Depoedu.com-Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2023/2024 sudah selesai. Tibalah saatnya pemerintah melakukan evaluasi terhadap proses PPDB tersebut, sebagai masukan untuk memperbaiki proses tersebut, pada PPDB tahun ajaran yang akan datang di sekolah-sekolan negeri.
Proses evaluasi dan tindak lanjut perbaikan tersebut sangat diharapkan dilakukan oleh pemerintah secara serius, agar sunguh-sungguh terjadi perbaikan dalam proses PPDB tahun ajaran yang akan datang.
Hingga tahun ini, tahun ke-7 PPDB dengan sistem zonasi dilaksanakan, carut marut proses PPDB dengan sistem zonasi belum juga terurai. Bahkan banyak pihak menilai pelaksanaan PPDB tahun ini lebih buruk daripada tahun sebelum-sebelumnya.
Misalnya pelanggaran terkait sistem zonasi masih marak terjadi. Modus pelanggarannya mulai dari manipulasi domisili, pindah kartu keluarga, masuk melalui jalur afirmasi padahal tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan jalur afirmasi.
Selain pelanggaran terhadap jalur zonasi, praktik jual beli kursi juga banyak terjadi. Modusnya adalah panitia mendaftarkan nama yang fiktif dalam jumlah yang diumumkan lolos sebagai murid yang diterima dalam proses PPDB.
Baca juga : Workshop Literasi Dan Numerasi Bagi Guru Sekolah Tarakanita Jakarta
Kuotanya ditetapkan misalnya 150 murid, diumumkan 150 nama calon murid yang diterima. Dari jumlah tersebut, 30 nama yang dicantumkan adalah nama yang fiktif. Kursi untuk 30 nama murid yang fiktif ini kemudian dijual kepada calon murid yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus, dengan harga Rp. 5-8 juta, bahkan lebih.
Pelanggaran lain yang marak terjadi adalah pelanggaran terhadap jumlah kuota yang ditetapkan oleh pemerintah pada masa perencanaan PPDB. Ini terjadi di SMP Negeri 12 Tangerang Selatan, misalnya. Diduga murid yang diterima melebihi kapasitas kelas yang tersedia.
Seperti dilansir pada laman Kompas.com, ada empat kelas yang jumlah murid dalam satu kelas diisi oleh 75 orang murid. Berdasarkan keterangan yang dihimpun Kompas.com, SMPN 12 Tangerang Selatan tahun ini menerima murid baru sebanyak 529 orang.
Padahal kuota yang ditetapkan oleh pemerintah seperti yang tercantum dalam surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan nomor 400.3.5/Kep.2791-Disdikbud/2023 tangal 26 Mei 2023 adalah sejumlah 192 murid dengan enam rombongan belajar.
Diduga pelanggaran kuota ini terjadi di banyak sekolah. Ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah negeri tidak mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dalam proses belajar mengajar. Bagaimana mungkin dapat menyelenggarakan pengajaran yang efektif jika dalam satu kelas terisi 75 murid.
Diduga pelanggaran jumlah kuota ini tidak hanya terjadi di jenjang SMP, melainkan terjadi juga di jenjang SMA dan SMK.
Baca juga : Guru Menjadi Kunci Transformasi Pendidikan
Saya juga menduga dalam hal jumlah kuota ini, sekolah negeri lebih berorientasi pada besarnya dana bos yang akan diterima sekolah, karena jumlah dana BOS ditetapkan berdasarkan jumlah murid, bukan pada efektivitas proses belajar mengajar.
Selain pelanggaran jumlah kuota, sekolah negeri juga khabarnya memperpanjang pendaftaran melalui jalur afirmasi hingga akhir bulan Agustus. Padahal tahun ajaran baru sudah dimulai dari bulan Juli awal. Hal ini terjadi di jenjang SMA di Provinsi Banten. Ini semua berdampak buruk pada perkembangan sekolah swasta.
Jika praktik pelanggaran ketentuan PPDB ini tidak dievaluasi dan diperbaiki, ini semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya gagal mengurusi sekolah negeri, melainkan juga tidak sama sekali memproteksi sekolah swasta.
Padahal sekolah swasta berhak memperoleh proteksi tersebut, karena sekolah swasta membantu pemerintah menyelenggarakan pendidikan bagi warga negara seperti perintah Undang Undang Dasar. Oleh karena itu, pemerintah wajib melindungi sekolah swasta.
Lebih dari itu, pembiaran terhadap pelanggaran PPDB dari tahun ke tahun menunjukkan telah terjadi penyempitan orientasi bahkan disorientasi pemerintah dalam mengurusi pendididikan.
Selain mengurusi sekolah negeri, kebijakan pemerintah juga harus mempertimbangkan sekolah swasta.
Foto: MerahPutih