Istri Bunuh Diri di India, karena Dilarang Suami Main Tik Tok. Bagaimana Dampak Tik Tok di Indonesia?

Family Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Kasus ini mungkin menjadi kasus aksi bunuh diri yang paling unik. Nama pelakunya adalah Anita berusia 24 tahun. Tindakan nekat Anita dipicu oleh komplein Pazznanivel suaminya. Karena menurut suaminya, Anita telah kecanduan bermain tik tok. Pazznanivel meminta  istrinya untuk berhenti bermain tik tok. Permintaan ini memicu kemarahan istrinya. Anita dari Taminnandu, India ini tidak terima, lantas meneguk cairan berwarna gelap dari botol putih hingga terbatuk-batuk. Dia meninggal tidak lama setelah merekam videonya dengan aplikasi tik tok.

Di India, insiden terkait tik tok ini bukan terjadi untuk pertama kali. Seperti yang dilansir pada laman Wolipop, pada bulan Januari seorang anak berusia 15 tahun, gantung diri di rumahnya setelah neneknya memarahinya karena terus menggunakan aplikasi Tik tok. Dua kasus ini menggambarkan gejala adiksi yang sangat parah. Saking parahnya, mereka lebih memilih mengakhiri hidup daripada tidak lagi bermain tiktok, meskipun saya yakin kecanduan tik tok tidak berdiri sendiri.

Dibandingkan dengan media sosial lain, Tik Tok masih relatif baru. Namun demikian seperti dilansir di Warta Ekonomi.co.id, Tik Tok telah masuk dalam 10 besar aplikasi yang paling didownload di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina. Di Google Trends, Tik Tok terpantau di gandrungi oleh anak muda di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara belum ada laporan tentang dampak yang parah seperti terjadi di India, namun laporan tentang dampak negatif lain sudah banyak kita baca.

Penggunaan Tik Tok di Indonesia

Di Indonesia, aplikasi Tik Tok sempat dilarang oleh Kemkominfo pada tanggal 3 Juli 2018 setelah menerima laporan terkait dampak buruk Tik Tok dari masyarakat sebanyak 2.853 laporan. Terkait dampak positif maupun negatif, Kemkominfo setelah berkoordinasi dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenP3A), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepakat untuk melakukan penutupan sementara. Penutupan terpaksa dilakukan karena ditemukan pelanggaran konten terkait pornografi, asusila, dan pelecehan agama. Kemenkominfo mengajukan 10 syarat yang harus dipenuhi agar aplikasi Tik Tok dapat diaktifkan kembali.  Ketika itu, para pengamat media menyayangkan penutupan, namun mengerti langkah yang diambil oleh pemerintah.

Namun tujuh hari kemudian, setelah menerima surat komitmen untuk memenuhi 9 dari 10 tuntutan Kemkominfo, kemkominfo membuka kembali blokir pada tanggal 10 Juli 2018. Komitmen penting yang disanggupi oleh Tik Tok untuk menjamin keamanan pengguna di Indonesia adalah melakukan pembersihan semua konten negatif. Meningkatkan keamanan produk dan konten. Membuat guidelines Community bagi pengguna di Indonesia. Memberlakukan pembatasan umur minimum 13 tahun. Menyediakan jalur khusus bagi pemerintah Indonesia untuk melaporkan konten negatif. Terakhir, Tik Tok menunjuk konten manager untuk perwakilan di Indonesia.

Pengembangan Literasi Digital

Langkah penutupan Tik Tok seperti yang dilakukan oleh Kemkominfo adalah langkah darurat dan langkah yang paling mudah dilakukan. Biasanya langkah darurat, tidak pernah menyelesaikan masalah. Harusnya kementrian-kementrian dan lembaga terkait melakukan langkah yang lebih konsepsional dan visioner; langkah yang diyakini lebih menyiapkan masyarakat untuk lebih cerdas menggunakan media. Karena pada dasarnya kesiapan, pilihan, dan moralitas pengguna media sosial lah yang menentukan apakah manfaat diperoleh atau tidak.

Oleh karena itu ketimbang menutup, langkah yang lebih visioner adalah mendorong pengembangan literasi digital. Pengembangan literasi digital adalah upaya sistematis untuk pengembangan pengetahuan dan kecakapan pada masyarakat untuk menggunakan media digital, jaringan internet, alat komunikasi, dalam menemukan evaluasi, mengkonstruksi informasi, dan memanfaatkan informasi secara sehat, bijak, dan taat hukum, dalam interaksi dengan orang lain secara efektif.

Langkah pengembangan literasi digital dimulai misalnya dengan penyusunan standar melek digital karena penguasaan standar TIK tertentu dengan mengacu pada standar International Society for Technology in Education (ISTE). Pada laman Kompasiana, edisi 8 April 2013, Lin Hermiyanto melansir upaya sinergi antara steakholder pendidikan di British Columba, provinsi paling barat Kanada, dalam mendorong pengembangan literasi digital. Tim tersebut mengindentifikasi dan menyusun standar melek digital untuk para pelajar. Termasuk dalam standar ini adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan pelajar dalam bermedia untuk meraih sukses pada abad ke-21. Draft tersebut mencakup pengembangan literasi digital mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Universitas.

Langkah lain yang perlu dilakukan adalah melengkapi kebutuhan-kebutuhan sekolah dengan tools yang diperlukan, meningkatkan kemampuan guru dan calon guru dalam penggunaaan ICT. Praktek pengajaran hendaknya memanfaatkan kekayaan informasi yang terdapat di internet. Langkah lain yang sangat penting adalah membentuk sistem kontrol untuk mencegah anak muda menggunakan teknologi informasi secara negatif. Di dalamnya termasuk mendorong dan menumbuhkan peran orangtua dalam mengontrol praktek bermedia anak-anak mereka.

Di Indonesia pengembangan literasi digital akan jalan jika para steakholder terkait seperti Kemenkominfo, Kemendiknas, KemenP3A, KPAI, lebih proaktif, bersinergi lebih baik, dan bukan terus-terus menjadi pemadam kebakaran. Dengan begitu, kita berharap kecanduan media sosial parah seperti di India tidak terjadi di Indonesia. (Foto:blog.tribunjualbeli.com)

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments