Depoedu.com – Selama ini publik baik di Singapura maupun di luar Singapura mengenal pendekatan pendidikan di Singapura sangat akademis dengan tekanan sangat kuat pada penguasaan konten kurikulum. Murid mengejar nilai sempurna secara akademik. Hasilnya, ranking tes PISA Singapura selalu menempati posisi pertama dengan perolehan skor rata-rata 1655. Sebagai perbandingan, peringkat skor PISA negara seperti Inggris berada di peringkat 22, sedangkan Amerika Serikat menduduki peringkat ke-30 dengan rata-rata skor 1476. Ini adalah dua negara yang menerapkan pendekatan pendidikan holistic untuk pengembangan kemampuan kreativitas dan pemecahan masalah.
Mulai tahun 2019 terjadi perubahan orientasi tujuan pendidikan di Singapura. Pendidikan tidak lagi mengejar kesempurnaan pencapaian akademis namun lebih kepada pengembangan kemampuan interaksi sosial dan kopetensi dalam memecahkan masalah, dan pengambilan keputusan. Praktek belajar di kelas akan disesuaikan dengan konteks hidup murid, termasuk kebutuhan industri, sehingga lulusan siap menghadapi tantangan hidup sosial dan industri yang terus berkembang. ini dilakukan melalui serangkaian program pembelajaran terapan seperti computer, robotic, dan elektronika. Para murid pun akan terjun dalam kelas-kelas ekspresif seperti drama dan olah raga.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam pertemuan dengan 242 penerima Edusave Award dari Kementrian Pendidikan Singapura menyerukan agar orang tua mendukung perubahan sistem pendidikan tersebut. Ia menyampaikan, sudah saatnya murid di sekolah-sekolah Singapura tidak hanya dilengkapi dengan keterampilan mencari nafkah, tetapi juga mengembangkan karakter dan nilai-nilai. “Agar Singapore berhasil, warga Singapore tidak hanya menjadi warga negara yang berpendidikan tinggi dan pekerja terlatih. Mereka harus memiliki nilai-nilai yang tidak berwujud tetapi penting seperti solidaritas, sosial, dan nasionalisme”, tegas Perdana Menteri Singapura ke-tiga ini, seperti dilansir oleh Straittimes.com dan Kompas.com.
Apa yang Baru dari Pendidikan Singapura?
Dalam rangka implementasi perubahan tersebut, Menteri Pendidikan Singapura Ong Ye Kung menegaskan bahwa belajar bukan kompetisi akademik. Oleh karena itu, perubahan perlu dilakukan untuk mengurangi kompetisi nilai antar murid dan lebih mendorong peserta didik berkonsentrasi pada pengembangan keterampilan belajar dan pengembangan kepribadian murid sendiri.
Maka yang paling penting adalah pengembangan kemampuan untuk merumuskan masalah, kemampuan mencari dan mengelompokkan data yang relevan, kemampuan menyimpulkan, kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kemampuan mengambil keputusan, termasuk mengkomunikasikan dan mempertanggungjawabkan keputusan. Untuk pengembangan kepribadian dan karakter, diselenggarakan kegiatan ekspresif melalui kelas drama, olah raga, dan kegiatan karakter seperti merawat teman yang sakit.
Oleh karena itu, untuk dapat fokus pada hal-hal tersebut, dan untuk menghilangkan kompetisi akademis, mulai tahun 2019, ulangan untuk murid SD (6 tahun) dan Sekolah Menengah akan dihapus. Juga dilakukan penyesuaian buku rapor Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, tidak akan lagi menunjukkan tingkat ketuntasan dalam subjek yang dipelajari, tidak ada nilai rata-rata kelas, nilai minimum dan maksimum. Peringkat baik kelas ataupun sekolah juga dihilangkan.
Sebagai gantinya, yang dilaporkan deskripsi kualitatif, dan yang digambarkan adalah perkembangan murid yang diamati guru dalam diskusi, pekerjaan rumah, kuis, interaksi murid dalam kelompok kerja sama, kelas drama dan olah raga. Sedangkan untuk murid tingkat akhir Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, tetap diterapkan sertifikasi sebelum meniggalkan pendidikan dasar dan menengah. Ujian menegangkan masih berlaku karena hasilnya akan digunakan untuk pemetaan rute menuju karir. Belum ada rencana pemerintah untuk menghilangkan model ujian ini. Nilai hasil ujian sertifikasi ini pun masih disajikan secara kuantitatif namun dalam bentuk bilangan bulat tanpa angka decimal agar orang tua dan murid tidak fokus pada nilai akademik. Seperti dilansir oleh Kompas.com, perubahan tersebut akan lebih mudah diterima oleh murid dan kalangan guru daripada orang tua Singapura, lantaran orang tua Singapura terlalu lama dibesarkan dalam situasi kompetisi dan tekanan kerasnya ujian dengan orientasi akademis.
Bagaimana dengan Indonesia? Konsep Kurikulum 2013 sebetulnya telah mendahului Singapura karena kurikulum dengan tekanan pengembangan keterampilan belajar, kreativitas, dan pengembangan karakter seperti yang dilakukan Singapura, telah didorong lebih dahulu oleh Indonesia melalui Kurikulum 2013. Berarti tinggal implementasi. Dari dulu, meskipun konsep kita bagus, kita sering gagal dalam implementasi. Ayo kementrian pendidikan dan kebudayaan, ini jaman pasar bebas. Kunci untuk menguasai pasar bebas adalah kreativitas dan karakter sumber daya manusia. (Oleh: Sipri Peren / Foto: inews.id)