Depoedu.com-Suasana disiplin selalu menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan orang tua, ketika mereka memilih sekolah bagi anak. Karena bagi orang tua, melalui sekolah yang disiplin anak mereka lebih terbentuk. Oleh karena itu, lebih siap bermasyarakat.
Untuk mencapai situasi disiplin tersebut pada umumnya para pimpinan sekolah menerapkan metode penegakan disiplin tertentu. Ada kurang lebih tiga metode pendisiplinan yang umumnya diterapkan sebagai upaya menciptakan situasi disiplin.
Tulisan ini hendak membahas tiga metode pendisiplinan yang pada umumnya diterapkan di sekolah dan keluarga, menurut Sarah Ockwell-Smith. Mudah-mudahan pembahasan singkat ini membantu kepala sekolah, guru, dan orang tua, memilih metode pendisiplinan yang terbaik untuk pertumbuhan anak.
Metode otoriter
Metode ini digunakan untuk melatih anak mematuhi aturan atau kode perilaku dengan menggunakan hukuman atau motivasi untuk mengoreksi pelanggaran atau mempertahankan capaian yang dicapai oleh anak.
Menurut Sara Ockwell-Smith, metode pendisiplinan otoriter meliputi time out, menyetrap, melarang anak melakukan hal yang ia sukai, mempermalukan anak, mengusir anak, mengucilkan, atau bahkan memukul.
Dalam penjelasannya, Sarah Ockwell menegaskan bahwa pemilihan metode otoriter dalam pendisiplinan terjadi karena orang dewasa menaruh harapan yang terlalu tinggi akan perilaku anak. Orang dewasa menuntut anak bertingkah laku secara efektif seperti orang dewasa.
Oleh karena itu, anak yang melanggar kode perilaku atau melanggar aturan dianggap sebagai anak nakal, mengganggu, bukan sebagai anak yang sedang bermasalah yang harus dibantu agar ia keluar dari masalahnya.
Karena itu, guru dan orang tua tidak menyediakan banyak ruang untuk welas asih, empati atau pemahaman, melainkan lebih fokus pada memberi hukuman untuk membuat anak jera.
Baca Juga : Pola Asuh Toxic Ini Harus Dihindari Orang Tua Agar Tumbuh Rasa Percaya Diri Pada Anak
Pendekatan otoriter nampaknya terlihat lebih cepat mendatangkan hasil bagi orang dewasa. Oleh karena itu, pendekatan otoriter sangat umum digunakan padahal dampak jangka panjang bagi anak sangat buruk.
Harga diri anak terlukai, kelak akan menjadi akar dari banyak masalah perilaku bagi anak kemudian. Dan ini adalah masalah jangka panjang yang jauh lebih buruk bagi orang tua dalam hubungannya dengan anak.
Metode Permisif
Metode ini adalah metode pendisipllinan yang paling tidak cocok disebut tindakan pendisiplinan karena metode permisif jarang mendisiplinkan. Oleh karena itu, metode ini berada di ujung paling ekstrim kanan, jika secara konsep, otoriter berada di ujung ekstrim paling kiri.
Menurut Sarah Ockwell, ini adalah gaya membiarkan anak lolos begitu saja. Jika pada metode otoriter orang dewasa, guru dan orang tua berharap terlalu tinggi pada seorang anak, maka pada metode permisif, harapan orang dewasa terhadap anak terlalu rendah. Ini dapat terjadi di rumah maupun di sekolah.
Di rumah, orang tua yang permisif misalnya berkata, “dia belum bisa memenuhi tuntutan tersebut, dia masih terlalu kecil,” padahal tuntutan tersebut harusnya dapat dilakukan, karena sesuai dengan tugas perkembangannya.
Selain itu dapat juga terjadi karena orang tua terlalu takut membuat anak mereka menangis, lantaran sangat menyayangi anak tersebut. Sang anak dijaga agar tidak sedih ataupun kesal.
Sedangkan di sekolah, metode pendisiplinan permisif dipraktikkan karena tindakan pendisiplinan apalagi dengan metode otoriter dapat mendatangkan resiko tertentu bagi pelaku. Di sekolah, ini dapat terjadi karena guru sangat tidak memiliki otonomi.
Kasus di atas dapat terjadi karena pimpinan sekolah sangat dominan, karena sekolah sangat bergantung pada dominasi orang tua tertentu. Padahal guru yang sama sangat otoritatif ketika berhadapan dengan anak lain, yang orang tuanya tidak mendominasi.
