Depoedu.com-Kasus orang tua murid, datang ke sekolah dan memukul guru ketika guru mengajar, sering kita baca di media massa. Terakhir kasus tersebut terjadi di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Namun kita jarang sekali, bahkan belum pernah kita baca di media massa, kasus orang tua murid datang ke.sekolah, mencari anak orang tua lain, dan memukul anak tersebut karena tidak terima anaknya, diganggu anak tersebut.
Kasus ini baru terjadi di sebuah sekolah dasar di Bateng, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bagka Belitung pada Selasa 30 April 2024. Pada hari itu, seorang anak laki-laki dianiaya oleh orang tua murid lain, pada saat pelajaran sedang berlangsung.
Seperti dilansir pada laman bagkapos.com, aksi pemukulan tersebut terjadi setelah pelaku mendapat kabar bahwa anaknya dipukul oleh korban, sehari sebelumnya. Tak terima anaknya dipukul, pelaku mendatangi sekolah.
Sesampainya di sekolah, orang tua tersebut meminta salah satu murid memanggil korban ke luar kelas. Setelah korban keluar kelas, pelaku melakukan penganiayaan dengan memukul kepala korban hingga berdarah. Pelaku kemudian diamankan sekolah dan korban dibawa ke rumah sakit.
Ternyata anak yang menjadi korban adalah salah seorang murid dari sekolah tersebut yang berkebutuhan khusus. Kabarnya kasus ini telah dianggap selesai karena orang tua korban dan pelaku sudah berdamai.
Baca juga : Indonesia Menempati Posisi Teratas Sebagai Pemain Judi Online Terbanyak Di Dunia, Di Antaranya Anak-Anak
Tentang perdamaian tersebut, banyak pihak menyayangkan. Menurut mereka, kasus ini seharusnya dilaporkan ke polisi. Misalnya oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bagka Belitung, Nurmala Dewi Hernawati.
Hernawati menilai, kejadian kekerasan seperti ini mestinya dilaporkan ke polisi, agar ada efek jera, sehingga tidak terulang lagi kejadian kekerasan serupa di masa depan. Ia bahkan mempertanyakan proses perdamaiannya seperti apa?
Menurut Hernawati, jika melakukan perdamaian, harus melibatkan paling tidak kades dan perangkat desa, jadi masyarakat lain juga tidak semena-mena kepada orang lain, apalagi terhadap anak-anak.
Saya setuju dengan Ketua LPA Provinsi Bangka Belitung ini. Lebih dari itu, menurut hemat saya, kasus ini juga mengungkap sisi gelap lain dari cara birokrasi pendidikan, termasuk Kepala Sekolah mengelola sekolah.
Pertama, kasus ini menggambarkan bahwa aspek keamanan dari sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat buruk tata kelolanya. Tidak ada prosedur yang berlaku bagi tamu, termasuk orang tua murid yang datang ke sekolah.
Tidak ada pihak yang menerima tamu yang datang. Tidak ada pengawasan di sekolah Parahnya lagi, anak bisa dipanggil dari kelas untuk dipukuli, dan guru di kelas tidak bertanya apa-apa. Nampaknya guru di kelas tidak memiliki naluri melindungi murid dan rasa tanggung jawab sama sekali pada keselamatan murid.
Baca juga : Peningkatan Partisipasi Pendidikan, Feodalisme Dalam Pendidikan, Dan Perkembangan Demokratisasi
Sebagai lembaga pendidikan, aspek kenyamanan, keamanan, dan keselamatan murid seharusnya menjadi aspek yang penting, karena sangat menentukan efektivitas pelaksanaan proses belajar mengajar. Proses belajar sebagai proses mental tidak akan efektif jika kenyamanan, keamanan, keselamatan anak tidak dijamin oleh sekolah.
Kedua, konsep sekolah inklusif sebagai konsep yang didorong pemerintah sejak tahun 1954 yang disempurnakan melalui peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 70 tahun 2009 tidak pernah serius diimplementasikan di hampir semua sekolah di Indonesia.
Anak berkebutuhan khusus diterima bersama-sama dengan anak normal lainnya, namun sekolah tidak menyiapkan baik anak-anak normal dan anak berkebutuhan khusus termasuk orang tua mereka, untuk saling menerima efek dari interaksi tersebut.
Bahkan guru-guru sebagai pengelola proses belajar mengajar, termasuk pengelola interaksi antar murid tidak dilengkapi dengan skill yang mereka perlukan untuk dapat mengelola interaksi dan proses belajar mengajar yang melibatkan anak berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu, kasus ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah, bagi sekolah dan bagi orang tua murid agar jadi pembelajaran dan perbaikan tata kelola. Dengan demikian semua anak, apapun kondisinya, dapat berkembang di sekolah-sekolah kita.
Foto: inews.Sulsel.id