Deep Learning: Tren Pendidikan yang Menghidupkan Esensi Kurikulum Merdeka

EDU Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com-Sejak Prof. Abdul Mu’ti menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, istilah deep learning kembali menjadi sorotan dalam dunia pendidikan Indonesia. 

Namun, istilah ini sempat disalahartikan sebagai ancaman bagi Kurikulum Merdeka, bahkan muncul anggapan bahwa deep learning akan menggantikannya.

Faktanya, deep learning bukanlah pesaing, melainkan pendekatan pembelajaran yang justru sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka, yang menekankan pembelajaran bermakna dan berpusat pada murid.

Deep learning adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa memahami secara mendalam, mengajukan pertanyaan kritis, dan membangun koneksi antara pengetahuan yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari. Fokusnya tidak hanya pada apa yang dipelajari, tetapi juga pada mengapa dan bagaimana.

Dalam konteks ini, John Dewey, seorang filsuf pendidikan progresif, menekankan pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning).

Menurutnya, pendidikan sejati terjadi ketika siswa terlibat aktif dalam proses belajar dan mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan masalah nyata di dunia sekitar mereka. 

Hal ini sangat relevan dengan deep learning, yang berupaya membangun pemahaman bermakna melalui keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Sebaliknya, surface learning atau pembelajaran permukaan lebih menekankan pada hafalan dan reproduksi informasi tanpa menggali pemahaman mendalam. Paulo Freire, melalui bukunya Pedagogy of the Oppressed, mengkritik pendekatan pendidikan yang ia sebut sebagai banking model

Baca juga : Mulai Ada Tren Baru, Mahasiswi Pakai Lingerie ke Kampus, Apa yang harus Dilakukan?

Dalam pendekatan banking model siswa hanya dianggap sebagai “penampung informasi” tanpa kesempatan untuk berpikir kritis. Pendekatan ini membuat siswa sulit memahami relevansi pengetahuan dengan kehidupan nyata mereka, sehingga pembelajaran menjadi dangkal dan tidak berdampak jangka panjang.

Kurikulum Merdeka dan Ruang untuk Deep Learning

Penerapan deep learning sangat sejalan dengan berbagai fitur dalam Kurikulum Merdeka. Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) adalah salah satu contoh nyata yang mengintegrasikan pendekatan ini. 

Dalam P5, siswa diajak mengaplikasikan pengetahuan dalam konteks nyata, sekaligus memupuk kreativitas, kolaborasi, dan empati.

Kurikulum Merdeka juga memberikan ruang bagi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), yang mendorong siswa untuk memecahkan masalah nyata.

Contohnya, siswa yang mempelajari polusi air dapat diajak untuk mengidentifikasi sumber polusi di sekitar mereka dan merancang solusi yang dapat diterapkan di komunitas. 

Hal ini mencerminkan pandangan Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan yang terkenal dengan taksonomi pembelajarannya, di mana tingkat pemahaman tertinggi adalah menciptakan solusi atas masalah yang dihadapi.

Namun, agar pendekatan ini berhasil, guru perlu memainkan peran aktif sebagai fasilitator pembelajaran. Salah satu langkah awal adalah mengubah cara guru memberikan pertanyaan kepada siswa. 

Pertanyaan seperti, “Bagaimana teknologi dapat membantu mengurangi ketimpangan sosial di Indonesia?” akan memicu diskusi yang lebih mendalam dibandingkan pertanyaan yang hanya meminta siswa mengingat definisi.

Baca juga : STIKOM Bandung Membatalkan Kelulusan 233 Lulusannya dan Menarik Ijazah Mereka

Selain itu, pemberian umpan balik yang konstruktif juga penting. Carol Dweck, melalui teorinya tentang growth mindset, menjelaskan bahwa siswa yang mendapat umpan balik positif cenderung lebih termotivasi untuk belajar lebih mendalam. 

Misalnya, guru dapat memberikan masukan seperti, “Saya suka cara kamu berpikir tentang solusi ini, tapi bisakah kamu menjelaskan lebih jauh bagaimana ini bisa diterapkan?”

Resolusi Pendidikan 2025: Membangun Generasi Pembelajar Mendalam

Memasuki tahun 2025, guru perlu menjadikan deep learning sebagai resolusi baru dalam mendukung transformasi pendidikan Indonesia. 

Teknologi, pembelajaran berbasis proyek, dan pendekatan diferensiasi harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.

Sebagai penutup, kita dapat kembali pada pemikiran Ki Hajar Dewantara, yang menekankan bahwa pendidikan harus memerdekakan manusia, baik secara pikiran, jiwa, maupun raga. 

Dengan mengintegrasikan deep learning ke dalam praktik sehari-hari, pendidikan Indonesia dapat melahirkan generasi pembelajar yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mampu berkontribusi secara nyata bagi masyarakat.

Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya tentang mengisi kepala dengan informasi, tetapi tentang menghidupkan jiwa dan mempersiapkan siswa menghadapi dunia dengan penuh makna.

Mari jadikan pembelajaran bermakna sebagai standar baru di ruang kelas kita! 

Foto: Tribunnews.com

5 1 vote
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments