Depoedu.com – Ketika anak tidak berperilaku sesuai dengan aturan, orangtua biasanya akan memaksa atau mengancam supaya anaknya menuruti aturan. ”Kamu lakukan apa yang ibu/ayah katakan…atau…!” dan anak biasanya menjawab “peduli amat”. Dalam konflik kebutuhan ini kadang anak memandang orangtua sebagai “musuh” yang merampas kesenangan dan memaksa mereka melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan, ini seperti skenario menang-kalah. Adakah cara untuk membuat anak-anak melihat dari sudut pandang kita sebagai orangtua? Adakah cara bagi kita orangtua untuk membuat anak bersedia melakukan hal yang benar dengan senang hati ? Adam Kho dan Gary Lee menawarkan buah pikirannya sebagai solusi.
Rahasia untuk merangkul anak dan membuatnya mau bekerjasama dengan kita adalah dengan membuat mereka lebih dulu merasa nyaman dengan dirinya dan perasaannya tentang kita.
Menghubungkan Kebutuhan Emosional Anak dengan cara Orangtua Membuat Anak Berperilaku Baik.
Banyak orangtua mengeluh “mengapa mereka tidak mau mendengar ketika saya menyuruhnya giat belajar? Bagaimana caranya membuat mereka mau mendengarkan ?”
Rahasia terbesarnya adalah TIDAK menyuruh mereka HARUS giat belajar atau HARUS mendapat nilai bagus, kita harus tahu bahwa anak terutama remaja memiliki kebutuhan emosional yang kuat untuk mandiri dan mereka tidak suka diberitahu bagaimana harus berpikir dan apa yang harus dilakukan. Semakin banyak kita memberitahu mereka HARUS belajar, insting mereka akan semakin menentangnya. Sebaiknya kita katakan bahwa mereka punya PILIHAN. Jika kita memberi mereka pilihan mereka jadi termotivasi untuk belajar, mereka merasa itu pilihan mereka dan tidak ada yang memaksa. Semua remaja menjunjung tinggi “ kebebasan dan kemandirian”, sehingga mereka akan memandang tujuan dari belajar adalah untuk meraih kebebasan. Kita menghubungkan “giat belajar” dengan “kebebasan dan kemandirian” sebagai salah satu faktor motivasi paling ampuh bagi remaja. Banyak orangtua tidak dapat meyakinkan anak untuk mau belajar karena orangtua menempatkannya dengan cara yang membuat mereka merasa bahwa belajar itu untuk orangtua, bukan untuk mereka.
Strategi Apa Yang Digunakan Untuk Menjalin Kerjasama (orangtua – anak).
Paradigma lama dalam membesarkan anak adalah ”saya orangtua dan anak-anak harus melakukan apa yang saya katakan suka atau tidak”, paradigma ini mengabaikan perasaan anak, menggunakan kekuatan, ancaman dan paksaan untuk membuat anak mendengarkan dan mau bekerjasama. Orangtua yang menggunakan paradigma lama dalam mendidik anak biasanya menggunakan strategi menyalahkan, menuduh, menguliahi dan memarahi. Hasilnya dalam jangka pendek bisa membuat anak melakukan seperti yang kita katakan, tetapi tidak berlangsung lama karena anak melakukannya dengan terpaksa. Lebih buruk lagi anak bisa mengembangkan perasaan negatif seperti sakit hati, kesal, sedih, bahkan benci pada diri sendiri lama kelamaan anak bisa menunjukkan perilaku semakin negatif.
Paradigma baru dalam membesarkan anak adalah membuat anak/remaja merasa ingin mendengarkan kita dan bekerjasama, merasa dicintai, diterima, penting, diakui dan mandiri.
Ada 4 strategi yang dapat digunakan untuk merangkul anak agar mereka mendengarkan, dan mau bekerjasama.
1. Membuat mereka merasa penting dan berguna.
Penyebab anak/remaja kebanyakan tidak suka mendengarkan orangtua adalah karena biasanya membuat mereka merasa “ kecil dan tidak penting”. Jika diperintah atau dipaksa melakukan sesuatu dan menurut, mereka merasa seperti kalah dalam pertarungan. Ada beberapa contoh ucapan yang membuat mereka merasa penting dalam menerima tugas, awali/akhiri kalimat anda dengan menggunakan ungkapan seperti :
– “Ibu mempercayai kamu….”
– “Akan sangat membantu jika kamu bisa….”
– “…Ayah tahu bisa mengandalkanmu”
– “…Ibu tahu kamu tidak akan mengecewakan ibu”
2. Bicara dengan perasaan anda.
Strategi ini fokus pada anak tentang bagaimana perasaan anda akibat perilaku mereka. Katakan kepada anak bagaimana perasaan anda, akan mengajarkannya cara mempertimbangkan perasaan orang lain. Anak sering melakukan kesalahan karena mereka hanya memikirkan diri sendiri dan belum menyadari kalau perbuatan mereka berdampak pada orang orang lain.
3. Jelaskan masalah.
Kadang sedikit bicara bisa lebih efektif daripada terlalu banyak bicara, maka pertimbangkanlah untuk sekedar menjelaskan permasalahan seperti yang anda lihat. Dengan menjelaskan permasalahannya (gunakan nada suara yang serius), maka anda tidak sedang menyerangnya, justru anda memberi mereka kesempatan untuk berpikir
tentang tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian mereka akan merasa melakukannya untuk memecahkan masalah, bukan sekedar mengikuti perintah anda.
4. Memberi kekuatan dengan pilihan-pilihan.
Anak/remaja tidak suka “dikendalikan” dan “didikte” karena menganggu kebutuhan emosional mereka dalam kemandirian dan kebebasan, terutama jika orangtua menggunakan ungkapan seperti” saya mau kamu, kamu harus, lakukan atau!…”. Ketika anak TIDAK DIBERI PILIHAN, mereka cenderung menjadi tidak peduli dan bahkan memberontak. Strategi ini menempatkan kembali ”kepemilikan” dan “memberi kekuasaan” kepada mereka dengan pilihan-pilihan. Jika anak merasa diberi pilihan mereka akan merasa lebih kuat melakukan sesuatu. Trik ini memberitahu mereka tentang konsekuensi pilihan mereka dan itu terserah mereka ( membuat mereka merasa penting) untuk membuat pilihan yang tepat.