Depoedu.com: Sejak Ratu Wilhelmina naik takhta, dalam sebuah pidato Pembukaan Parlemen di Belanda tanggal 17 September 1901, Ratu Wilhelmina menegaskan bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi terhadap penduduk Bumiputera di Hindia Belanda sebagai dampak dari kebijakan Tanam Paksa.
Pidato tersebut kemudian dituangkan kedalam kebijjakan Politik Etis yang terangkum dalam Trias van Deventer yang meliputi tiga hal, di antaranya: pemerintah Belanda wajib memberikan akses bagi penduduk pribumi untuk mengeyam pendidikan.
Lanjutan dari kebijakan ini adalah pemerintah Kolonial Belanda membuka sekolah-sekolah yang tadinya hanya untuk mendidik anak-anak para pegawai VOC di Hindia Belanda.
Baca juga: Esensi Pendidikan Sejarah Dalam Kurikulum Nasional
Namun kebijakan ini tidak dibuka seluas-luasnya. Tidak semua penduduk Bumiputera memilliki akses untuk mengenyam pendidikan. Dalam praktek hanya para elit Bumiputera, anak para bangsawan yang dekat dengan petinggi VOC, atau pegawai VOC rendahan berkebangsaan Bumiputera yang boleh mengenyam pendidikan di sekolah Belanda.
Anak-anak dari kelompok masyarakat Tionghoa, termasuk tidak mendapat kesempatan belajar di sekolah-sekolah yang aksesnya dibuka karena kebijakan politik etis ini.
Sementara itu, sejak tahun 1900, atas Prakarsa Tokoh Tionghoa seperti Souw Siauw Tjong, seorang tokoh kaya dan berjiwa sosial dan 19 tokoh lainnya, didirikan perhimpunan masyarakat Tionghoa yakni Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) pada 17 Maret 1900. Sumber lain mengatakan THHK didirikan tanggal 27 Maret 1900.
Perhimpunan ini didirikan untuk tujuan mereformasi kebiasaan-kebiasaan buruk masyarakat Tionghoa pada saat itu, mengembangkan ajaran Konghucu dan ilmu pengetahuan, mendorong orang Tionghoa yang bermukim di wilayah Hindia Belanda untuk mengenal identitasnya, sehingga bisa bersatu sebagai kelompok masyarakat yang dihormati pemerintah Hindia Belanda.
Hingga 8 tahun usia kiprah perhimpunan ini, para pengurus perhimpunan menilai, pemerintah Hindia Belanda semakin tidak peduli pada pendidikan anak-anak Tionghoa waktu itu.
Oleh karena itu, sebagai bentuk reaksi terhadap ketidakpedulian pemerintah Hindia Belanda ini, pada tahun 1909 THHK mendirikan sekolah yang bernama Tiong Hoa Hok Tong. Sekolah ini kemudian berganti nama menjadi Tiong Hoa HWE Koan.
Baca juga: Bagaimana Bangsa Yahudi Menyelenggarakan Pendidikan Dan Pengajaran Sains?
Sekolah ini terletak di jalan Patekoan nomor 31, kini jalan Perniagaan Raya ini kemudian dikenal sebagai Patekoan Tiong Hoa HWE Koan School, yang kemudian disingkat menjadi sekolah PA HOA.
Sekolah ini merupakan sekolah swasta modern pertama di Hindia Belanda. Uniknya di sekolah ini, tidak dikenal pengelompokan kelas seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Semua anak meskipun umurnya berbeda-beda dapat belajar bersama-sama pada sebuah kelas.
Muridnya tidak hanya terdiri dari anak-anak Tionghoa saja, namun juga diminati oleh warga pribumi kaya. Murid-murid di sekolah ini belajar Aljabar, Aritmatika, Bahasa Mandarin, adat istiadat, dan budaya Tionghoa.
Sekolah ini ternyata sangat diminati masyarakat, sehingga pada tahun 1911 sekolah Tiong Hoa HWE Koan sudah membuka cabang di banyak wilayah di Hindia Belanda, terutama daerah-daerah yang terdapat banyak populasi warga keturunan Tionghoa.
Beberapa sumber mengatakan bahwa cabang sekolah Tiong Hoa HWE Koan, didirikan di Mauk dan Batu Ceper Tangerang. Dua daerah ini pada saat itu dikenal sebagai kawasan dengan populasi warga Tionghoa terbanyak di sekitar Batavia.
Namun sumber lain mengatakan sekolah di Mauk dan Batu Ceper sudah ada sejak tahun 1875.
Cabang lainnya didirikan di Tegal dengan nama Zehoa. Tahun 2006 para alumni Zehoa sempat melakukan reuni sekaligus memperingati 100 tahun sekolah tersebut didirikan.
Melihat perkembangan yang sangat pesat dari sekolah Tiong Hoa HWE Koan, pemerintah Hindia Belanda menjadi sangat khawatir. Pemerintah Hindia Belanda lantas mendirikan Hollandsch Chinesech School, sekolah berbahasa Belanda bagi anak Tionghoa sebagai tandingannya.
Baca juga: Apakah Benar Wabah Penyakit Selalu Muncul 100 Tahun Sekali?
Pemerintah Hindia Belanda khawatir karena orang Tionghoa dikenal dekat dengan suku lokal dan kerap saling membantu. Mereka takut jika anak-anak Tionghoa terdidik untuk membantu suku lokal, melawan penjajahan Kolonial Belanda.
Sekolah Tiong Hoa HWE Koan yang kemudian disebut PA HOA agar lebih singkat, akhirnya ditutup pemerintah Indonesia, setelah meletusnya G 30S PKI.
Bangunan gedung sekolahnya, yang berada di wilayah Tambora Jakarta Barat, masih ada hingga kini, namun diambil alih oleh pemerintah Orde Baru waktu itu. Kini gedung tersebut menjadi gedung sekolah SMA 19 Jakarta.
Sumber foto: Kompasiana.com
[…] https://www.depoedu.com/2020/10/20/edu-talk/jejak-sekolah-tionghoa-dalam-sejarah-indonesia/ […]