Hoax Tentang Penculikan Anak, Fenomena Apa ini?

Family Talk
Sebarkan Artikel Ini:

Depoedu.com – Hari-hari ini, ramai di media sosial tentang penculikan anak. Di laman facebook misalnya, banyak netizen mengirim tangkapan layar berisi pesan mengenai penculikan anak.

Pesan ini ternyata disampaikan dan dikirim berulang-ulang, narasinya seputar penculikan anak. Bahkan lokasinya sampai ke pelosok-pelosok.

Tidak main-main, narasi-narasi penculikan anak di sebar bersamaan dengan foto wajah beberapa orang. Konon katanya, orang-orang dalam foto tersebut adalah pelaku penculikan. Karena itu masyarakat harus waspada.

Apalagi ada media massa yang mengangkat berita soal harga berbagai organ tubuh yang beredar di pasar gelap. Barangkali bahwa organ-organ tubuh tersebut benar-benar seharga seperti yang diberitakan, namun belum tentu list harga tersebut ada hubungannya dengan penculikan anak.

Isu penculikan anak tentu bukan barang baru. Seingat saya tidak ada satupun yang terbukti kebenarannya. Termasuk belum lama ini, seorang perantauan di salah satu kota di Papua, yang harus meregang nyawa gara-gara isu penculikan anak.

Seorang ibu muda, perantauan di kota itu, ditelanjangi kemudian dibakar hidup-hidup. Ternyata kemudian ketahuan bahwa tuduhan penculik anak kepada korban terbukti hoax belaka. Korban mati konyol. Terduga pelaku ditangkap polisi.

Ada fenomena apa dibalik ini? Apakah ini pengalihan isu?

Banyak kalangan mengungkapkan bahwa, ada yang sengaja menyebarkan isu tentang penculikan anak ini. Ada yang kemudian menanggapinya berdasarkan teori konspirasi. Kata mereka, ada pihak yang sengaja mengangkat isu ini untuk menutupi peristiwa besar yang sedang viral di masyarakat.

Tentu, jika teori ini terbukti sahih maka, mereka yang berada di balik konspirasi ini tentu bukan kaleng –kaleng. Isu atau peristiwa yang ingin mereka tutupi pun tentu bukan peristiwa biasa.

Baca juga : Implementasi Kurikulum Merdeka Bagi Dunia Pendidikan Indonesia

Sayangnya, netizen kita banyak yang polos nan lugu, menjadi bagian dari ‘katakanlah’ konspirasi ini dengan mengirim kembali pesan yang didapatkannya. Pesan-pesan tentang penculikan anak ini dibagikan lagi tanpa di cek terlebih dahulu kebenarannya. Dan kalaupun dicek, sumber informasi mesti harus dipastikan kredibilitasnya.

Dalam melengkapi tulisan ini, ketika mengecek berbagai berita mengenai penculikan, apalagi yang berisi pesan berantai tentang penculikan anak, semuanya dapat dipastikan sebagai hoax.

Artinya ada orang yang secara sengaja mengirimkan atau menyebarkan berita tersebut, dengan ataupun tanpa tujuan tertentu.

Tidak hanya itu, mencurigai orang baru, atau mereka yang terlihat berwajah asing, justru menunjukan bahwa masyarakat kita telah kehilangan kepercayaan kepada orang lain.

Dan tentu sebagai sebuah fenomena perilaku maka patut untuk ditelusuri secara serius dan mendalam kenapa masyarakat kita kehilangan kepercayaan kepada orang baru. Menurut saya hal seperti ini tidak sederhana.

Jika kehilangan kepercayaan atau mencurigai mereka yang ‘berwajah baru’ adalah sebuah akibat, maka sebab apa kehilangan kepercayaan itu, harus digali dan diteliti lebih dalam.

Takutnya ada gunung es perilaku yang jauh lebih besar yang tak nampak gamblang di mata masyarakat kita.  Bisa saja di masa depan, gunung es ini akan meledak dengan dampak lebih banyak dari pada sekedar sifat curiga kepada pendatang baru.

Sampai pada tingkat yang ekstrim, berkaca pada peristiwa di Papua, kita juga harus menelusuri, kenapa kecurigaan pada orang baru harus berujung pada menghilangkan nyawa secara paksa. Apa yang salah dengan wajah-wajah baru dalam komunitas keseharian kita.

Lalu apa yang harus kita lakukan terkait isu penculikan anak?

Pertama : Pastikan dulu sumber informasi terkait isu. Tidak hanya soal kasus penculikan anak, tapi memeriksa kembali sumber informasi seharusnya menjadi kebutuhan kita hari ini.

Baca juga : Tamparan Nono Sang “Malaikat Agung”: “Kemiskinan” Tak Menyilaukan Mata!

Memastikan sumber informasi berarti memastikan apakah sumber informasi tersebut kredibel? Apakah berita tersebut berasal dari sumber yang bisa dipercaya, dan dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas berita yang dia sebar.

Kedua : Jika kemudian informasi tersebut terbukti hoax maka pastikan bahwa kita tidak lagi mengirimkan narasi berita tersebut kepada banyak orang.

Jika belum dikonfirmasi oleh pihak terkait maka pastikan bahwa kita menjadi orang terakhir yang dikirimi berita hoax tersebut. Pesan berantai itu harus dipastikan  berakhir di tangan kita. Berhenti di sini.

Ketiga: Narasi tentang penculikan anak di sekolah dasar kita menjadi peluang agar sekolah dapat berbenah. Menyediakan saluran informasi sebagai jembatan penghubung yang merekatkan pihak orang tua siswa dengan pihak sekolah.

Saluran ini pulalah yang menjadi satu-satunya sumber informasi yang kredibel, antara sekolah dengan orang tua siswa. Informasi mengenai apapun di sekolah yang patut diketahui oleh orang tua para siswa.

Di luar informasi hoax penculikan anak ini, barangkali yang harus serius kita pelototi’ adalah para pengamen di lampu merah – lampu merah. Terutama mereka yang membawa anak kecil dalam gendongan.

Otoritas pemerintahan terkait harus segera turun tangan melihat gejala sosial ini sebagai sebuah ‘tindakan penculikan anak’ bahkan jika yang dibawahnya adalah anaknya sendiri.

Pengamen yang menggunakan anak kecil untuk menarik simpati para dermawan harus dicurigai dan diduga kuat sebagai penculik anak.

 Minimal mereka-mereka ini telah mengeksploitasi anak-anak untuk bekerja bersama mereka, pada saat yang sama mengeksploitasi kebaikan hari mereka yang memberi.

Foto : liputan6.com

Tulisan ini telah terbit di Eposdigi.com edisi 05 Februari 2023. Diterbitkan kembali di Depoedu.com atas izin penulis

 

5 4 votes
Article Rating
Sebarkan Artikel Ini:
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
oldest
newest most voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga : Hoax Tentang Penculikan Anak, Fenomena Apa Ini? […]