jeblok lagi. Dengan IP hanya 2,3 semester ini mungkin saya tidak bisa bantu lagi untuk merekomendasikan perpanjangan beasiswamu”.
Kata-kata dosen pembimbing kelasku masih terngiang-ngiang di kepalaku.
Saya tahu pak. Saya sadari itu. Semester kemarin dengan IP 2,8, saya beranikan diri menemui bapak. Memohon direkomendasikan untuk memperoleh beasiswa itu. Padahal syarat minimal IP untuk penerima beasiswa tersebut adalah 3,0. Saya juga janji sama bapak untuk mengejar IP semester ini minimal 3,0. Tapi kenyataannya saya hanya bisa 2,3. Saya tahu ini mengecewakan bapak. Saya sendiri juga kecewa. Rasanya saya sudah berusaha dengan keras. Setiap pertemuan saya ikuti. Setiap tugas saya kerjakan. Kalau tidak mengerti bahan kuliah saya sediahkan waktu khusus untuk minta bimbingan dosen pengampuh.
Jika di semester kemarin waktu belajarku hanya 4 jam sehari, di semester ini akan saya tambah menjadi 6 hingga 8 jam sehari di luar jam kuliahku. Jika kemarin hanya membaca ulang bahan kuliah sebanyak 2 kali, semester ini akan saya tambah menjadi 6 kali. Ini bukan hanya sekedar mengejar beasiswaku. Lebih dari itu. Ini kesempatan untuk membuktikan diriku. Jauh-jauh dari Adonara ke Jogja, akan malu-maluin jika hanya pulang dengan IPK 2,4. Jika mereka bisa hingga 4,0, berarti saya juga bisa.
Saya sadari. Kemampuan otak saya mungkin tidak sama seperti teman-teman lain. Hanya mendengar penjelasan dari dosen sekali saja mereka sudah mengerti materi yang dijelaskan. Saya sudah merekam pembicaraan dosen. Dengan rekaman itu saya punya kesempatan memutar dan mendengarnya berulang-ulang. Itupun kadang masih belum paham. Karenanya saya masih juga harus membacanya berulang-ulang. Tapi rasanya juga sama saja.
Saya bahkan malu mengikuti tes untuk mengetahui berapa besar IQku. Takut terlalu rendah untuk seorang mahasiswa sepertiku. Mungkin lebih rendah dari perkiraan orang-orang bahkan perkiraanku sendiri. Rasanya setiap materi begitu sulit untuk dipahami. Tapi tak ada kesempatan menyerah bagiku. Jika mereka bisa saya juga harus bisa. Bahkan jika mereka tidak bisa pun saya tetap harus bisa.
Orang bilang ora et la bora. Saya bahkan merasa sudah lebih dari itu. Ketika orang-orang belajar sambil berdoa, saya sudah berdoa sambil belajar. Saya belajar seperti orang tidak punya Tuhan dan berdoa seolah-olah hanya doa yang mampu menyelamatkan IPku. Bukan sok-sok alim. Atau narsis memuji diri sendiri. Saya tahu tentang seberapa besar usahaku.
Sekali lagi ini bukan hanya sekedar untuk membuktikan diriku sebagai mahasiswa Adonara di Jogja yang harus pulang dengan IPK tinggi. Lebih dari itu. Jika hanya selesai kuliah dengan IPK tinggi saja belum bisa bagaimana saya nanti menghadapi kerasnya persaingan hidup yang sebenarnya setelah kuliah?
* * *
Eduers, pernakah berada pada posisi seperti ilustrasi di atas?
Anda dan saya mungkin pernah mengalaminya atau barangkali pernah menghadapi berbagai persoalan dilematis lainya. Si mahasiswa Adonara di Jogja mungkin tidak sanggup memperoleh IP 3,0 disemester berikutnya. Bolehkah ia berhenti memperjuangkannya?
Semua sepakat bahwa hasil tidak akan pernah mengkhianati proses. Tujuan hidup pun butuh diperjuangkan. Semakin berat perjuangan itu semakin berarti kelak untuk dipertahankan. Ada pepatah: easy come – easy going, bahwa yang instan datangnya kadang akan pergi begitu saja dengan mudah. Berapa banyak kisah yang memperburuk negeri ini hanya karena orang berlaku serba instan? Menghalalkan segala cara hanya untuk memperoleh kemudahan-kemudahan semu.
Ketika menemukan tujuan hidup maka semua sumber daya harus dikerahkan untuk mencapainya. Barangkali ketika di tengah jalan tujuan itu semakin menjauh, rasanya semakin berat dan panjang menuju padanya. Inilah letak perbedaannya. Kepuasan batin seperti apa yang akan diperoleh saat mendapat buah manis dari hasil kerja keras, panjang dan melelahkan?
Eduers, ada pepatah yang mengatakan bahwa orang berhasil dan orang gagal memiliki satu ciri khas yang sama. Sama-sama konsisten. Orang berhasil konsisten berusaha. Orang gagal konsisten mencari alasan. Apapun impian-impian, apapun target-target Anda, ketika belum berhasil dicapai bukan berarti telah gagal. Baru bisa dikatakan gagal hanya ketika muncul alasan demi alasan. Baru gagal ketika berhenti berusaha. Apapun tujuan Anda saat ini, sebesar apapun rintangan yang menghalangi, kegigihanlah yang memberi perbedaan. Apapun hasilnya. (Oleh: Senuken / Foto: wokeh.com)