Baca Juga : Seorang Penumpang Tolak Pakai Masker, Pesawat American Airlines Putar Balik
Menurut Sarah Ockwell, metode permisif jelas berdampak tidak sehat bagi pertumbuhan anak, karena anak dibiarkan untuk melakukan semua hal dengan mudah dan tidak pernah belajar beradaptasi dengan otoritas.
Anak dapat tumbuh menjadi anak bandel yang selalu merasa berhak atas segala sesuatu, dan tidak belajar menghormati orang lain.
Metode otoritatif
Metode otoritatif lebih berfokus pada proses berdialog dengan anak sehingga anak belajar dari situasi tertentu untuk memutuskan tindakannya sendiri ketimbang menghukum anak ketika ia melanggar kode perilaku tertentu.
Menurut Sarah Ockwell, ini hanya terjadi jika orang dewasa; guru dan orang tua, memiliki harapan yang realistis terhadap perilaku anak, menghormati anak sebagai seorang pribadi.
Sarah Ockwell menegaskan bahwa pada metode pendisiplinan yang otoritatif, ada kesimbangan kuasa antara anak dan orang dewasa. Kuasa tidak hanya dipegang oleh orang dewasa.
Ini tentang kerendahan hati dan kesabaran orang dewasa yang penuh kasih sayang dan penuh hormat, memahami anak sebagai pribadi yang sedang tumbuh.
Sarah Ockwell juga menyebut metode pendisiplinan yang otoritatif sebagai Gentle Discipline. Baginya, Gentle Discipline adalah tentang bagaimana orang dewasa bersikap positif dan berdialog dengan anak untuk merancang perubahan.
Bagi Sarah Ockwell, Gentle Discipline juga tentang menginspirasi anak untuk memilih menjadi lebih baik sementara orang dewasa; guru dan orang tua berusaha menjadi contoh yang hebat bagi anak.
Metode ini diterapkan dengan hati-hati antara mengasuh dan mengendalikan anak. Ketika situasi memungkinkan anak memegang kendali sendiri. Ketika tidak memungkinkan, orang tua mengambil kendali.
Baca Juga : Tujuh Ciri Orang Cerdas Yang Dapat Dikenali Tanpa Melalui Tes Psikologi
Orang dewasa dan anak-anak bersifat realistis, tidak banyak dan tidak kurang. Pendisiplinan pada metode gentle discipline diterapkan dengan penuh hormat dan kasih sayang.
Orang dewasa tidak takut jika anak mereka sakit dan menangis. Kalau itu terjadi karena prose pendisiplinan, mereka mendukung dan menawarkan kenyamanan.
Itulah ketiga metode pendisiplinan yang diterapkan orang dewasa; orang tua dan guru. Dari ketiga metode tersebut, metode disiplin yang otoritatif, atau gentle displince-lah yang paling menumbuhkan anak.
Akan tetapi, apakah sekolah dengan serta merta menerapkan metode pendisiplinan yang ideal ini? Tampaknya ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pemilihan sekolah terhadap metode otoritatif.
Di antaranya yang paling penting adalah faktor mutu kepala sekolah dan guru, terutama wawasan kepala sekolah dan guru tentang manusia, psikologi pendidikan, tugas perkembangan anak dan remaja, dan ilmu pendidikan.
Faktor penting lainnya adalah mutu interaksi dengan para orang tua murid. Dalam interaksi tersebut, apakah terjadi pertukaran informasi tentang anak antara guru dan orang tua berdasarkan fakta, untuk kebaikan anak sebagai subyek didik yang menjadi tujuan pendidikan?
Mengingat disiplin sangat penting dalam pendidikan, saya berharap tulisan ini dapat menginspirasi Eduers, untuk memilih metode disiplin yang otoritatif untuk dikembangkan di rumah dan sekolah kita.
Karena hanya dengan disiplin yang otoritatif, anak-anak kita dapat bertumbuh sebagai pribadi dan bukan mengalami interupsi dalam pertumbuhannya.
Foto:enervon.co.id
[…] Baca Juga : Tiga Metode Pendisiplinan, Mana Yang Paling Efektif? […]
[…] Baca juga : Tiga Metode Pendisiplinan, Mana Yang Paling Efektif? […]