Depoedu.com-Ini adalah tahap ketiga dari upaya Putra Mahkota Kerajan Arab Saudi, Muhammad bin Salman mengimplementasikan visi 2030. Visi 2030 adalah rencana untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada sektor minyak bumi.
Oleh karena itu, mereka berupaya melakukan diversifikasi ekonomi melalui pengembangan layanan kesehatan, perdagangan komooditas, rekreasi, dan pariwisata.
Untuk melakukan diversifikasi tersebut, pada tahap pertama Kerajaan Arab Saudi terlebih dahulu membangun infrastruktur, mendorong modernisasi di berbagai bidang, terutama melalui pengembangan pendidikan.
Banyak hambatan dihadapi karena visi 2030 ini hendak membawa Kerajaan Arab Saudi ke arah yang lebih moderat, toleran, yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah kerajaan.
Baca Juga : Arab Saudi Mengembangkan Kurikulum Baru Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Toleransi
Ekses dari gerakan mewujudkan visi 2030 ini di antaranya menyebabkan, seperempat dari populasi Muslim Suni, malah menunjukkan simpati terhadap gerakan Ikhwanul Muslimin.
Padahal gerakan ini telah dilarang oleh Kerajaan Arab Saudi dan dikelompokkan sebagai kelompok teroris oleh pemerintah yang berkuasa.
Situasi ini membuka mata Putra Mahkota dan jajaran pemerintahannya bahwa gerakan menuju visi 2030 tidak akan lebih maju jika, Arab Saudi masih punya perkara laten terkait konservatisme dan ekstrimisme.
Jawaban untuk menghadapi kaum konservatif dan ekstrimis sekaligus tetap mendorong upaya ke arah visi 2030 adalah, reformasi di bidang pendidikan.
Ini adalah tahap kedua dari gerakan visi 2030. Kementrian Pendidikan menyusun kurikulum yang mendorong kebebasan berpikir kritis, mendorong toleransi di kalangan para murid.
Baca Juga : Apa Yang Baru Dari Perubahan Arah Pengembangan Pendidikan Singapura ?
Guru dilatih untuk menggunakan pendekatan pengajaran yang modern seperti konstruktivisme dalam proses belajar mengajar, di mana murid dilatih berpikir kritis, dan merumuskan pengetahuan mereka sendiri.
Situs berita Al Arabiayah misalnya, menggambarkan bahwa Kementrian Pendidikan melakukan pelatihan dan lokakarya di mana-mana, terutama di level sekolah menengah.
Inisiatif ini meskipun disambut baik, namun banyak kalangan mengingatkan bahwa implementasi kurikulum baru di lapangan, perlu diantisipasi agar dapat berjalan seperti diharapkan.
Salah satu antisipasi tersebut adalah membersihkan pengaruh Ikhwanul Muslimin di bidang pendidikan. Inilah tahap ketiga, sebagai tahap yang sangat penting, mengingat, keberlanjutan gerakan menuju visi 2030, sangat ditentukan oleh keberhasilan reformasi, di bidang pendidikan.
Di lapangan, banyak hambatan dialami dan para analis mengaitkan hambatan tersebut dengan kuatnya pengaruh Ikhwanul Muslimin di dunia pendidikan.
Muhammad bin Salman dalam wawancara dengan BBC, seperti dilansir Kompas.com menyebutkan, ideologi Ikhwanul Muslimin telah menginfiltrasi sekolah-sekolah di Arab Saudi.
Oleh karena itu, Sang pangeran memerintahkan agar Kementrian Pendidikan memerangi ideologi ekstrimisme, mengevaluasi, melarang dan menarik semua buku sekolah dan universitas, terkait ideologi Ikhwanul Muslimin.
Hal tersebut dilakukan untuk membersihkan dunia pendidikan dari agenda Ikhwanul Muslimin. Langkah lain yang dilakukan dalam rangka pembersihan ini adalah, memberhentikan para guru, dosen, dan staf kependidikan yang bersimpati terhadap ideologi dan organisasi Ikhwanul Muslimin.
Dengan Langkah ini diharapkan, laju reformasi pendidikan lebih kencang, sebagai upaya penting mewujudkan visi 2030.
Kita berharap, Arab Saudi sebagai negara penting di dunia Islam, perubahan ke arah kebebasan berpikir, toleransi, dan modernisasi, berimbas ke negara Islam lain yang selama ini, menjadikan Timur Tengah sebagai kiblat. Juga kita Indonesia.
Foto:moslemtoday.com