Depoedu.com – Hari Natal telah tiba. Umat Kristiani di seluruh dunia mengalaminya sebagai momen kelahiran Kristus, Sang Imanuel. Namun, gegap gempita perayaan yang tahun demi tahun menandai hari istimewa ini, sekarang tak sungguh terasa. Pandemi covid-19 yang melanda seluruh wilayah dunia memberikan dampak yang sangat kentara.
Tidak bisa diingkari, Natal yang kerap kali menjadi momen pertemuan keluarga, berkumpul untuk bersyukur dan merayakannya bersama-sama, sekarang hanya bisa dialami oleh segelintir umat saja. Lebih dari itu, bisa jadi ini merupakan Natal pertama tanpa kehadiran sosok tercinta. Karena covid-19 tak sedikit merenggut nyawa.
Meskipun sebenarnya, bagaimanapun kondisinya, Natal senantiasa menghadirkan pesan yang sama: penyertaan Allah bagi manusia. Sejak awal mula, karena cinta-Nya, rencana penyelamatan sudah ditetapkan. ”Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”, demikian nubuat Nabi Yesaya jauh sebelumnya.
”Natal bukan waktu untuk memaksa diri bahagia”, demikian disampaikan oleh Romo Eddy Mulyono, SJ pada Perayaan Ekaristi online dari Katedral Jakarta, yang saya ikuti dua minggu sebelum Natal tiba. Untuk semua yang tengah berada dalam kondisi sakit, sedang berjuang merawat kerabat yang sakit, atau masih dalam duka cita kehilangan sanak keluarga, pernyataan ini bisa dialami sebagai ungkapan belarasa.
“Roh kegembiraan harus menemukan sumbernya dalam Tuhan, bukan dalam hal-hal lahiriah”, lanjutnya. Ini kuncinya ternyata. Bila kondisi sehat, kondisi aman, apalagi sejahtera dan berkecukupan menjadi penentu bahagia kita, bisa dipahami sulitnya mengalami itu bahkan pada peristiwa se-istimewa Natal sekalipun.
Baca Juga : Memaknai Perayaan Natal Dan Historinya
Maka undangan Illahi untuk menyongsong Natal dengan bersukacita, bersyukur dan berdoa, hanya dapat ditanggapi dengan kembali pada sumber sukacita sejati, Allah sendiri. Pertanyaan besarnya, dalam kondisi se-terbatas ini, bagaimana bisa?
Pergumulan menemukan jawaban atas pertanyaan ini mempertemukan saya dengan sosok Maria. Sebelum Natal menjadi bagian dari hidup saya, baik dengan kenangan keriaan maupun dengan fakta keprihatinan, Natal telah lebih dahulu ada di hidup Maria. Bahkan ia menjadi alasan terjadinya Natal bagi kita semua. Maria inilah yang disebut sebagai perempuan muda dalam nubuat Yesaya.
Karena cinta-Nya yang sedemikian besar, Allah berkenan hadir dalam hidup manusia, menyertai kita dalam setiap peristiwa kehidupan, bukan hanya mengamati dari kejauhan. Untuk rencana penyelamatan yang luar biasa ini, kehadiran Allah terjadi melalui peristiwa yang sangat manusiawi: lahir dari rahim seorang perempuan. Pada Maria-lah pilihan dijatuhkan.
Dalam Kitab Suci dikisahkan bagaimana Allah mengutus malaikat Gabriel menjumpai Maria dan menyampaikan rencana-Nya. Terhadap tawaran yang mengundang seribu tanya baginya, jawaban Maria adalah ”ya”. Sebagaimana terungkap dalam pernyataan imani: “Sesunguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.
Melalui sebuah pengalaman berziarah, saya berkesempatan menyambangi Nazareth, sebuah kota di Galilea, tempat Maria tinggal. Di kota yang pada masa itu ditandai dengan kemiskinan warganya, seperti umumnya warga miskin di sana, tempat tinggal Maria menyerupai sebuah rongga, berlokasi di bawah permukaan tanah.
