Dunia Maya vs Dunia Nyata

DEPO Peduli
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Berita mencengangkan hadir kembali. Kali ini datang dari Benua Amerika, tepatnya di negara bagian Minneapolis, Amerika Serikat.

Berita ini menceritakan kematian pria kulit hitam bernama George Floyd yang tewas usai lehernya ditindih lutut seorang polisi setempat.

Insiden ini diawali ketika George Floyd saat itu diduga sedang melakukan transaksi jual beli menggunakan uang palsu senilai 20 dolar. Kemudian, seorang polisi setempat segera mengamankan Floyd.

Penangkapan Floyd terekam dalam sebuah video yang menunjukkan bahwa tangan Floyd diborgol, dan dia dihempaskan jatuh ke aspal.

Tak hanya itu, video ini berakhir dengan seorang polisi setempat menekan leher Floyd dengan lututnya hingga tewas. Tindakan tidak manusiawi ini dilakukan oleh empat orang polisi. Video ini sudah tersebar luas di berbagai platform sosial media.

Baca Juga : Bandara Soekarno Hatta Dibuka, Menuai Bencana?

Karena kematiannya, banyak sekali demonstrasi dan unjuk rasa yang ditujukan kepada pemerintah Amerika Serikat untuk menegakkan keadilan. Tak hanya di Minneapolis, tapi hampir di seluruh bagian Amerika Serikat.

Para demonstran bersorak untuk meminta kedamaian, dan mereka lelah dengan kebrutalan polisi.

Mereka berteriak “tanpa keadilan, tidak ada perdamaian”. Ada juga yang mengacungkan poster bertuliskan “Aku tidak akan berhenti berteriak sampai orang bisa bernafas”.

Bahkan Bernice King, putri dari Martin Luther King Jr, berpidato untuk memohon kepada lebih dari 1.000 demonstran untuk kembali ke rumah masing-masing.

Pidato itu disampaikan setelah mereka memblokade lalu lintas dan jalan raya antar negara bagian. “Satu-satunya cara kita mendapatkan yang kita inginkan adalah tanpa kekerasan”, katanya.

“Mari kita lakukan ini tanpa kekerasan untuk menghadapi kejahatan zaman kita” demikian pernyataan Bernice King di Atlanta, tempat kelahiran ayahnya, seperti dilansir oleh kompas.com

Bahkan netizen ikut mengkampanyekan di berbagai platform sosial media mereka, dengan tagar #justiceforgeorgefloyd ataupun #blacklivesmatter.

Netizen ikut menunjukan kepedulian dan ikut mengenang George Floyd sebagai warga kulit hitam yang terbunuh oleh pihak yang seharusnya mengutamakan keadilan daripada ketamakan.

Tulisan ini, terilhami oleh pemikiran seorang teman yang mengkaitkan kasus di atas dengan kasus yang terjadi di Indonesia. Ia membandingkan kedua tokoh korban, yakni tokoh George Floyd dan Ferdian Paleka. Kami kemudian berdiskusi intens melalui akun instagram.

Kini, saya ingin mengajak kita untuk mengingat kembali kejadian perundungan yang kemudian viral, yang dialami oleh Ferdian Paleka.

Dia adalah seorang youtuber yang membagikan sembako, namun yang didalamnya diisi dengan sampah. Ia melakukan itu dengan alasan iseng dan menambah penggemar.

Baca Juga : Pandangan Seorang Pelajar Terhadap Kasus Bully Rizal

Atas tindakan itu, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam lapas ia mengalami tindakan pem-bully-an.  Netizen pun malah menertawakan, serta ikut marah dan mengolok-olok dia, atas segala perbuatan yang  dia lakukan.

Netizen menganggap bahwa pem-bully-an yang dia alami di lapas adalah sebuah timbal balik yang patut ia terima atas tindakan isengnya.

Melalui diskusi kami temukan bahwa kedua tokoh tersebut berbuat kesalahan, dan kedua tokoh ini langsung ditindak oleh pihak kepolisian. Keduanya mengalami tindak pelanggaran HAM, namun nasib keduanya berbeda.

Kematian George Floyd ikut diprotes oleh masyarakat dunia. Masyarakat meminta agar nilai keadilan dan HAM lebih dihormati. Namun di sisi lain, di, Indonesia reaksi netizen terkait tindak kekerasan yang dialami Ferdian Paleka berbanding terbalik.

Saya merasa bukan hanya karena masalah warna kulit, masalah rasial yang membedakan, namun ada masalah kedewasaan kita sebagai masyarakat juga menentukan cara kita menyikapinya.

Saya merasa bahwa kita sebagai masyarakat Indonesia cenderung fokus untuk melihat apa yang terjadi di negara lain, tetapi abai melihat kejadian yang terjadi di negara sendiri.

Kita hanya berani untuk mengomentari suatu peristiwa tanpa ikut memikirkan tindakan yang bisa menentukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Sedangkan di belahan negara Amerika, warga langsung berdemonstrasi massal, di hampir seluruh negara bagian Amerika tanpa terkecuali. Mereka ikut terjun turun ke jalan untuk membela kebenaran dan keadilan.

Menurut mereka hal ini tidak hanya penting untuk George Floyd dan korban warga kulit hitam yang lain, namun itu penting juga untuk diri mereka sendiri.

Mereka menyadari bahwa tindakan kecil yang mereka lakukan, bisa berdampak signifikan bagi kehidupan yang lain.

Baca Juga : Bermain Tik Tok Menuai Perundungan

Sementara di Indonesia, mungkin tidak semua dari kita menyadari bahwa ketidakadilan dan kesenjangan yang berdasarkan warna kulit itu juga terjadi di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur.

Kami merasa bahwa yang menjadi pembeda disini adalah kedewasaan kita sebagai masyarakat, dalam berkomentar dan menyelesaikan masalah serta bagaimana kita menjadi diri sendiri dalam setiap peristiwa yang kita hadapi.

Dunia maya kini semakin mudah diakses, dan semua konten yang dapat dilihat di berbagai sosial media kini gratis. Kini, yang menjadi penentu adalah kedewasaan kita sendiri.

Kita mau menyebarkan sebuah peristiwa ataupun berita karena pada dasarnya kita sungguh peduli dan ingin membantu orang lain? Atau semata-mata untuk tujuan pamor bahkan popularitas?

Jawaban ada di dalam benak kita masing-masing. Semoga Eduers yang membaca tulisan ini dapat mulai menjadi agen perubahan bagi diri Anda sendiri dan orang terdekat Anda! (Foto: uxdesign.co)

*Penulis adalah siswa lulusan dari SMP Santa Ursula BSD*

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments