Memahami Bagaimana Anak Milenial Belajar dan Implikasinya bagi Guru

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Seorang Neurolog, David Egleman, bicara di hadapan guru dari berbagai negara, dalam Forum International Society for Technology in Education (ISTE). Ia menguraikan tentang bagaimana otak anak milenial bekerja, seperti dikutip oleh prof. Rhenald Kasali, dalam bukunya Sentra, Inspiring School.

Ada dua point penting yang Ia sampaikan. Pertama, secara fisik, struktur dan bentuk otak anak milenial berbeda dengan otak anak-anak pada era 30 atau 40 tahun yang lalu. Perubahan secara fisik tersebut dipengaruhi dan distimulasi oleh berbagai hal.

Pada zaman dahulu, anak belajar dari buku berwarna putih hitam. Sementara otak anak sekarang distimulasi oleh buku bacaan yang dicetak warna warni dan tayangan audiovisual yang kaya warna dan gerak. Oleh karena itu menurut Egleman, ekspektasi mereka bukan lagi hitam putih, tetapi warna warni dan dinamis.

Baca Juga: Pentingnya Literasi Numerasi bagi Generasi Milenial

Ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Jika pengajaran disajikan secara monoton, tidak kaya warna, dan tanpa tantangan, menyebabkan anak milenial jadi lekas bosan.

Banyak guru tidak paham perubahan ini. Oleh karena itu, anak milenial kemudian dianggap kurang memberi perhatian pada pengajaran. Yang parah, bahkan anak dituding mengidap Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD).

Kedua, anak milenaial hidup di tengah situasi banjir informasi. Oleh karena itu, mereka juga terkondisi untuk mengerjakan banyak hal sekaligus dalam satu waktu dan dinamis.

Misalnya, pada saat yang sama, anak  membaca buku, membalas pesan whatsapp, belajar online melalui aplikasi, atau youtube, atau mengakses media sosial. Jadi pada saat yang bersamaan, otak mereka distimulasi oleh informasi yang beragam.

Oleh karena itu, guru mengajar dengan cara monoton melalui ceramah, dan murid diminta tenang mendengarkan, akan menjadi sangat membosankan.

Ini adalah perubahan penting yang menuntut sekolah dan guru bertransformasi dalam proses pengajaran. Mengajar dengan meode ceramah saja tentu saja tidak memadai lagi.

Guru harus merancang pembelajaran yang tidak hanya melibatkan murid dalam semua tahap,  mulai dari perencanaan hingga pelaporan hasil belajar, tetapi juga memberi peluang bagi murid untuk mengkonstruksi  hasil belajarnya sendiri.

Baca Juga: Strategi Predict-Observe-Explain: Salah Satu Alternatif Strategi Pembelajaran Sains

Proses belajar harus dirancang dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada di sekitar murid. Baik dalam bentuk digital maupun cetak. Maka pengelola  sekolah harus menyediakan semua fasilitas ini.

Formatnya adalah pembelajaran dalam pendekatan belajar siswa aktif dengan metode seperti proyek dan lintas bidang studi. Guru merumuskan tema dan mendorong bidang studi terkait untuk berkolaborasi dalam proyek tersebut.

Metode proyek dan sejenisnya adalah metode yang relevan dengan kondisi psikologis, termasuk perkembangan otak anak milenial, seperti dibahas pada awal tulisan ini.

Melalui metode proyek, murid tidak hanya bertumbuh dalam hal pengetahuan, namun juga membentuk aneka soft skills murid. Bagi anak milenial, pemilikan pengetahuan dan aneka soft skills adalah tuntutan untuk dapat beradaptasi  pada era revolusi industri 4.0. (Foto: skills.id)

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca Juga : Memahami Bagaimana Anak Milenial Belajar Dan Implikasinya Bagi Guru […]