Depoedu.com-Raden Mas Soewardi Soerjadiningrat yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, pelopor pendidikan bagi kaum pribumi di zaman penjajahan Belanda.
Orang tua Ki Hajar Dewantara mendidik anaknya dengan model pendidikan Keraton Pakualaman Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara bersekolah di sekolah Belanda, menjadi aktivis pergerakan nasional yang pemberani dan mengenyam pendidikan di STOVIA (sekolah kedokteran).
Walaupun pernah diasingkan ke pulau Bangka pada usia 24 tahun akibat artikelnya yang pedas mengkritik pemerintahan Belanda, Ki Hajar Dwantara terus berupaya agar bangsa Indonesai maju dalam pendidikan.
Taman Siswa adalah sekolah yang didirikan atas dasar keprihatinan terhadap nasib pendidikan anak-anak pribumi. Menurut Ki Hajar, pendidikan ala Belanda pada waktu itu hanya mengutamakan aspek intelektual, individual, material.
Dilihat dari kepentingan, Pendidikan yang diselenggarakan oleh Belanda, terkait kepentingan kolonial dan tidak mengandung kebudayaan Indonesia. Hingga Indonesia merdekapun, akan terus seperti itu jika dibiarkan saja.
Baca Juga : Tiga Perspektif Penting Dari Konsep Merdeka Belajar Yang Harus Dimiliki Guru
Menurut Ki Hajar, bangsa Indonesia harus tetap mempertahankan dan menyebarkan nilai-nilai kebudayaan sebagai bagian hidup bangsa Indonesia.
Pendidikan di Indonesia harus berdasarkan pada garis hidup bangsa dan ditujukan demi peri kehidupan sehingga nantinya dapat mengangkat derajat bangsa Indonesia.
Pendidikan harus mengandung budi pekerti yang membentuk karakter bangsa. Ki Hajar juga berpendapat, pendidikan tidak cukup hanya untuk menjadikan anak pintar dan unggul dalam aspek kognitif, melainkan harus mengembangkan seluruh potensi anak, yaitu daya cipta, daya rasa, dan daya karsa.
Di era globalisasi, prinsip pendidikan yang Ki Hajar tuangkan sebagai buah pemikirannya masih sangat relevan pada masa sekarang ini. Bangsa ini akan kehilangan jati diri jika tidak menanamkan nilai-nilai budaya, pendidikan karakter dan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individu.
Kemajuan iptek harus dimaknai untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Buah dari kegigihan Ki Hajar menghasilkan putra putri bangsa yang berprestasi di berbagai bidang ilmu.
Ada banyak remaja mengharumkan nama bangsa melalui kompetisi di bidang ilmu pengetahuan, di ajang nasional maupun internasional. Ada banyak temuan yang muncul dari hasil kerja keras dan berpikir generasi muda.
Baca Juga : Bangkitkan Semangat, Wujudkan Merdeka Belajar
Berkembangnya ilmu pengetahuan harus tetap berpegang pada nilai-nilai budaya yang perlu diwariskan pada generasi selanjutnya. Karya-karya anak bangsa perlu diapresiasi secara positif dari berbagai pihak.
Adanya kemajuan di berbagai bidang seperti ilmu kesehatan, teknologi industri, seni dan media harus mengedepankan etika dan sikap sosial yang positif.
Sebagai guru bimbingan dan konseling di sekolah, saya sedih jika melihat siswa yang masih di usia remaja kecanduan game, sehingga mengabaikan hal penting dalam sisi kehidupannya.
Peri laku yang muncul adalah tidak peduli pada lingkungan, dan empati semakin merosot karena aktivitas individu dengan gadget yang membuat dunianya menjadi sempit.
Saya prihatin dengan terjadinya penyimpangan perilaku akibat salah menempatkan diri dalam bermedia sosial, berpikir dan bergaul. Ada banyak permasalahan muncul yang diakibatkan remaja kurang mampu memaknai kemajuan iptek; kejahatan dan aksi kurang terpuji.
Hal tersebut disebabkan secara eksternal dan internal. Kurangnya perhatian dari berbagai pihak terhadap generasi muda, maupun kurangnya kesadaran untuk mencerna sebelum melakukan sesuatu yang dapat berdampak bagi kehidupan.
Baca Juga : Muncul Gejala Phubbing Pada Anak Anda, Gejala Apa Ini?
Walaupun generasi saat ini tidak pernah berjumpa secara langsung dengan Ki Hajar Dewantara, namun generasi muda tetap dapat menjunjung semangat dan nilai-nilai dari konsep pendidikan Ki Hajar yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani.
Keteladanan dan pemberian contoh dalam mendidik amatlah penting dan dibutuhkan. Keteladanan dapat menjadi kunci sukses dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru adalah sumber ide, kreativitas, di antara para siswanya. Kehadiran guru yang penuh senyum dan kehangatan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menyemangati.
Seorang guru harus mampu mendorong siswanya untuk maju dan menciptakan sesuatu demi kemajuan ilmu pengetahuan. Guru di masa kini mempunyai andil dan tanggung jawab yang cukup berat. Di tengah tuntutan kurikulum yang harus dipenuhi, guru juga harus mengembangkan dirinya agar semakin profesional di bidangnya.
Melalui ucapan guru yang patut diteladani, diharapkan akan muncul sikap humanis dalam proses belajar yang mendorong siswa selalu rindu datang ke sekolah. di masa pandemi ini guru dituntut menguasai teknologi agar dapat mentransfer ilmunya.
Di masa inilah, guru ditantang untuk menjadi guru milenial yang terbuka terhadap teknologi dan menerapkannya secara tepat dan bertanggung jawab.
Semoga hari lahir Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Mei, selalu membakar jiwa para guru yang sama-sama berupaya mewujudkan merdeka belajar. Saya kutip semangat Alm. Prof Mohamad Surya, sekali menjadi guru selamanya menjadi guru. Selamat Hari Pendidikan, proficiat bagi kita semua.
Foto:pbi.uii.ac.id
Guru milenial yang terbuka terhadap teknologi dan menerapkannya secara tepat dan bertanggung jawab, disaat pandemi dengan segala keterbatasannya. Bagaimana kiat riil membangun konsep ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri handayani ditengah interaksi media sosial yang tidak mampu mengkaper sebagian besar peserta didik dikarenakan pasilitas mereka tidak memadai dan dilatarbelakangi ekonomi sosial orang tua yang kurang beruntung?