Depoedu.com – Kisah ini bukan kisah rekaan, melainkan sungguh-sungguh terjadi. Seorang teman mengirimkkannya pada saya, dan berpesan agar saya menulis ulang kisah ini untuk depoedu.com, agar menginspirasi lebih banyak orang lagi.
Mbah Pon, seorang janda tua yang sudah lama ditinggal wafat suaminya. Mbah Pon dikaruniai lima anak. Kelima anaknya ia sekolahkan hingga menjadi sarjana,tanpa beasiswa. Sehari-hari ia berjualan gudeg di salah satu pojok Pasar Bringharjo Yogyakarta.
Dua anaknya lulus dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Anak ketiga dan keempat kuliah dan lulus menjadi sarjana dari Institut teknologi Bandung. Sedangkan anak bungsunya telah lulus dari Universitas Indonesia.
Panitia seminar yang terinspirasi oleh kisahnya, ingin membagi cerita suksesnya pada peserta seminar yang mereka selengarakan.
Baca Juga: Ngintip Cara Mark Zuckerberg Mendidik Kedua Putrinya
Meskipun usianya semakin tua dan kelima anaknya sudah menjadi sarjana, hingga kini, ia masih berjualan gudeg. Ketika Mbah Pon dimintai panitia, ia bingung akan menyampaikan apa, karena di samping Ia bukan orang yang pandai bicara, ia juga merasa kisahnya adalah kisah yang biasa-biasa saja.
Karena yakin bahwa kisah Mbah Pon berharga dan inspiratif, panitia memberi jalan keluar. “Nanti Mbah Pon menjawab pertanyaan peserta saja, setelah kisah Mbah Pon mendidik anak-anak, kami ceritakan kepada mereka”, kata panitia meyakinkan.
Hari penyelenggaraan seminar pun tiba. Panitia membacakan cerita singkat tentang Mbah Pon dan anak-anaknya yang sukses menuntaskan kuliah di universitas.
Mendengar cerita sukses Mbah Pon, para peserta seminar antusias ingin belajar dari kesuksesannya. Para peserta banyak mengajukan pertanyaan, namun jawaban Mbah Pon seperti tidak memuaskan.
Misalnya ketika seorang peserta bertanya tentang kiat mendidik anak. “Ya biasa saja, nak, kalau anak saya nakal ya saya nasehati”.
Atau ketika ditanya soal pembayaran uang kuliah anak-anaknya. “Pas waktunya bayaran sekolah ya saya bayar”, jawabnya singkat.
Cara Mbah Pon menjawab membuat peserta seminar merasa tidak tahu hendak bertanya apa lagi. Untuk semua pertanyaan, tidak ada jawaban yang special dari Mbah Pon.
Tiba-tiba seorang peserta bertanya, “Sebagai orang tua, apakah Mbah Pon tidak punya masalah?”
Dengan wajah yang agak bingung, Mbah Pon balik bertanya, “Masalah itu apa, to? Masalah itu yang seperti apa?”
Baca Juga : Orang Tua Penyebab Anak Kecanduan Gawai
Sang penanya kemudian mencontohkan, “Itu lho, Mbah…, misalnya pas waktunya mau bayar uang kuliah, Mbah nggak punya uang”.
Dengan tersenyum Mbah Pon menjawab. “Oh itu to, ya gampang saja. Kalau pas tidak ada uang, saya minta ke Gusti Allah. Ternyata besoknya ada yang datang mborong gudeg saya. Saya jadi bisa bayar uang sekolah anak-anak”.
Jawaban itu membuat hadirin terhenyak. Apakah benar ia memang tidak tahu bahwa ada masalah dalam hidup? Atau ia memang tidak pernah menganggap hidupnya bermasalah lantaran ia menyandarkan hidupnya pada Allah?
Dunia yang hiruk pikuk bisa menyeret kita ke tengah pusaran arusnya. Tuntutan, hambatan, persaingan, menjadi bagian dari hidup harian. Tak jarang semua hanya berujung pada kelelahan. Sukses menjadi sangat mahal harganya, perlu diupayakan sedemikian kerasnya.
Kisah Mbah Pon bisa jadi sebuah tamparan. Hidup sederhana yang dijalaninya berbuah sukses luar biasa, tanpa kiat apa-apa.
Mbah Pon pasti bukan satu-satunya penjual gudeg di Pasar Bringharjo. Sebagaimana kita, ia juga alami tuntutan, hambatan, dan persaingan. Hanya saja, ia tidak mengijinkan itu semua mengambil alih yang utama, penyelenggaraan Tuhan dalam hidupnya.
Teman saya yang bilang bahwa Mbah Pon adalah salah satu orang beriman yang ia kenal. Tentang ini, saya setuju sepenuhnya. (Foto: tatagtribunus-wordpres.com.com)
[…] Baca Juga: Kisah Inspiratif Dari Mbah Pon, Penjual Gudeg Yang Menyekolahkan 5 Anaknya Hingga Sarjana […]