Depoedu.com-Tentang sampah, ada salah satu tanggapan pembaca eposdigi.com dalam salah satu WAG yang kami ikuti sangat menarik bagi kami. Alfons Rianghepat, seorang guru di salah satu SMA di Kecamatan Kelubagolit Pulau Adonara menulis demikian:
“Jangan jauh-jauh ambil contoh soal sampah….”
Yang sungguh sangat menarik, saya 2 hari yang lalu, ketika pagi-pagi datang ke pelabuhan Waiwerang….ternyata laut sekitar pelabuhan Waiwerang PENUH DENGAN SAMPAH
Ketika ditanya, tanpa beban mereka menjawab bahwa setiap malam ada pick up-pick up yang masuk ke pelabuhan Waiwerang penuh dengan sampah sampah dan membuangnya di pelabuhan laut Waiwerang…..astaga naga ular naga…..”
Apa yang ditulis Alfons Rianghepat ini merupakan tanggapannya atas tulisan “Impor Sampah dan Masa Depan Kita” di media ini beberapa saat lalu.
Kegelisahaan Alfons Rianghepat tentu dapat kita pahami. Apa yang ia tulis/sampaikan adalah realita yang juga mungkin kita lihat. Bisa jadi potret yang ditangkap Alfons Rianghepat ini adalah juga gambaran besar lingkungan sekitar kita.
Menjadi menarik bahwa kita semua adalah bagian dari lingkungan yang penuh sampah itu. Mungkin tidak seekstrim membuang sampah dengan pick up langsung ke laut di pelabuhan yang adalah area publik. Namun bagaimanapun setiap kita adalah produsen sampah. Sekecil apapun skalanya.
Karena kita semua adalah penghasil sampah, maka mengurai masalah sampah pun harus dimulai dari tangan-tangan kita juga. Dimulai dari diri kita dalam lingkungan yang terkecil; rumah.
Pertama: Memilih, Memilah Sampah.
Reduce, Reuse, Recycle (3R) adalah hal sederhana yang bisa dipilih untuk dilakukan oleh siapa saja. Mengurangi (Reduce) pemakaian kantong kresek misalnya dengan membawa kantong belanja sendiri dari rumah.
Baca juga : Mengenal Lebih Dekat P5 Sistem Blok Yang Digunakan Oleh SMPK St. Isidorus Lewotala
Gunakan kembali (Reuse) barang-barang yang bisa dipakai lagi. Misalnya karung beras sebagai pengganti polybag untuk tanaman, atau untuk menyimpan sampah, menggantikan plastik sampah.
Simpan dan kumpulkan semua botol plastik, dan atau barang-barang plastik lainnya yang bisa didaur ulang. Botol bekas shampo, sabun cair, botol air mineral atau apapun yang bisa di daur ulang.
Jika sudah cukup banyak bisa dijual sendiri atau bisa diberikan kepada para pemulung. Ini mungkin perbuatan sederhana namun pasti menyukakan hati para pemulung.
Bagi kita barangkali barang-barang itu adalah sampah, namun bagi para pemulung itu adalah rezeki mereka. Berbaik hatilah. Kumpulkan dan berikan kepada mereka.
Kedua: Kurangi sampah makanan.
Belilah dengan sengaja bahan makanan yang hampir rusak. Ingat, yang hampir rusak. Bahan makanan yang terlihat sedikit cacat. Sudut pandangnya bukan soal bahan makanan yang demikian ini pasti didiskon. Bukan itu.
Buah dan sayur yang hampir rusak, atau sedikit cacat, tidak akan mengurangi nutrisi yang dikandungnya. Lakukan ini semata-mata agar bahan-bahan makanan itu tidak terbuang percuma, dan menjadi sampah. Jika tidak dibeli oleh Anda maka bahan makanan yang seperti itu hanya akan menjadi sampah.
Belilah makanan yang hampir kadaluarsa. Selama komposisi fisik dan kimiawinya tidak berubah; rasa, warna, bau makanan itu tidak berubah maka pasti masih layak dikonsumsi.
Benar bahwa batas tanggal kadaluarsa dibuat untuk alasan kesehatan, namun kita juga tidak bisa menafikan begitu saja bahwa tanggal kadaluarsa juga adalah strategi marketing untuk mempercepat perputaran arus barang.
Berikutnya adalah habiskan makanan Anda. Jangan menyisakan sebutir pun nasi dari piring Anda. Sebab “membuang makanan,” seperti kata Sri Paus, “adalah seperti mencurinya dari mereka yang kelaparan.”
Baca juga : Semarakkan HARDIKNAS 2024, SMPK St. Isidorus Lewotala Gelar Festival Seni
Tentang tidak menghabiskan makanan dan minuman ini, dapat kita lihat dari gelas-gelas air minum dalam kemasan yang sering tidak dihabiskan. Ini semua adalah bagian dari sampah makanan yang kita hasilkan.
Tahan diri, ukur kapasitas dan daya tampung perut kita masing-masing. Ambil secukupnya lalu habiskan. Jika masih ingin, ambil lagi. Tambah, namun tetap habiskan makananmu.
Tiga: Daur ulang sampah organik.
Jika tidak terhindarkan membuang sisa makanan yang sudah tidak layak lagi digunakan, maka daur ulang sampah-sampah itu. Jadikan kompos untuk menyuburkan tanaman di rumah. Apalagi jika ini dilakukan dalam skala komunitas dengan para tetangga di RT kita.
Alih-alih membeli pupuk, kita bisa menghasilkan pupuk sendiri, baik cair maupun padat, untuk menyuburkan tanaman. Entah itu tanaman di rumah kita ataupun kebun-kebun kecil yang dikelola bersama komunitas.
Sementara sampah-sampah anorganik, bisa dipilih dan dipilah sesuai peruntukannya. Jika bisa digunakan lagi, maka gunakanlah, jika bisa didaur ulang maka salurkan untuk didaur ulang.
Sampah-sampah anorganik bisa dijual kembali. Bahkan dalam skala komunitas, hasil penjualan sampah bisa mencukupi untuk membantu membiayai kegiatan komunitas. Coba Eduers cek di lingkungan sekitar Eduers tinggal, adakah komunitas yang menjalankan “program ubah sampah jadi emas?”
Konon program ini bekerja s sama dengan Perum Pegadaian, di mana komunitas menjual sampah, dan uang penjualan tersebut ditabung dalam bentuk emas di Pegadaian atau di Bank Sampah.
Dimulai dari skala rumah tangga, kemudian meluas pada komunitas kecil di sekitar kita, maka bisa jadi kita telah mengurangi secara signifikan jumlah sampah yang terbuang dan menjadi pencemar lingkungan.
Foto: Pngetree
Tulisan ini pernah tayang di eposdigi.com, ditayangkan kembali dengan seizin penulis.