Depoedu.com – Organisasi kesehatan dunia WHO, Senin 18 Juni 2018 resmi menetapkan kecanduan game atau game disorder sebagai penyakit gangguan mental dalam versi terbaru, International Statistical Clasification of Diseases (ICD). ICD merupakan sistem yang dikeluarkan oleh WHO, berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda dan penyebabnya.
Dalam rilis tersebut WHO menyatakan game di sini mencakup berbagai jenis game yang dimainkan seorang diri, bersama orang lain, baik online maupun offline. Namun ditegaskan pula bahwa tidak semua jenis game bersifat adiktif dan dapat menyebabkan gangguan. Permainan game disebut gangguan jika permainan tersebut merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, termasuk pekerjaan dan pendidikan.
Dikutip oleh Kompas.com dari rangkuman Science Alert, seorang pecandu game bisa disebut menderita penyakit gangguan mental jika ketiga gejala berikut terlihat selama satu tahun sebelum didiagnosis. Pertama, seseorang tidak bisa lagi mengendalikan kebiasaan main game. Kedua, seseorang mulai memprioritaskan game di atas kegiatan lain. Ketiga, seseorang terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
Penetapan game disorder sebagai salah satu gangguan jiwa seperti dilansir Kompas.com, disambut baik oleh Richard Graham. Ia adalah seorang dokter spesialis kecanduan teknologi dari rumah sakit Nightgale di London. Menurutnya, perilaku bermain game berlebihan memang sudah seharusnya mendapatkan penanganan medis yang serius. Graham menambahkan bahwa selama ini ia telah melihat ada 50 kasus kecanduan digital setiap tahun.
Dokter lain yang setuju pada rilis ini adalah Kimberly Young. PsyD., Direktur pada Center for online Addiction. Ia mengatakan, game disorder adalah gangguan pengendalian impuls yang serupa dengan kecanduan judi. Ia menegaskan, para peneliti telah menyimpulkan bahwa seperti kecanduan judi, bermain game meningkatkan hormone dopamine.
Sebetulnya sebelum rilis ini, sejumlah negara telah bergelut dengan masalah kecanduan game sejak lama. Korea Selatan, misalnya, menetapkan akses game online oleh anak berusia di bawah 16 tahun, pada tengah malam hingga pukul 6 pagi sebagai tindakan ilegal. Pemerintah lokal di Jepang memantau dan mengeluarkan peringatan pada para pemain game yang telah melebihi batas waktu yang telah ditentukan per bulan.
Belum ada langkah seperti Korea Selatan dan Jepang dari Pemerintah Indonesia, meskipun sejak lama Indonesia memiliki Kementrian Peranan Wanita dan Perlindungan Anak. Paling tidak, orang tua dan guru diharapkan waspada, memperhatikan kebiasaan bermain game anak, seperti : pertama, perhatikan berapa lama anak bermain game. Kedua, apakah kebiasaan bermain game mempengaruhi aktivitas anak secara negatif? Misalnya, apakah anak lebih memilih main game daripada mengerjakan tugas sekolah? Ketiga, apakah membatasi waktu bermain game membuat anak menjadi depresi, atau berbohong untuk terus bermain game? Jika gejala ini teramati pada anak, maka Eduers diharapkan berkonsultasi pada pihak yang kompeten untuk mengambil langkah demi kesehatan mental anak ke depan. (Oleh: Sipri Peren / Foto: merdeka.com)