Jeritan Anak-anak Jaman Now (Menunjukkan Kesalahan Bukanlah Satu-satunya Cara!)

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Dalam proses pembelajaran dan interaksi kita sebagai guru dengan siswa, kita selalu ingin menanamkan nilai-nilai baik yang amat luhur, yang kita harapkan dimiliki oleh para siswa kita. Para guru selalu tahu apa yang benar dan apa yang salah. Namun sebelum tulisan saya berlanjut, apakah semua harus selalu bertumpu pada benar dan salah? Saya tidak bermaksud membuat tulisan yang konformis ataupun masuk ke dalam relativisme. Bagi saya, anak-anak jaman ini perlu didampingi untuk tahu kebenaran yang hakiki dan tidak menciptakan kebenaran ala-ala mereka yang bisa saja menyesatkan.

Sekarang coba kita bayangkan ketika kita, sebagai orang dewasa melakukan kesalahan (bisa jadi kesalahan ini dilakukan secara tidak sadar). Contohnya: memilih makan sambil nonton televisi, padahal kita menuntut anak-anak kita untuk makan di meja makan, berbicara dengan nada tinggi kepada anak, padahal kita menuntut mereka untuk bersikap sopan terhadap kita. Memang betul, anak-anak harus menghargai dan hormat kepada orang yang lebih tua, namun darimana mereka bisa mendapatkan contoh perilaku hormat itu kalau bukan dari kita?
Sekolah adalah tempat belajar yang memiliki ukuran untuk segala sesuatu yang tampak (akademis, keterampilan, afeksi, dan sebagainya) oleh karena itu, adalah wajar jika kita, guru, sebagai pendidik memiliki kewajiban untuk memperbaiki atau membetulkan hal-hal yang salah. Guru pasti tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sekarang bagaimana cara kita mengatakannya? Siswa dengan nilai buruk, sikap buruk, mau menang sendiri, tidak mau akui kesalahannya, punya ‘geng’ dan ikut arus dalam perkawanan yang tidak sehat, sudah pasti perlu dibantu. Guru harus ‘turun tangan’ untuk membantu, dalam hal ini, guru amat diandalkan oleh orangtua. Masalahnya, bagaimana caranya? Menunjukkan kesalahan anak mentah-mentah di hadapan orangtuanya seringkali memunculkan reaksi defensif baik dari orangtua maupun anak. Jikapun orangtua tidak defensif, maka si anak akan habis ia ‘marahi’ langsung di depan guru, ah tentu bukan ini yang diharapkan oleh guru. Dengan begitu, peluang kita yang mengharapkan perubahan perilaku akan langsung menjadi nol besar. Jikalau perilaku berubah pun, sekedar untuk menyenangkan kita ataupun orangtua. Jika sudah begini, jadilah mereka generasi yang lip serviceyes mam, yes Sir, tanpa berpikir lagi, sekedar menunjukkan topeng baik di hadapan kita karena mereka anak-anak cerdas yang cepat membaca harapan orang lain.

Cara lain yang membutuhkan sedikit pemikiran mungkin bisa seperti ini, nilai jelek, sikap buruk, kata-kata kasar pasti muncul karena penyebab atau situasi tertentu. Kita bisa membantu dengan cara mengenali apa yang ada dibaliknya terlebih dahulu sehingga concern kita yang terbesar dapat lebih terbaca oleh orangtua atau anak yang bersangkutan. Mereka lebih penting dari nilai jelek, mereka lebih penting dari sekedar sikap buruk yang hanya sesekali muncul (atau bahkan seringkali muncul). Keyakinan bahwa mereka, diri mereka, perasaan mereka penting adalah satu dari sekian hal penting yang saya rasa amat dibutuhkan oleh generasi ini karena mereka kesulitan masuk ke dalam dirinya (terlalu ruwet dengan keberadaan gadget dan media sosial). Jika kita kesulitan melakukan ini, jangan-jangan kita, saya, atau Anda yang berhadapan dengan anak-anak ini jarang merasakan betapa pentingnya peran kita di tengah-tengah mereka. Jangan-jangan kita hanya terjebak pada rutinitas sehingga kesulitan melihat pada kedalaman diri kita (dan tentu saja anak-anak yang kita temui setiap hari).

Merasakan, membahasakan, mengungkapkan perasaan yang mungkin dirasakan oleh anak-anak itu, merupakan kunci dari pintu yang bernama defensif dan lip service. Bagaimana memulainya? Coba dulu saja!

Jadi menjeritlah anak-anak jaman now itu…………….”Tolong saya, bantu saya, pahami perasaan saya, berikanlah contoh pada saya agar saya tahu bagaimana cara bersikap”. (Foto: kelasinspirasi.com)

*Penulis adalah seorang psikolog anak, Istri, dan Ibu 2 orang anak

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments