Depoedu.com – Sampai hari ini kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, membuka lowongan bagi 1 juta guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), belum memenuhi kuota 1 juta.
Hal ini disampaikan oleh Plt. Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kementrian PAN-RB Katmoko Ari Sambodo dalam rapat dengar pendapat dengan komisi X DPR RI belum lama ini.
Pada rapat tersebut, Ari memaparkan bahwa baru 436 instansi mengajukan usul formasi. Dari jumlah instansi tersebut, baru 515 ribu formasi yang terisi, dari 1 juta formasi. Artinya kursi formasi yang kosong masih banyak.
Katmoko Ari menyebut minimnya usulan formasi dari daerah terjadi karena meskipun gaji PPPK dibayar melalui APBN, namun pemda kuatir soal tunjangan PPPK yang belum jelas menjadi tanggungan siapa.
Baca Juga: Kata Nadiem Makarim, Masih Banyak Pemerintah Daerah Belum Mengajukan Formasi Guru PPPK
Pemda kuatir, akan menjadi tanggungan daerah. Padahal, besarnya tunjangan sama dengan tunjangan pegawai negeri sipil. Hal ini akan membebani keuangan daerah, karena jumlahnya cukup besar pula.
Ini bisa dimengerti, mengingat kemampuan keuangan daerah tidak sama. Oleh karena itu perlu kejelasan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Keuangan, masalah tunjangan ini akan menjadi tanggung jawab siapa? Kita harapkan menjadi tanggung jawab pusat.
Jika pembayaran tunjangan menjadi tanggung jawab daerah, maka masalah guru honorer tidak akan terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Mengapa? Karena kemampuan keuangan daerah di Indonesia tidak merata. Daerah yang mampu membayar akan dapat menyelesaikan, namun daerah yang tidak mampu akan tetap jadi masalah.
Oleh karena itu, kita mengharapkan Komisi X memediasi dan menegosiasikan masalah ini dengan Kementrian Pendidikan, Kementrian Keuangan, dan Kementrian PAN-RB, untuk memperoleh penegasan dari pemerintah terkait tunjangan PPPK tersebut.
Baca Juga: Pendidikan Berbasis Keberagaman Perlu Diterapkan Di Sekolah
Namun jika hasil mediasi dan negosiasi gagal, artinya tunjangan PPPK dibayar oleh daerah, maka kita mengharapkan inisiatif penyelesaian masalah guru honorer ini melalui kerja wakil rakyat di Komisi X DPR RI untuk mendorong pemerintah pusat menyediakan anggaran.
Mengapa demikian? Karena seperti kita ketahui, biasanya, masalah anggaran adalah masalah prioritas. Dalam kondisi anggaran masih terbatas, sementara banyak sektor yang perlu dibiayai. Sektor yang dibiayai adalah sektor yang diprioritaskan dan biasanya sebuah sektor menjadi sektor prioritas, melalui keputusan politik di DPR.
Oleh karena itu, kita menunggu kerja politik DPR, terutama melalui Komisi X, Komisi yang membidangi pendidikan.
Kemungkinan lain, seperti disampaikan oleh Dirjen GTK Kemendikbud Iwan Syahril, bahwa guru PPPK yang bekerja baik bisa direkrut menjadi PNS, terutama mereka yang berusia 35 tahun ke atas. Ini hanya dapat dilakukan melalui Kepres, tentu saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Foto: atmnews.id