Depoedu.com – Program Organisasi Penggerak (POP) yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud) dan yang diluncurkan Maret 2020 lalu, tampaknya akan tetap dilanjutkan. Padahal program ini menuai protes, disusul mundurnya dua organisasi benar nasional Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadyah.
Selain protes berbagai kalangan, masuknya perusahaan besar yang bergerak di bidang pendidikan, juga proses rekrutmen berbagai organisasi lolos dinilai tidak independen.
Dalam salah satu pemberitaan televisi swasta, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Diksus Kemendibud, menjelaskan bahwa menyusul diluncurkannya POP oleh Kemendikbud 9 Maret lalu, terdapat 4.464 organisasi mendaftarkan diri menjadi peserta.
Kegagalan dalam memenuhi berbagai persyaratan mengakibatkan sejumlah organisasi dinyatakan tidak lolos. Jumlah di atas kemudian berkurang menjadi 3.010 lembaga.
Baca Juga : Guru Penggerak Indonesia Maju
Program ini sesungguhnya bertujuan meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia, dengan melibatkan seluruh lembaga atau institusi yang bergerak di bidang pendidikan. Menurutnya, program ini sangat terbuka atau transparan, sehingga bisa dikawal oleh siapapun.
Pengurus Besar PBNU, Marsudi Suhud menilai program yang hendak dilaksanakan Kemendikbud ini tidak independen. Sejumlah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan tiba-tiba lolos, menjadi peserta.
Padahal, dilihat dari usia, lembaga-lembaga tersebut tidak seumur dengan lembaga pendidikan yang dikelola NU. “Sehingga kami menilai proses seleksi penerimaan lembaga peserta POP ini seperti ada kongkalikong” kata Marsudi.
Pemerhati pendidikan, Azyumardi Azra menilai POP yang dicanangkan Mendikbud memiliki empat kelemahan. Kelemahan program ini adalah, tidak tepat waktu, karena diluncurkan saat Negara berada dalam situasi Pandemi Covid 19.
POP juga belum disetujui oleh Komisi X DPR RI. Kelemahan berikutnya berkaitan dengan rendahnya kompetensi tim seleksi terhadap lembaga yang masuk dalam POP, serta kompetensi lembaga yang akhirnya lolos dalam seleksi.
Baca Juga : Nadiem Makarim ; Kepala Sekolah Akan Jadi Fondasi Perubahan Pendidikan
‘’Sebaiknya Kemendibud memikirkan kesulitan di bidang pendidikan saat ini, mengenai pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dikeluhkan masyarakat, baik di kota maupun pedesaan,’’ katanya.
Sependapat dengan Azra, Pengurus Besar PGRI Husaifa Dadang mengatakan bahwa Kemendikbud seharusnya peka terhadap situasi yang saat ini sedang melanda dunia pendidikan Indonesia. Yang perlu dipikirkan adalah PJJ yang sedang dihadapi para pendidik dan peserta didik di Indonesia.
Guru dan murid, tengah menghadapi berbagai kendala terkait jaringan dan koneksi internet, terbatasnya fasilitas handphone dan lain-lain. “PGRI mulai dari PB Pusat sampai dengan pengurus daerah menyatakan dengan bulat tidak ikut bergabung dalam POP,’’ katanya.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan, program ini menandakan bahwa Mendikbud tidak paham banyak mengenai sejarah keterlibatan lembaga NU dan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan.
Bahkan program yang dicanangkan ini sarat “dikomoditikan’. Ia juga sepakat dan menyarankan Kemedikbud sebaiknya lebih fokus kepada penyederhanaan kurikulum di masa Covid 19, dari pada mengurus POP.
Dirjen GTK Diksus, Kemendikbud, tetap mengatakan bahwa program ini “dilahirkan’ dengan semangat gotong royong, artinya pendidikan yang melibatkan semua pihak. Ini didasarkan pada bukti mengenai hal-hal yang telah dilakukan oleh lembaga – lembaga yang telah berkarya di bidang pendidikan.
Baca Juga : Jangan Mencabut Jalinan Pembelajaran Siswa Dan Gurunya Karena Corona
Soal tidak independen, yang dialamatkan terhadap program ini ia pun membantahnya. Semua proses mulai dari rekrutmen organisasi, semua dilakukan dengan transparan, oleh tim yang kredibel dan ini telah dilakukan sosialisasi.
Untuk diketahui, Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak, untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik. Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi ke dalam tiga kategori yakni Gajah, Macan dan Kijang.
Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun. Akankah program ini direalisasikan? Kita tunggu.
Foto : m.tribunnews.com