Guru sebagai Fasilitator

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Apa peran yang diharapkan seorang guru di depan kelas? Apaakh dia menjadi seorang pedagog yang mengajarkan ilmu kepada anak-anak ataukah sebagai andragog yang memfasilitasi siswa agar bisa belajar mandiri?

Inilah pertanyaan utama yang digali dalam buku MENJADI FASILITATOR Efektif, Aktual, dan Menarik, terbit di Kanisius, Jogyakarta, 2017. Meski tujuan utama diarahkan untuk membentuk para fasilitator dalam aneka kegiatan terutama kegiatan kerohanian, tetapi konsepnya bisa diterapkan dalam semua bidang termasuk bidang pendidikan.

Dari sis pendidikan, oleh tuntutan dan perubahan zaman, seorang guru mestinya lebih berpearn sebagai fasilitator. Konsep fasilitator ini didasarkan pada kesadaran bahwa setiap pribadi yang diajarktan telah memiliki konsep diri. Mereka dianggap sebagai partner yang saling belajar bersama dengan para guru yang dalam hal ini berlaku sebagai fasilitator.

Konsep ini dikembangkan dengan asumsi bahwa dengan bantuan teknologi yang nota bene sangat memengaruhi siswa, mereka telah memiliki pengalaman. Darinya mereka bisa saling berbagi. Terbayang, oleh perkembangan teknologi komunikasi dengan bantuan media sosial, youtube, twitter, para siswa telah mengenal tidak sedikit konten pengajaran. Dari situ, mereka bisa saling berbagi dalam proses belajar. Sumber informasi tidak datang dari guru tetapi juga dari murid.

Karena pengaruh teknologi maka penerapan pembelajaran tidak menunggu nanti tetapi sudah bisa diaplikasikan kini dan di sini. Karena menyangkut waktu kini maka orientasi terhadap belajar bukan lagi pada pelajaran tetapi pada masalah. Itu berarti konteks masalah yang terjadi, menjadi bagian utama dari pembelajaran.

Pembahasan ini diuraikan secara detil dalam subtopic tentang Fasilitator yang membelajarkan (pp 31-35). Seorang fasilitator belajar bersama siswa atau kelompok yang dibimbingnya. Ia menyadari bahwa perkembangan teknologi telah memungkinkan semua orang memiliki pengalaman dan perlu berbagi satu sama lain.

Empat Peran Fasilitator

Baik dalam pendidikan maupun dalam pendampingan kelompok orang dewasa, ada 4 peran fasilitator. Yang pertama sebagai moderator. Moderator sebagaimana fungsinya, ia bak penengah (hakim atau wasit) atau pemimpin sidang (rapat, diskusi). Ia memoderasi jalannya sebuah pertemuan atau kegiatan pembelajaran (pp 35-37).

Sebagai seorang ‘advokat’, seorang fasilitator sebagaimakan keahlian seorang pengacara, dapat mengajukan pertanyaan mengumpan demi membuat siswa atau kelompok dapat menjawabnya. Seni bertanya dianggap sebagai keahlian yang mesti terus diasah terus menerus (PP 37-40).

Seorang guru atau fasilitator mesti juga memiliki peran sebagai narasumber. Dengan mempelajari materi sebelumnya, diharapkan seorang guru atau faislitator dapat mengantisipasi kesulitan yang bakal muncul. Dengan demikian ia bisa menyiapkan diri dengan sebaiknya sehingga ketika masalah itu muncul ia dapat mengarahkan siswa atau peserta mencapai jawaban yang baik (40-42).

Pada akhirnya, dalam pembelajaran di kelas atau kelompok, sering muncul perbedaan pandangan. Masing-masing pihak berusaha melihat sudut pandangnya sebagai yang terbaik. Dalam konteks ini, seorang guru atau fasilitator dapat hadir sebagai mediator. Ia bisa memberi  sudut pandang yang dapat dipahami oleh pihak yang berbeda pandang tersebut (pp 42-43).

Buku setebal 112 halaman yang diterbit di pertengahan 2017 ini, pada awal 2019, telah mengalami cetak ulang kedua hal mana menunjukkan bahwa uraian sederhana yang diungkapkan dalam buku ini cukup diterima. Penerimaan yang dimaksud tidak saja terjadi dalam bidang kegiatan pendampingan kelompok dewasa tetapi terbuka untuk umum, termasuk dalam bidang pendidikan.

Buku ini menjadi penting karena kecakapan berbicara atau public speaking dibahas sebagai kunci penting dalam keberhasilan baik dalam pendidikan di kelas maupun dalam pendampingan orang dewasa. Keterampilan untuk mengemas pesan yang disampaikan, menggunakan bahasa yang sederhana tetapi atraktif, serta memerhatikan lima hukum komunikasi yang disebut juga REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble) merupakan hal penting untuk sebuah keberhasilan berbicara yang baik.

Penekanan tentang aspek penting dalam komunikasi sebagai prasyarat dalam keberhasilan berbicara, sebenarnya hanya mau menekankan bahwa kunci keberhasilan baik dalam mengajar maupun dalam mendampingi kelompok sangat bergantung pada pemahaman tentang peran pemberi informasi (sender) dan penerima informasi (receiver).

Masing-masing perlu mengetahui dan memainkan peranannya secara baik. Seorang pemberi informasi (dalam hal ini guru), perlu memilih pesan yang tepat yang berada dalam jangkauan penerima (receiver /penerima). Pesan itu harus sesuatu yang menarik dan aktual yang diasumsikan ketika disampaikan akan mendapatkan respon dari penerimanya.

Evaluasi terhadap tingkatan penerimaan itu akan dievaluasi dalam ‘feedback’ yang diberikan. Pesan yang baik dan menarik akan memunculkan reaksi yang dengan segera menyadarkan pemberi informasi bahwa apa yang disampaikan telah diterima dengan baik.

Sebaliknya, kegagalaan penerimaan akan dihadirkan dalam reaksi negatif yang mestinya dengan segera menyadarkaan pemberi informasi (guru) untuk mengevaluasi kembali proses komunikasi.

Proses seperti inilah yang mesti terus dievaluasi oleh setiap orang yang mengajar atau mendampingi kelompok. Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dilaksanakan dalam konteks ini. Setiap masalah yang muncul selalu dievaluasi dengan cermat karena hal itu menunjukkan realitas yang terjadi.

Tidak hanya itu. Sebagai fasilitator, seorang guru, dengan keutamaan yang dimiliki (baik pengetahuan maupun keterampilan), ia berusaha melakukan bantuan yang diharapkan memudahkan proses solusi. Hal ini merupakan inti dari peran yang diharapkan dari seorang fasilitator, yang berasal dari kata ‘facil’, ‘facilis’, artinya membuat sesuatu menjadi lebih mudah (make something easier).

Dengan kata lain, dengan menyiapkan dan melakukan peran yang baik, maka kehadiran fasilitator (baik guru maupun pendamping) akan sangat dinantikan karena dapat membuat sesuatu menjadi lebih mudah.

Penting membaca buku ini bukan saja bagi para guru tetapi semua orang yang melakukan fungsi sebagai fasilitator entha pemimpin di kantor, Bapak / Ibu keluarga, pemimpin di lingkungan masyarakat, maupun ketua dalam berbagai organisasi agar menjadikan diri bak jembatan yang memudahkan orang agar beralih dari satu masalah menuju kepada penyelesaian (Oleh: Robert Bala, Penulis MENJADI FASILITATOR YANG EFEKTIF, AKTUAL, DAN MENARIK, Penerbit Kanisius, 2017),

0 0 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments