Depoedu.com – Kasus bullying atau perundungan di kalangan siswa kembali terjadi. Baru-baru ini peristiwa bullying yang terjadi di Kotamogabu, Sulawesi Utara menyebabkan salah satu siswanya meninggal.
Perlu diketahui bahwa merupakan perilaku tidak menyenangkan baik baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya. Bullying adalah perbuatan tidak baik yang dilakukan oleh seseorang atau lebih kepada orang lainnya.
Perbuatan tidak baik yang dimaksud bisa berupa hal-hal yang menyakiti secara fisik, seperti memukul, mendorong, dan lain-lain. Bisa juga menyakiti secara verbal, misalnya mengejek penampilan, menghina kemampuan, dan masih banyak lagi.
Tidakan menjauhi dan mengucilkan seseorang juga termasuk tindakan bullying. Bullying tidak hanya terjadi pada orang-orang yang saling kenal atau sering bertemu secara langsung.
Di zaman yang sudah maju ini, bullying bisa dilakukan lewat telepon, mengirim pesan melalui SMS atau email, dan meninggalkan komentar buruk di media sosial. Istilah bullying melalui gadget (gawai) biasa dikenal dengan istilah cyberbullying.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Telah Siap Disuntikkan Pada Balita Di AS. Bagaimana Dengan Indonesia?
Peristiwa ini tentu menjadi hal yang memprihatinkan di dunia pendidikan. Padahal pemerintah dan berbagai pihak terkait juga telah mengupayakan berbagai program untuk menciptakan sekolah yang aman dan bebas bullying.
Cara sekolah mencegah bullying tentunya akan sukses dan berhasil apabila seluruh ekosistem sekolah turut mendukung. Selain itu, lingkungan terdekat warga sekolah juga berperan penting dengan menanamkan nilai-nilai positif dalam bermasyarakat.
Lebih dalam seluruh komponen warga sekolah juga harus dilatih untuk memiliki rasa simpati dan juga empati kepada warga sekolah lainnya. Salah satunya adalah dengan memperhatikan ciri-ciri seseorang yang mengalami perundungan dan menawarkan bantuan yang sesuai.
Ciri-ciri korban perundungan seperti sering cemas, sering menyendiri, tidak percaya diri, ataupun memiliki luka fisik/memar di tubuhnya. Jika melihat tanda-tanda seperti itu, lakukan pendekatan dengan korban untuk mengetahui detail perundungan lebih lanjut.
Setelah itu, beri ia dukungan agar korban, bisa bangkit melawan perundungan yang dialami.
Untuk mengatasi bullying diperlukan kerja sama seluruh warga sekolah. Berikut adalah usaha pencegahan bullying.
- Sosialisasi pemahaman perundungan di lingkungan sekolah
Hal penting yang menjadi dasar dalam pencegahan perundungan adalah pemahaman terkait perundungan itu sendiri. Terutama efek perundungan yang bisa menimbulkan trauma hingga dewasa.
Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman mengenai perundungan kepada seluruh warga sekolah, baik guru, tenaga kependidikan, hingga peserta didik.
Pemahaman terkait perundungan dapat dimulai dari hal-hal kecil seperti amanat pembina saat upacara, edukasi perundungan oleh guru di dalam kelas, ataupun membuat poster-poster terkait perundungan yang dipajang di lingkungan sekolah.
- Bicara
Membicarakannya dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Anak dapat membela diri sendiri atau orang lain dengan melakukan percakapan yang dimediasi dengan orang yang menyakiti mereka. Atau cara lain dengan berbagi perasaan dengan teman atau anggota keluarga terpercaya.
Jika anak merasa aman dan percaya diri melakukannya, ia dapat membela dirinya dengan mengatakan, ‘Kamu menyakiti perasaanku’, ‘Apa yang kamu lakukan tidak baik’, atau ‘Mengapa kamu menggangguku?.’
Baca Juga: Dunia Maya Vs Dunia Nyata
Menurut penasehat pencegahan bullying dan kesehatan mental di Coldbrook, Kanada, Travis Price mengatakan strategi ini efektif. Karena dengan begitu, anak dapat membalikkan keadaan.
Atau anak yang menyaksikan perilaku bullying bisa mengatakan, “Hentikan”, “Biarkan dia sendiri”, atau “Kamu jahat”.
- Cari bantuan
Anak-anak sering kali tidak dapat menangani bullying yang diterimanya sendiri, sehingga mereka dapat meminta bantuan orang dewasa. “Menormalkan perilaku mencari bantuan adalah hal terbaik yang dapat kami lakukan untuk anak-anak,” kata Bonnie Leadbeater.
Sebagai orang dewasa, Bonnie mengingatkan agar orang tua bisa membuat percakapan yang dapat berjalan terbuka. Sehingga jika sesuatu terjadi padanya, anak tahu bahwa dirinya dapat membicarakannya dengan orang tua dan bisa dibantu untuk menyelesaikannya.
Foto: www.zenius.net