Depoedu.com-Dukacita mendalam untuk korban gempa di Cianjur hari ini. Ketika membaca data korban meninggal, ada sesuatu yang sedikit mengganggu. Saat tulisan ini dibuat, Kompas.com melaporkan bahwa sudah ada 162 korban meninggal dunia. “Sebagian besar korban adalah anak-anak,” tulis kompas. Ini yang mengganggu saya.
Gempa sekitar jam 1 siang tadi kekuatannyapun tidak besar-besar amat, hanya 5,6 skala richter, namun karena pusatnya di kedalaman ‘hanya’ 10 km, maka daya rusaknya sedemikian besar.
Hal ini dijelaskan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono seperti dikutip detik.com.
“Karakteristik gempa kerak dangkal…., itu gempanya tidak harus berkekuatan besar untuk menimbulkan kerusakan, karena gempanya rata-rata dangkal ya, bisa kurang dari 10 kilometer, bisa kurang dari 15 kilometer, dan itu tidak butuh kekuatan besar misalnya di atas 7, tapi kekuatan 4, 5, 6 itu bisa timbulkan kerusakan signifikan,” terang Daryono.
Data terakhir seperti yang disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa selain korban meninggal ada 326 warga luka-luka dan 13.784 orang lainnya mengungsi dan lebih dari 2000 rumah mengalami kerusakan di atas 60 %.
Kang Emil mengungkapkan bahwa mayoritas korban meninggal adalah anak-anak, karena pada saat kejadian banyak siswa sekolah yang sedang belajar di madrasah atau pesantren.
Baca juga : Apa Pesan Presiden Jokowi Pada HUT Ke-77 Persatuan Guru Republlik Indonesia?
Bupati Cianjur Herman Suherman, kepada detik.com mengatakan “Kebanyakan anak-anak. Mereka tertimpa bangunan yang ambruk.”
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan bahwa banyak korban meninggal lantaran kondisi rumah-rumah di Cianjur banyak yang tidak tahan gempa. Ini menjadi PR besar untuk ke depannya.
“Ini jadi PR kita bersama, bagaimana menyiapkan rumah tahan gempa” kata Suharyanto seperti dikutip detik.com.
Benar bahwa kita harus menyiapkan rumah-rumah tahan bencana. Bahwa kita tidak dapat memungkiri anugerah Indonesia berada di daerah yang sangat rawan bencana.
Pulau-pulau Indonesia adalah bagian dari Ring of Fire sekaligus berada tepat di atas sabuk gempa dengan tingkat kerawanan yang tinggi akibat gempa maupun bencana alam lainnya.
Karena itu membangun rumah atau gedung tahan bencana adalah keharusan. Oleh karena itu pemerintah harus serius memikirkan regulasi terbaik yang memihak kepada rakyat.
Peran pemerintah adalah menyusun regulasi kemudian disodorkan kepada legislatif untuk diundangkan. Regulasi yang mengharuskan setiap bangunan memiliki sertifikasi tahan bencana, terutama gempa bumi.
Baca juga : 6 Kiat Finlandia Menjadi Negara Dengan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi
Kemudian berikutnya adalah pemerintah mengawasi secara ketat pelaksanaan dari regulasi ini secara total. Harus ada kekuatan memaksa agar masyarakat tergerak untuk memastikan setiap rumah dibangun dengan spesifikasi tahan bencana.
Namun rumah dan gedung tahan bencana saja tidak cukup. Bagaimanapun harus ada intervensi melalui pendidikan formal agar masyarakat tahu persis bagaimana berperilaku ketika ada gempa.
Seperti apa yang disampaikan oleh Kang Emil, bahwa sebagian besar korban anak-anak karena tertimpa bangunan roboh.
Sudah seharusnya pendidikan kebencanaan kita harus banyak dan serius dievaluasi. Apakah anak-anak tahu persis harus berperilaku seperti apa saat gempa?
Dengan pendidikan kebencanaan yang memadai maka pada gilirannya kita bisa dengan sangat mudah bertindak untuk melewati masa panik pada saat kejadian bencana alam dan tahu persis bagaimana melakukan tanggap darurat serta mengantisipasi dan meminimalisir dampak buruk dari bencana-bencana alam lainnya ke depan.
Foto:Republika
Tulisan ini pernah dimuat di eposdigi.com. Dimuat kembali atas izin penulis.
[…] Baca juga : Gempa Cianjur Dan Masa Depan Pendidikan Sadar Bencana Kita […]