Depoedu.com-Semua media sosial mulai dari X, Facebook, Instagram, Tik Tok, Snapchat dan Whatsapp, mempersyaratkan usia minimal 13 tahun pada saat membuat akun media sosial yang pertama kali. Ini berarti, anak-anak usia 13 hingga 16 tahun, diizinkan pengelola media sosial untuk menggunakan media sosial.
Meskipun demikian, dalam pelaksanaan banyak orang memanipulasi usia pada saat membuat akun, sehingga anak di bawah usia 13 tahun pun, bisa memiliki akun media sosial. Praktik manipulasi usia ini bahkan dilakukan oleh orang tua sendiri.
Padahal kita ketahui bahwa hampir 100 persen isi konten media sosial diproduksi oleh orang dewasa untuk konsumsi orang dewasa. Ini berarti banyak anak terpaksa terpapar konten dewasa melalui media sosial, pada saat mereka belum siap secara mental, menerima pengaruh dari konten dewasa tersebut.
Oleh karena itu, banyak anak, karena konsumsi media sosial, dirangsang menjadi dewasa lebih cepat, padahal secara fisik dan mental anak belum siap. Lebih dari itu banyak anak karena pengaruh media sosial menjadi tidak sehat secara mental. Padahal kesehatan mental sangat penting dalam pertumbuhan seorang anak menjadi dewasa dan bahagia.
Inilah alasan pemerintah Australia mengesahkan undang-undang yang melarang remaja dan anak-anak di bawah 16 tahun, memiliki akun media sosial dan menggunakan media sosial. Pengesahan undang-undang ini bertujuan melindungi kesehatan mental anak dan remaja Australia dari pengaruh buruk media sosial.
Baca juga : Tarakanita Citra Raya : Sekolah Inovatif Berbasis Riset di Tangerang
Di Senat Australia, undang-undang ini disetujui melalui voting dengan perolehan suara 34 berbanding 19. Meskipun sudah disetujui, rancangan undang-undang ini masih perlu diamandemen oleh DPR. Setelah amandemen, undang-undang ini akan berlaku dalam 12 bulan ke depan.
Dalam rentang waktu tersebut, pemerintah memberi waktu bagi perusahaan media sosial untuk memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam undang-undang, yakni media sosial harus memiliki mekanisme sebagai langkah untuk mencegah anak dan remaja usia minimal 16 tahun memiliki akun media sosial.
Akan ada masa uji coba pada bulan Januari 2025, sebelum undang-undang tersebut resmi berlaku. Yang unik dari undang-undang ini adalah, undang-undang ini lebih menekankan tanggung jawab media sosial untuk secara efektif mencegah anak-anak dan remaja yang belum mencapai usia minimum untuk memiliki akun.
Oleh karena itu, jika ada anak atau remaja yang melanggar batasan tersebut, tidak dihukum, juga orang tua mereka. Itu berarti perlindungan perusahan media sosial belum efektif melindungi. Perusahaan media sosial yang dituntut bertanggung jawab melakukan pencegahan secara efektif.
Jika perusahaan media sosial terbukti tidak dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mencegah anak dan remaja 16 tahun memiliki akun media sosial, perusahaan media sosial didenda hingga 50 juta dolar Australia, atau sekitar 515 miliar rupiah.
Baca juga : Gelar Karya P5 SD Sint Carolus Tarakanita Bengkulu: “Cegah Perundungan, Sehat Bersama Sahabat”
Dalam keterangan resminya, seperti dikutip detik.com, Anthony Albanese, Perdana Menteri Australia mengatakan, mereka ingin anak-anak Australia memiliki masa kecil. Selain itu juga hendak menunjukkan pada orang tua bahwa pemerintah mendukung mereka.
“Kami ingin anak-anak Australia memiliki masa kecil, dan kami ingin orang tua tahu bahwa pemerintah mendukung mereka. Kami pun tahu sejumlah anak akan menemukan jalan pintas, tapi kami mengirim pesan pada perusahaan media sosial untuk memperbaiki tindakan mereka,” tegas Anthony Albanese dalam keterangan resminya.
Jika langkah yang dilakukan oleh Australia ini efektif, mereka akan menjadi pelopor yang menginspirasi negara lain untuk mengikuti langkah mereka, memaksa perusahaan media sosial untuk bertanggung jawab pada dampak buruk media sosial dan tidak hanya menarik keuntungan dari penggunaan media sosial yang mereka kelola.
Kini beberapa negara telah menginisiasi langkah serupa, seperti Norwegia dan negara bagian Florida Amerika Serikat. Kita berharap langkah antisipatif seperti ini juga menginspirasi Indonesia untuk mengambil langkah yang sama, guna melindungi kesehatan mental anak Indonesia, yang adalah masa depan bangsa.
Foto: Grid.ID