Baca Juga : Makna Perayaan Natal Di Tengah Pandemi Virus Korona
Peziarah harus menuruni sejumlah anak tangga untuk sampai ke ruang sempit dan sederhana tempat terjadinya peristiwa yang kemudian disebut sebagai kabar gembira. Perjumpaaan Allah dan manusia yang terjadi di sana membuahkan keselamatan bagi mereka yang mengimaninya.
Di atas tempat kudus itu kini telah dibangun Basilica of the Anunciation. Kenangan mendalam akan Perayaan Ekaristi yang saya alami pada kesempatan itu, hadir kembali dalam permenungan kali ini. Terlebih ulasan tentang peristiwa kabar gembira yang disampaikan Romo J. A. Hendra Suteja, SJ dalam homilinya.
Pada umumnya konsep mujizat dimaknai sebagai peristiwa di mana manusia meminta dan Tuhan memberi. Namun menurut Romo Hendra, mujizat punya makna kedua, yakni peristiwa di mana Allah meminta dan manusia memberi. Mujizat penyelamatan manusia yang terjadi melalui peristiwa kabar gembira adalah mujizat dengan makna kedua ini.
Peristiwa kabar gembira memperlihatkan kasih Allah yang dengan rendah hati menyampaikan maksud-Nya kepada manusia, bukan figur Allah dengan kekuasaan yang dimiliki, menugaskan manusia menjalankan perintah-Nya. Melalui malaikat-Nya, Allah menuntun Maria memahami rencana-Nya, menjawab pertanyaan yang diajukan Maria, dan menyiapkan Maria menjadi Bunda Putra-Nya. Dialog cinta ini berakhir dengan kesiapan Maria dan keputusan untuk memberikan apa yang Allah minta darinya.
Natal bagi kita dalam semua kondisi terbatas kali ini tidak lebih buruk dari peristiwa Natal yang dialami Maria dengan segala keterbatasannya. Maria mengalami kehamilan saat masih bertunangan dengan resiko pandangan negatif terhadapnya.
Dalam kondisi hamil tua, ia menempuh perjalanan jauh ke Betlehem, kota asal tunangannya. Dan ketika saat melahirkan tiba, Maria membaringkan bayinya dalam palungan, karena tak tersedia bagi mereka tempat penginapan.
Baca Juga : Refleksi Menjelang Natal : Menjadi Manusia Baru
Andai untuk semua pengalaman terbatas itu Maria tidak hanya memiliki kesediaan, melainkan sukacita yang memampukannya senantiasa memuliakan Tuhan, jelas bahwa Maria senantiasa memelihara relasi cinta dengan sumber sukacita sejati. Lebih dari itu, pilihan sikap Maria menghadirkan mujizat Natal yang dengan penuh syukur kita alami sampai hari ini.
Sebagaimana terjadi pada Maria yang dengan segala keistimewaannya adalah manusia dalam arti sepenuh-penuhnya, kita pun berkesempatan berjumpa dengan Allah yang menyampaikan sesuatu pada kita. Romo Hendra menunjukkan caranya : ”Tinggalkan ke-akuan kita, tangkap kehendak Bapa, dan berikan jawab “ya”, keselamatan yang direncanakan Allah bisa terjadi melalui kita.
Bila Allah meminta dari kita, jawaban apakah yang akan kita berikan pada-Nya? Mungkin bukan urusan sebesar menyelamatkan seisi dunia. Namun untuk kesediaan memikul sakit yang kita alami misalnya, hingga kesembuhan yang kemudian dianugerahkan menjadi kesaksian akan kasih-Nya.
Atau untuk berhenti mengasihani diri, keluar dari fokus pada diri sendiri dan melakukan tindakan sederhana yang menyatakan kepedulian pada sesama. Kita tak pernah bisa menduga, bagaimana tindakan sederhana ini berdampak bagi mereka yang sungguh membutuhkannya.
Mari kenali apa yang Allah kehendaki dari kita hari ini, karena jawaban kita bisa menghadirkan kembali mujizat Natal dalam hidup kita, hari demi hari. Selamat Natal!
Foto : sesawi.net
[…] Baca Juga: Menghadirkan Kembali Mujizat Natal […]