Depoedu.com-Beberapa minggu ini ramai tentang akan adanya kurikulum baru. Salah satu yang menjadi pusat perhatian guru adalah nantinya pembelajaran di kelas berbasis proyek. Tidak sedikit yang bingung bagaimana mengajar jika tidak di depan papan tulis? Bagaimana mengajar jika siswanya tidak duduk rapi di tempat duduk mereka?
Jika ada yang bertanya demikian maka ia mestinya meng-upgrade definisi kunonya tentang belajar. Belajar bukan lagi penerimaan informasi dari guru ke siswa yang berlangsung satu arah.
Belajar saat ini tidak harus guru menjelaskan dengan suara lantang dan siswa diam mendengarkan. Yang terakhir belajar tidak hanya terbatas di mata pelajaran sekolah yang tersebar di buku-bukunya.
Belajar itu tentang membangun pengetahuan. Bagaimana siswa memperoleh kesempatan untuk mencari, mengelola, dan memanfaatkan informasi yang ada untuk kemudian disimpulkan.
Belajar tidak berhenti sampai siswa tahu, melainkan sampai siswa bisa melakukan sesuatu. Itu sebabnya sintesis ada pada level terakhir pada taksonomi bloom. Sebab saat ini orang tidak akan bertanya apa yang kamu tahu, tapi apa yang kamu bisa lakukan.
Dan salah satu model pembelajaran yang paling tepat di era sekarang ini adalah project based learning (pembelajaran berbasis proyek) sebagaimana pada rancangan kurikulum baru nantinya.
Baca Juga : Benerin Prilly Ngajar Matematika
Sayangnya masih banyak yang bingung bagaimana melakukannya. Tidak sedikit pula yang meragukan. Memang melakukan proyek bersama siswa tidak mudah. Lebih enak ngajar di kelas seperti biasa. Tinggal menuliskan yang ada di buku, lalu minta mereka mencatat.
Sedangkan ketika membuat proyek, guru dituntut kreatif berbagi gagasan dan ide, harus siap membimbing dan mengarahkan, menemani ketika siswa mengerjakan proyek, memberikan saran dan masukan dan lain-lain. Bagi guru-guru jadul ini akan melelahkan.
Pembelajaran berbasis proyek memang tidak mudah. Apalagi ketika guru dan siswa masih belum terbiasa. Guru yang biasanya mengatur harus mau memberikan kepercayaan lebih. Sedangkan siswa yang terbiasa diatur, harus membuktikan bahwa mereka bisa dipercaya.
Benar pembelajaran berbasis proyek tidak akan mencakup banyak materi yang biasanya diceramahkan guru, tapi satu hal yang pasti, pembelajaran berbasis proyek tidak sekedar teori. Siswa punya kesempatan besar untuk mempraktikkan apa yang mereka tahu. Saya akan berikan contoh.
Minggu ini sekolah saya sedang mengadakan pekan proyek. Jadi pembelajaran di kelas 8 dan 9 dialihkan menjadi pembelajaran berbasis proyek. Sejak tahap persiapan siswa dan guru diberi kesempatan untuk merencanalan proyek yang akan dibuat sampai pada pembuatan proposalnya.
Baca Juga : Indonesia Juara Olimpiade Matematika, Tetapi Disebut Darurat Mutu Pengajaran Matematika, Mengapa?
Saya salah satu pembimbing di kelas 9 Alquran. Kami sedang membuat berbagai kerajinan yang nantinya bisa dijual dan mendapat untung.
Salah satu kerajinan yang kami buat adalah kaligrafi kolase dari bahan tusuk sate (coba lihat gambar). Masalah muncul. Ketika kaligrafi selesai ternyata mereka sadar bahwa bingkai mereka tidak berbentuk belah ketupat sebagaimana yang mereka inginkan.
Akhirnya bingkai itu dipotong beberapa kali. Nyaris. Bingkai memang berbentuk belah ketupat, tapi sayangnya tulisan tidak terletak di tengah. Sampai meminta bantuan beberapa guru, ternyata bentuk bingkai masih tidak pas.
Saya yang melihat kejadian itu lantas mengarahkan mereka. Saya panggil beberapa dari mereka. Saya jelaskan jika mereka ingin membentuk bingkai belah ketupat dengan tulisan berada di tengah, maka yang pertama harus ditentukan adalah titik pusatnya. Setelah itu buat garis tegak lurus yang berpusat di titik itu.
Eh sayangnya mereka tak punya penggaris siku untuk membuat garis tegak lurus. Tak kekurangan akal saya memanfaatkan keramik yang ada di lantai. Setiap keramik selalu dihubungkan dengan garis-garis tegak lurus. Saya letakkan bingkai tepat di tengah sela keramik terus saya gunakan garisan untuk membuat dua diagonal belah ketupat.
Salah satu di antara mereka meminta bahwa nanti belah ketupat itu juga harus sebuah persegi. Menarik. Kesempatan saya memperdalam pemahaman mereka. Saya ajak mereka memikirkan belah ketupat yang bagaimana yang juga merupakan persegi.
Baca Juga : Mitos–Mitos Tentang Matematika
Salah satu di antara mereka kemudian menjawab, “belah ketupat yang panjang kedua diagonalnya sama”. Nah, maka saya buat dua garis diagonal tegak lurus dengan panjang yang sama. Kemudian saya hubungkan tiap titik sudutnya. Jreng-jreng, jadilah bingkai tersebut belah ketupat dengan tulisan tepat di tengahnya.
Hikmah apa yang bisa kita ambil? Tentu bahwa teori dan praktik itu harus selaras. Seseorang akan kesulitan membuat belah ketupat jika ia tak paham sifat-sifatnya. Begitupun seorang yang paham belah ketupat belum tentu berhasil membuat belah ketupat dari berbagai media.
Coba pikirkan, berapa banyak siswa yang belajar belah ketupat? Banyak kan. Tapi berapa banyak siswa yang benar-benar bisa membentuk belah ketupat dari kardus, kayu atau yang lainnya? Sayangnya tidak banyak.
Memulai suatu perubahan besar itu tentu tidak mudah. Tapi terus bertahan dengan cara lama hanyalah sebuah kebodohan. Di saat hp yang kita pakai semakin canggih, mobil yang kita kendarai semakin mulus, apakah kita tega membiarkan pendidikan tetap jalan di tempat.
Sulit atau mudah itu hanya sudut pandang. Kita bisa jika kita menganggap perubahan adalah tantangan bukan kesulitan. Akan banyak orang yang terusik zona nyamannya. Orang-orang yang semakin tak relevan. Tapi atas nama perubahan, kita harus lakukan.
Sudah.
Foto:gtk.kemendikbu.go.id
[…] Baca Juga : Belajar Lewat Proyek […]
[…] Baca juga : Belajar Lewat Proyek […]