Viral Video Siswa SD Sawer Biduan pada Acara Perpisahan. Ada Apa dengan SD Kita?

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Sebuah video viral di platform X memperlihatkan sejumlah anak dengan pakaian seragam SD, berjoget diiringi lagu dangdut koplo yang dibawakan oleh seorang biduan dan seorang penyanyi laki-laki. Nampak seorang anak laki-laki dari anak-anak yang berjoget, nyawer biduan tersebut beberapa kali.

Nampak peristiwa tersebut terjadi di bawah panggung di sebuah ruang kelas. Di dinding kelas tersebut terpampang sebuah spanduk besar bertuliskan, “Tasyakuran dan Pelepasan Kelas 6 SDN Kenayan.” Rupanya peristiwa tersebut terjadi dalam acara tasyakuran dan pelepasan siswa kelas 6, SDN 1 Kenayan, Tulungagung Jawa Timur. 

Video tersebut diunggah oleh akun @viralinae. Pada saat saya menemukan video tersebut, video sudah ditonton oleh 10.700 orang. Setelah video tersebut viral, Kepala Sekolah SD tersebut Ibu Admim Kholisina  memberikan klarifikasi. Kata dia, sesi joget dangdut koplo tersebut dilakukan setelah acara inti selesai. 

“Acara inti berjalan sesuai dengan rencana. Ada acara pemotongan tumpeng dan foto bersama. Acara sudah selesai dan bapak dan ibu guru sudah menuju ruang guru. Acara hiburan itu murni dari wali murid. Sekolah juga tidak menyediakan biduan untuk menghibur,” kata Admim seperti dilansir Tribunnews.com

Baca juga : Kemendikdasmen Akan Mengembalikan Jabatan Pengawas Sekolah. Apa Tanggapan Kepala Sekolah?

Admim mengatakan, acara hiburan itu murni ide dari wali murid. Ia mengatakan usai kejadian tersebut, perwakilan wali murid sudah minta maaf secara tertulis, ditandatangani dengan dibubuhi materai. Meskipun begitu Admim Kholisina mengaku kecolongan atas kejadian tersebut. 

Ada apa dengan Sekolah Dasar kita?

Penjelasan Kepala Sekolah tentang kejadian tersebut memang langkah yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin. Namun yang paling perlu dilakukan adalah menjadikan peristiwa tersebut sebagai cermin untuk melihat wajah pengelolaan sekolah dasar kita sebagai lembaga pendidikan. 

Ketika melihat video tersebut di platform X, saya spontan bertanya, kok acara pelepasan SD hanya diisi dengan potong tumpeng, foto-foto dan menghadirkan biduan dangdut koplo? Bukankah menjadi kesempatan yang baik bagi sekolah untuk menampilkan prestasi dan kreativitas siswa sekolah tersebut? 

Bisa jadi karena sekolah ini memang proses pengelolaannya miskin kreativitas. Oleh karena itu, yang ditampilkan pada acara penting sekolah bukan kreativitas segar anak didik dan guru, tetapi budaya lama yang sudah umum dikenal seperti tumpengan. Karena itu sekolah seperti itu tidak punya tradisi dan budaya sekolah. 

Jika ditarik lebih jauh, sekolah yang tidak punya tradisi dan budaya sekolah biasanya diurus oleh orang-orang yang tidak serius, oleh karena itu muncul budaya asal ada. Ini terjadi karena orang-orang ini tidak memiliki dedikasi, bahkan tidak memiliki visi mendidik. Secara keseluruhan situasi seperti ini merusak sekolah sebagai lembaga pendidikan. 

Baca juga : Inilah Syarat Pendaftaran, Cara Mendaftar, dan Tahap Seleksi Masuk IPDN. Sekolah Gratis, Lulus Jadi PNS

Dampak lebih jauhnya adalah lingkungan sosial di luar sekolah lebih berhasil membentuk anak daripada sekolah sebagai lingkungan pendidikan. Harusnya sekolah sebagai lingkungan pendidikan membentuk budaya baru yang lebih baik sebagai tandingan untuk menandingi budaya yang tidak sehat dalam masyarakat.   

Ketika sekolah gagal secara dini membangun budaya tandingan, sekolah bukannya mempengaruhi budaya dalam masyarakat, melainkan budaya dalam masyarakat termasuk budaya yang tidak sehat malahan mempengaruhi perilaku siswa, seperti muncul dalam kasus ini. 

Dangdut koplo, joget dan sawer-menyawer yang merupakan perilaku orang dewasa yang cenderung merendahkan biduan, justru dilakukan oleh anak-anak SD dalam acara Sekolah Dasar. Selain itu, kasus ini juga menunjukkan tidak hanya loncatan perilaku tetapi lebih dari itu, loncatan minat anak SD.  

Oleh karena itu, saya berharap peristiwa SDN 1 Kenayan, Tulungagung Jawa Timur ini menjadi cermin untuk berefleksi bagi semua insan pendidikan di Indonesia. Karena bisa jadi, gejala ini juga ada di banyak sekolah meskipun dengan manifestasi yang berbeda. 

Foto: Batam Pos

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments